Dibutuhkan! Vaksin Covid-19 kini menjadi kebutuhan dasar untuk keluar dari pandemi. Seluruh dunia bersaing untuk mendapatkannya.Â
Beberapa merek vaksin telah memperoleh lisensi WHO untuk digunakan secara emergensi. Pada akhirnya penanganan pandemi menyisakan jurang kesenjangan.
Ketimpangan terjadi bagi negara-negara miskin, terbelakang dan berkembang. Kapasitas ekonomi yang terbatas menyebabkan akses vaksin sangat bergantung atas kemurahan hati negara maju.
Salah satu usulan yang diajukan dalam mengurai kondisi yang tidak seimbang ini adalah dengan menghilangkan hak paten atas vaksin. Negara pengusulnya diwakili Afrika Selatan dan India.
Ironisnya, India menjadi negara yang memproduksi vaksin Covid-19 berskala besar, namun tidak memiliki patennya. Bahkan negeri tersebut tengah berhadapan dengan gelombang pasang kasus Covid-19.
Upaya penghapusan hak paten vaksin Covid-19 tersebut didasarkan pada asumsi bahwa pandemi yang bersifat global membutuhkan respon bersama melalui vaksinasi serentak.
Mata rantai penularan harus diputus. Tidak ada pihak tertinggal, dari upaya melawan pandemi -no one is safe until everyone is. Hak paten menjadi ruang eksklusif yang mempersulit akses publik.
Tantangan Inovasi
Tentu tidak mudah menyelesaikan polemik hak paten. Bahkan karena soal nilai paten yang didapatkan perusahaan farmasi ini menjadi pokok utama dari teori konspirasi.
Wabah yang berbiak tanpa terkendali merupakan rekayasa, dalam pandangan penikmat konspirasi, merujuk kepentingan elit global untuk mendulang untung dari musibah dunia.
Disisi lain, penolakan negara-negara maju disandarkan pada kerangka inovasi yang menghasilkan berbagai penelitian atas vaksin Covid-19 yang selama ini dikerjakan oleh pihak swasta.Â