Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Resolusi Konflik dan Nasib Perang Ukraina

7 Maret 2022   14:13 Diperbarui: 7 Maret 2022   14:25 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perang proksi! Tidak pernah terbayangkan dalam kehidupan ditengah pandemi, perang terjadi. Tetapi begitu kenyataannya dalam kasus Rusia dan Ukraina. Tetapi Ukraina hanyalah bagian dari sekrup dan proksi kepentingan "Barat" dalam terminologi yang melihat akar historis perang dingin.

Dalam konteks perang fisik, perbandingan kekuatan militer kedua negara, Rusia dan Ukraina jelas tidak berimbang. Ibarat adu tanding gajah dan pelanduk. Tetapi si pelanduk yang semakin terjepit posisinya itu, diasumsikan sebagai bayang-bayang dari kekuatan yang ada dibelakangnya, proksi "Barat" tadi.

Konflik militer terbuka, telah meletus. Kini bukan sekedar bara, melainkan telah menjadi api. Situasi ini dapat didekati dengan berbagai perspektif, mulai dari aspek geopolitik internasional, persoalan ekonomi-politik, hingga menyoal tentang kerangka sistem pertahanan.

Pada akhirnya, pihak yang paling terdampak adalah rakyat dikedua negara dan dunia secara keseluruhan. Sanksi ekonomi ditimpakan bagi Rusia, kehancuran berbagai infrastruktur fisik terjadi di Ukraina. Kehilangan korban nyawa terjadi dikedua belah pihak. Imbasnya ditanggung dunia.

Dalam logika zero-sum, sulit menebak siapa yang akan untung dan rugi. Melihat yang terjadi di Ukraina, semua negara meningkatkan kewaspadaan. Sistem pertahanan diperkuat, anggaran belanja ditambah. Kredo si vis pacem para bellum -kalau ingin damai, bersiaplah perang, kembali mendapat tempat.

Produsen peralatan senjata jelas beroleh untung, biaya perang bisa jadi jauh lebih besar dari anggaran kesehatan selama pandemi. Sekali lagi, pasca perang dunia yang dilanjutkan dengan perang dingin, adu dominasi dan supremasi sebagai negara adidaya memposisikan "Barat" sebagai pemenang.

Keruntuhan tembok Berlin dan unifikasi Jerman Timur dan Jerman Barat, hingga keruntuhan Soviet menjadikan Rusia menaggung beban berat sejarah. Sebagaimana Francis Fukuyama, 1992 dalam The End of History and The Last Man, "Barat" cum demokrasi liberal telah menjadi pemenang.

Untuk itu, seolah tidak banyak pilihan bagi Rusia, perang menjadi sarana untuk menyatakan ekspresi politik guna menyampaikan pesan komunikasi, bahwa "Barat" tidak bisa terus-menerus mendikte pihak lain. Posisi ini sesungguhnya terjadi melalui perang dagang China vs Paman Sam, bentuk perang ekonomi modern.

Membangun Jembatan Resolusi

Mungkinkah tekanan dunia, melalui berbagai pernyataan kecaman hingga sanksi ekonomi mampu meluluhkan Rusia untuk berhenti melakukan perang? Sulit menjawabnya, kecuali dengan merumuskan model komunikasi konflik yang dapat meredakan ketegangan semua pihak.

Dalam upaya mencari jalan keluar disituasi konflik, maka peran para pihak untuk menghadirkan komunikasi yang egaliter perlu dikembangkan. Tidak hanya Rusia dan Ukraina, melainkan juga apa yang disebut sebagai kepentingan proksi "Barat". Rusia sekurangnya melihat potensi ancaman yang diidentifikasi melalui permohonan Ukraina untuk menjadi bagian dari organisasi pertahanan NATO.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun