Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Harapan dan Kesempatan Kedua Melewati Pandemi

8 Februari 2021   14:50 Diperbarui: 8 Februari 2021   15:02 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kajian National Geographic, Saat Virus Merebak, November 2020, memperlihatkan semua kawasan di dunia terus berjuang mengalahkan virus dengan berbagai kondisi sosial yang aktual. Di Indonesia, ada anomali antara kekhawatiran penularan dan tuntutan ekonomi.   

Begitu pula misalnya di Yordania, derita para pengungsi akibat konflik semakin bertumpuk di saat pandemi dan keterbatasan negara dalam menanganinya. Ketimpangan semakin terlihat menonjol dan mencuat seiring pandemi, terutama bagi negara miskin dan berkembang. 

Lebih jauh lagi, kondisi pandemi juga memiliki peluang untuk semakin memperdalam keburukan. Lansiran Transparency International Indonesia, Korupsi dan Covid-19: Memperburuk Kemunduran Demokrasi, 2021 memperlihatkan hal tersebut.

Pada rilis tersebut, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia turun dari peringkat 85 (2019) menjadi ranking 102 (2020), dari 180 negara. Sekaligus mengalami penurunan skor IPK di angka 37 (2020), setelah sebelumnya 40 (2019). 

Delia Ferreira Rubio, Chair TI menyebut Covid-19 bukan hanya krisis kesehatan dan ekonomi, namun juga sekaligus krisis korupsi dan demokrasi. Diketahui bila negara dengan tingkat korupsi yang tinggi bertendensi untuk merespon krisis dengan cara yang kurang demokratis. 

Pandemi menghadirkan ruang ketidakpastian, setidaknya dua hal penting, (i) belum dapat dipastikan bagaimana cara mengatasinya, dan (ii) tidak dapat diprediksi kapan berakhirnya. Kedua tanda tanya besar itu menghadirkan kecemasan, hingga menyebabkan adanya ketakutan akan masa depan.

Lagi-lagi, kita harus berpikir layaknya para penyintas Covid-19 yang telah melewati periode kritis secara medis dari kehidupannya, untuk dapat menyusun tujuan dan harapan sebagai kerangka membangun semangat serta makna kehidupan, sehingga dapat merumuskan optimisme bagi masa depan.

Pada sisi yang bertalian, para pemangku kuasa yang bertindak sebagai pengambil kebijakan harus mampu mewujudkan gagasan tentang kepentingan publik, dari sekedar mengail untung dengan tindakan tercela demi kocek pribadi di atas penderitaan publik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun