Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Elektabilitas Kotak Kosong dan Kandidat Tunggal di Pilkada

29 Juli 2020   01:06 Diperbarui: 29 Juli 2020   09:05 1032
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila sudah demikian, teramat sulit untuk mencari lawan seimbang. Gabungan koalisi partai politik pengusung kandidat, dengan proporsi mayoritas menjadi sangat kuat, dan kecil kemungkinan dapat dikalahkan oleh calon yang maju melalui partai kecil atau menggunakan jalur independen. Kandidat dan partai politik yang berhitung cermat, biasanya akan segera mundur dari gelanggang.

Jika itu terjadi, kandidat tunggal tidak terhindari. Calon dengan popularitas dan elektabilitas yang tinggi, tidak akan mendapat lawan tanding. Pragmatisme dimulai, dengan mengukur sumber daya yang dimiliki. 

Umumnya, koalisi partai pengusung sudah mulai berhitung kompensasi terkait sebagai barter atas dukungan yang diberikan. Politik transaksional diperdagangkan, pada bursa gelap panggung politik.

Sulit melihat kemunculan kandidat yang memiliki prestasi dan kompetensi yang layak dalam memperjuangkan kepentingan dan aspirasi publik. Para pemburu kursi jabatan, berlomba maju untuk diri dan kelompoknya. 

Hal ini memperlihatkan kelemahan dalam sistem politik kita, baik (i) secara struktural melalui agensi partai politik, maupun (ii) secara kultural yang diperantarai oleh budaya demokrasi internal para aktor politik dan interaksinya dalam partai politik.

Fenomena Kotak Kosong

Gejala yang mencuat seiring dengan potensi rendahnya partisipasi politik publik, adalah tentang kotak kosong yang menjadi konsekuensi turunan kebangkitan kandidat tunggal di Pilkada. 

Kebuntuan regenerasi aktor politik, merupakan buntut dari pragmatisme politik, bila partai hanya berfokus pada kalkulasi kemenangan, dan bukan tentang membawa gagasan besar yang hendak diterjemahkan melalui jalur politik daerah.

Kotak kosong bisa jadi menyiratkan takluknya aspirasi publik, berhadapan dengan persekongkolan dari kanal partai politik, yang memiliki tujuan pro status quo, mempertahankan kekuasaan demi kekuasaan itu sendiri, bukan tentang agenda dari ranah publik. 

Ongkos politik dari budaya transaksional -vote buying, mengakibatkan proses kandidasi yang mahal, menjadi hambatan -barrier to entry bagi calon kandidat baru, karena dibutuhkan tidak sedikit modal finansial sebagai sumber daya pendukung.

Sejarah kemenangan kotak kosong di Kota Makassar, Sulawesi Selatan pada Pilkada 2017 dengan selisih lebih dari 36 ribu suara tidak berdiri sendiri di ruang hampa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun