Pandemi bertabur hasil survei. Berbagai lembaga riset politik mengukur performa dan kinerja, dalam bahasa yang lugas dinyatakan sebagai tingkat kepuasan dan kepercayaan.Â
Kesimpulan hasil temuan akan sangat tergantung selera yang disukai.
Sebagai entitas akademik, keberadaan survei dipahami serta dimaknai sebagai metode ilmiah dalam melakukan pengukuran secara sistematis, kalkulatif dan objektif.Â
Ilmu statistik menjadi kuasa pengetahuan untuk melihat gambaran atas tendensi perilaku populasi, yang cukup diambil dari kumpulan data responden. Teruji dan valid berdasarkan fakta.
Problemnya, sebuah survei politik tidak berdiri dengan sendirinya, ada kehendak yang ingin disampaikan melalui survei.
Keberadaan survei politik menyoal konten atas daftar pertanyaan yang disusun, bersamaan dengan bingkai konteks yang melingkupi maksud serta tujuan survei.
Dengan begitu, survei menjadi pendahuluan bagi padanan yang setara diproses selanjutnya yakni membangun opini publik. Sifat temuan dari hasil survei akan menjadi berbeda ketika diinterpretasi.
Salah dan Keliru
Prinsip survei yang menjadi etik dasarnya adalah: "boleh salah, tidak boleh bohong".Â
Kesalahan dalam sebuah survei terjadi secara bertingkat, mulai dari (i) salah mengambil sampel, (ii) salah menyusun pertanyaan, (iii) salah dalam proses mengolah data, hingga (iv) salah ketika menarik kesimpulan dan interpretasi.
Ada kesalahan yang secara alamiah mungkin terjadi tanpa disengaja, tetapi juga ada pula kelalaian yang penuh rekayasa kesengajaan.Â