Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Jubir, Don't Kill the Message

29 Maret 2020   20:00 Diperbarui: 29 Maret 2020   19:51 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembawa pesan. Juru bicara alias jubir bertindak sebagai pihak yang menyampaikan pesan -messenger. Kompetensi komunikasi menjadi prasyarat mutlak.

Pesan yang keliru ditangkap oleh audiens, menjadi kontraproduktif. Makna pesan yang hendak disampaikan, bisa jadi tidak diterima secara utuh.

Kemampuan berkomunikasi tidak mutlak milik jebolan komunikasi. Jubir memainkan peran sebagai komunikator penyampai pesan. Jangan sampai membunuh pesan itu sendiri.

Basis kompetensi komunikasi seorang jubir, sekurangnya memadukan pengetahuan -knowledge, keterampilan bertutur -skill, dan sikap -attitude.

Pada konteks peristiwa yang menjadi sorotan luas, maka pesan yang hendak disampaikan, harus tersusun sistematik, agar mampu diterima publik.

Demikian pula terkait penanganan pandemi COVID-19, yang telah dinyatakan sebagai bencana nasional non alam. Jubir menempati peran sentral.

Paparan jubir dinanti setiap hari. Perkembangan terbaru, terkait langkah dan dinamika yang dilakukan, terkait kasus yang ditangani perlu disampaikan.

Dalam situasi seperti ini, sorotan publik tertuju pada pilihan kata dan kalimat, sebagai konten yang dibawakan oleh si pembawa pesan alias jubir.

Kebisingan Penyampaian

Bila merunut kehadiran jubir, maka penunjukan spoke person difungsikan untuk mengatur lalu lintas informasi. Terpadu, teratur melalui satu pintu.

Kerja Jubir pasti akan berhadapan dengan publik, yang diwakili oleh media massa. Sehingga, seorang jubir harus berada dalam posisi siap dan sigap menghadapi pertanyaan.

Baik pada pertanyaan yang telah terukur, maupun jenis pertanyaan samping diluar konteks. Karena berhadapan dengan media, maka seorang jubir harus membangun wajah bersahabat.

Jubir perlu menempatkan dirinya untuk mudah diakses, dan terbuka. Keterbukaan adalah kunci dalam menyampaikan pesan. 

Bila seorang jubir justru terlihat menutup diri, tidak membuka fakta, justru akan menimbulkan kecurigaan dan keingintahuan. Media akan mengambil jalan jurnalisme investigasi. Menerangi yang gelap.

Pro dan kontra adalah hal yang terbilang umum. Publik pun tidak seragam. Heterogenitas adalah situasi alamiah audiens. Tetapi pesan harus mampu sampai dan diterima. 

Perlu dipastikan, bahwa pesan yang hendak disampaikan mampu dicerna publik, tanpa menimbulkan kebisingan yang tidak dibutuhkan. Karena noise akan menjadi gangguan.

Sosok jubir harus kembali pada tradisi komunikasi klasik yakni retorika. Dalam basis retorika, kita mengenal ethos -kredibilitas sumber, pathos -kemampuan menyentuh emosi, dan logos -membangun argumen rasional.

Ketiga pondasi retorika itu, harus mampu dirangkum oleh seorang jubir, ketika berhadapan dengan media yang akan menjadi medium distribusi informasi.

Menyusun Pesan

Terkait dengan kasus keseleo lidah seorang jubir, maka memang tidak ada yang mudah ketika berhadapan dengan situasi genting dalam krisis.

Jubir harus menguasai data, membangun narasi sesuai dengan tujuan yang ingin disampaikan, jangan melenceng dari fokus yang ingin diterangkan. Buat secara sederhana, pendek dan langsung -low context.

Bagaimana mengkonstruksi pesan secara efektif? Bukankah publik bersifat majemuk? Mungkinkah sebuah pesan dapat diinterpretasi secara tunggal?

Komunikasi efektif, adalah bentuk alur informasi yang dapat memastikan bila pesan serta makna yang disampaikan, kemudian diterima secara benar.

Pola penyusunan pesan dilakukan secara sederhana terbentuk dalam konsepsi REACH. Memastikan komunikasi terbangun melalui rasa saling menghargai -Respect, memahami perasaan pihak lain -Emphaty, mudah didengar dan terdengar -Audible, mengandung kejelasan tanpa ambigu -Clarity, disampaikan penuh kerendahan hati -Humble.

Konsep-konsep dasar komunikasi ini harus mampu dipahami. Komunikasi bermakna membangun kesepahaman. Komunikasi yang tidak efektif justru menciptakan ketidaksepahaman. 

Pada periode penuh ketegangan seperti Pandemi COVID-19, sang jubir perlu berbicara lugas sesuai fokus pada konten yang ingin disampaikan, jangan melebar. Jubir harus mampu menciptakan ketenangan dan kepercayaan, bukan sebaliknya merusak pesan. 

Selamat bertugas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun