Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Media dan Oligarki di Hari Jadi

9 Februari 2020   21:49 Diperbarui: 9 Februari 2020   21:58 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Menariknya, rilis Democracy Index 2019 yang dikeluarkan The Economist Intelligence Unit, menyebut bahwa dalam kerangka global, tahun lalu sebagai tahun kemunduran demokrasi.

Khususnya, dicermati melalui peningkatan isu elit politik dan partai, sebagai bagian dari oligarki kekuasaan, dibandingkan kepentingan publik. Termasuk, penurunan kebebasan sipil, yang memuat kebebasan media dan kebebasan berbicara.

Indeks ini, memperhitungkan soal proses elektoral dan pluralisme, keberfungsian pemerintahan, partisipasi politik, kultur politik dan kebebasan sipil. Peringkat Indonesia, berada di posisi ke-64 dari 167 negara, bahkan di bawah Dominika, Lesotho, Mongolia dan Rumania. Nilai keseluruhan indeks untuk Indonesia adalah 6.48, menempatkannya sebagai Flawed Democracy. Sebuah demokrasi yang cacat.

Meski nilai Indonesia lebih baik dari 2018 (6.39), toh hal itu masih jauh dari menggembirakan. Salah satu hal yang terbaca dari temuan penelitian itu, untuk Indonesia adalah wacana politik, terkait dengan upaya untuk menggantikan posisi pemilihan langsung, menjadi tidak langsung. Hal ini diindikasikan, sebagai kemunduran demokrasi.

Apa relasinya dengan kerja media? Realitas politik dalam negeri kita yang sedemikian dinamis, telah berubah pasca pembentukan kabinet. Oposisi menjadi koalisi. Ketiadaan posisi penyeimbang, dari ranah politik formal, mengharuskan adanya pemeran pengganti.

Disitulah letak vital, dari keberadaan media dan elemen kelompok masyarakat sipil. Dapat dibayangkan apa yang terjadi, bila kemudian media justru membalik posisi, untuk bersekutu dengan kekuasaan. Hanya menjadi corong pengeras suara. Bisa dipastikan indeks demokrasi kita, akan semakin melorot. Situasi ini menjadi sangat serius.

Di titik inilah tantangan media sesungguhnya. Keluar dari persoalan dirinya sendiri, dan bahkan mampu melepaskan diri dari cengkraman kepentingan oligarki. Kita tentu menantikan fungsi pers merdeka, yang menjadi saluran kepentingan publik. Dirgahayu Pers Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun