Sejentik jari tangan, tik. Lalu sejurus kemudian Plarr... Thanos berhasil menciptakan keseimbangan alam. Begitu dalam film Avengers: Infinity War. Populasi berkurang, keteraturan kembali dimulai.
Tangan menghasilkan mahakarya dan merupakan anugerah. Meski hari-hari ini, tangan kita pula yang patut mendapatkan perhatian lebih banyak. Covid19 membuat relasi baru antara manusia dan tangannya.
Ternyata sulit untuk memisahkan interaksi tangan kita dari wajah. Secara alamiah, sejak dalam buaian kandungan, kedudukan tangan memang dekat dengan wajah.Â
Melalui hasil citra ultrasonografi, adakalanya janin memainkan jari, menutup dan menyembunyikan wajah menggunakan tangan, bahkan dalam posisi menghisap ibu jari. Tampak natural.
Pada perkembangan anatomi selanjutnya, dan melihat perbandingannya dengan keberadaan makhluk hidup lain, tangan pula yang menjadi pembeda signifikan.
Keberadaan tangan dan jari-jari tangan yang independen dari organ gerak tubuh menyebabkan manusia memiliki kemiripan dengan kera. Tetapi hal itu pula yang menjadi keunggulannya.
Manusia memiliki kemampuan memegang dan menggenggam. Bersamaan dengan itu, tangan dipergunakan untuk menangkap, berburu, meramu, bercocok tanam, serta menciptakan berbagai kebutuhan lain, dalam bentuk inovasi alat bantu.
Kini kita sejenak berjarak, dengan tangan kita. Covid19 menjadi pencetusnya. Tangan-tangan itu diistirahatkan dari tugas-tugasnya. Bahkan kemampuan merekam sejarah, dengan mencatat, adalah bagian dari kerja kolaborasi tangan manusia.
Maka perhatikan bagaimana tangan mengubah kebudayaan serta peradaban manusia. Banyak refleksi penting dari situasi Pandemi ini, berhubungan dengan tangan manusia.Â
Berbagai kebaikan tercipta oleh tangan kita. Tidak sedikit pula tangan manusia berbuat kerusakan di muka bumi, maka kita akan bercermin dari tangan-tangan kita kali ini.
Cuci Tangan
Hal ini menjadi kebiasaan yang sejak dahulu diajarkan melalui pengasuhan orang tua. Kini, gerakan mencuci tangan naik level.Â
Terkategori sebagai langkah strategis mengatasi penularan wabah. Dengan begitu kita menjadi lebih sering mencuci tangan, menjaga kebersihan diri.
Gerakan "cuci tangan" dan "bersih-bersih" juga terjadi secara konotatif bagi para pemegang kekuasaan. Mereka ingin tangannya terlihat bersih, meski kotor.
Sarung Tangan
Thanos, dalam film Marvel, memakai sarung tangan guna menempatkan "akik sakti". Agar jentik jarinya bisa terpenuhi dan terjadi. Menjadi penguasa bumi.
Sarung tangan ini menjadi langka, dan berubah sebagai masalah. Merupakan bagian dari Alat Pelindung Diri-APD tenaga medis berhadapan dengan pandemi.
Hebatnya, APD lokal diimpor, sementara kita gelagapan ketika berhadapan dengan periode tanggap darurat dari bencana non alam. Kekurangan APD. Tenaga medis bertempur, minim sarana.
Turun Tangan
Ketika problematika pandemi menjalar ke seluruh penjuru negeri. Maka soal ini bukan hanya soal sebagian dari sebagian yang lain, tetapi menjadi masalah bersama.
Bila demikian, maka seluruh pihak yang menjadi warga negeri wajib turun tangan, bahu membahu, bergotong royong meringankan penderitaan bersama.
Jangan tanya apa yang negara telah berikan, karena itu pula mungkin kita jangan banyak berharap. Tetapi tanyakan apa kontribusi terbaik yang bisa kita lakukan, bagi sesama. Ilustrasi ini teramat patriotik. Bahkan meski nir peran negara sekalipun.
Angkat Tangan
Meski terhimpit situasi yang serba sulit, maka solidaritas yang menguatkan kita. Jangan sampai menyerah dan angkat tangan, terus berjuang bersama.
Walau tidak bisa berjabat dan saling menggenggam tangan, karena physical distancing, tetapi hati-hati kita bersatu dalam doa dan harapan yang sama.
Berserah dan bukan menyerah, menyiratkan pentingnya untuk melakukan upaya-upaya secara optimal, sembari merelakan hasilnya pada Sang Khalik, pemilik kehidupan.Â
Tangan Besi
Ketika level kedaruratan mengalami kenaikan. Sudah barang tentu perlu perlakuan dan tindakan yang tegas, dengan berprinsip pada akar kemanusiaan, untuk menjalankan aturan, menjaga ketertiban.
Sebelum masuk ke tingkat implementasi secara tangan besi, pusat kekuasaan harus mampu melakukan persuasi dalam memberi ajakan, arahan, serta mencontohkan. Kita perlu figur panutan.
Bukan hanya citra sematan. Terlebih citra yang dikonstruksi semu, yang kerap berseliweran menjelang periode pemilihan. Masa dimana wabah merebak, menjadi ujian leadership.
Tanda Tangan
Dibagian penghujung, kita membutuhkan sebuah keputusan, yang akan menjadi solusi dari persoalan saat ini. Tanda tangan menjadi kebijakan, diliputi kebijaksanaan. Berkeadilan bagi publik.
Dalam kehidupan bersama, yang terbingkai melalui bentuk negara, maka sebuah keputusan menjadi teramat penting, untuk bisa memastikan nasib serta masa depan populasi di dalamnya.
Ditandatangani, tidak hanya membubuhkan pena pada secarik kertas. Membutuhkan kemampuan seluruh indera dan jiwa. Mengingat, menimbang serta memutuskan. Kemaslahatan menjadi nilai utama.
Catatan Kaki
Di bagian akhir, kaki bekerja karena tangan mengalami kelelahan. Anda pernah melihat patung Venus de Milo? Menjadi simbol Dewi Kecantikan pada zaman Yunani kuno.
Patung berbahan marmer, setinggi 203 cm, berumur tahun pembuatan 130 hingga 90 SM, yang kini tersimpan di Museum Louvre, Prancis, kehilangan kedua tangannya.
Karya patung berupa Dewi Kecantikan ini, sempurna dalam ketidaksempurnaan. Hilangnya kedua tangan itu menjadi misteri.Â
Berbagai pihak mencoba melakukan simulasi, apakah Venus de Milo tengah memegang cermin, memintal benang, membawa tombak ataukah bermain harpa?.
Satu hal yang pasti, Venus de Milo adalah sebuah mahakarya tangan, yang kemungkinan dibuat Alexandros of Antioch untuk Alexander the Great.
Begitupun kita sekarang, dalam kondisi tangan yang tengah beristirahat, jangan pernah berhenti untuk membangun harapan agar wabah segera berlalu.
Untuk hal itu, kita perlu ulurkan tangan bagi sesama, atas nama kemanusiaan, sembari mendekapkan kedua tangan seraya berdoa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H