Rentang waktu perulangan pandemi berlangsung dalam durasi yang lebih singkat. Misteri kehidupan manusia tidak lagi terletak pada kedalaman bumi, atau jangkauan antariksa. Tetapi tentang makhluk tidak kasat mata yang membingkai tabir hidup-mati.
Ketakutan adalah ekspresi psikologis yang tercipta. Dengan tambatan pengetahuan bersama hal ini seharusnya mampu ditangani. Problemnya, kehendak kuasa manusia atas manusia, dalam format supremasi institusi antar negara terjadi.
Semua saling tuding dan merasa menang. Padahal semua negara terjangkit serta terancam, tanpa kecuali. Dengan pendekatan bersama, sejatinya wabah bisa ditangani, sayangnya semangat itu harus dihidupkan kembali.Â
Menjadi umat manusia, karena pandemi mengancam eksistensi spesies manusia tanpa mengenal teritori kenegaraan.Â
Data dan informasi harus terbuka dan transparan, tanpa manipulasi. Melalui penelitian berbasis data dan informasi yang tersedia selama pandemi, kita dapat merumuskan solusi hari ini, serta melakukan berbagai langkah antisipatif di kemudian hari.
Bila gagal memaknai, maka bisa terjadi bias persepsi, karena kita akan dengan mudah memandang pendekatan otoriter memiliki efektivitas dalam mengatasi masalah. Padahal yang dibutuhkan adalah rasionalitas bertindak.
Kesatuan tindakan, pemikiran dan langkah penanganan, termasuk mencegah serta menangkal wabah secara konsisten, harus bersumber pada basis ilmu pengetahuan sebagai kunci pentingnya. Bukan sekedar retorika politik bernilai kepentingan.
Kita tentu berharap dari pengetahuan dan pengalaman sejarah, kita akan mampu mengatasi wabah. Dibutuhkan komitmen semua pihak agar peperangan melawan pagebluk ini dapat dimenangkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI