Watak otoriter muncul ketika jalan pemerintahan terlepas dari realitas partisipasi publik. Pun demikian sebaliknya, sikap pemerintah yang lemah berhadapan dengan ragam kepentingan publik, akan terjatuh pada jurang liberalisme.Â
Demokrasi adalah ruang seimbang, dimana pemerintah menempatkan arus utama kepentingan publik secara substansial. Menutup telinga dan mata dari urun suara publik, dalam format demokrasi adalah sebuah kesalahan.
Tidak Terbebani Masa Lalu?
Berulang kali pemerintah berujar soal tidak terbebani masa lalu, maka pemerintah akan berorientasi masa depan. Dalam konteks slogan, hal itu menarik. Bahkan lebih jauh, pemerintah akan berani mengambil berbagai keputusan "gila" dengan keputusan yang "miring-miring".
Pernyataan tersebut terpulang dihari-hari ini, selepas periode kontestasi yang ketat. Benarkah pemerintah dalam konteks kuasa eksekutif yang kembali terpilih, tidak terbebani masa lalu?Â
Bagaimana dengan setumpuk janji kampanye, serta mengecewakannya pengambilan keputusan di periode akhir-akhir ini. Tidakkah akan menjadi modal negatif bagi awal fase pemerintahan kedua kalinya? Kita perlu melihat dinamika yang terjadi.
Lalu apa arti keputusan "gila" dan kebijakan "miring-miring"? Publik bertanya, jangan-jangan inilah bentuknya. Format keputusan dalam pengambilan kebijakan yang berkenaan dengan hajat publik, dilakukan secara "gila-gilaan".
Kalaulah elemen mahasiswa mulai bergerak kritis, bisa jadi kegilaan itu sedemikian gilanya sehingga perlu dikoreksi. Kelompok mahasiswa yang rasional dan kritis itulah yang justru tidak terbebani kepentingan politik praktis di dalam kekuasaan. Mereka lapisan moralis yang patut didengar. Mengambil jarak dari suara yang disampaikan bisa menjadi bumerang berbahaya.
Titik solusi untuk bisa keluar dari serangkaian masalah yang muncul saat ini, adalah dengan memperkuat kemampuan berempati dan sensitif pada keluh kesah publik. Bila tidak, muara komunikasi pemerintah akan berbalik menghantam dirinya sendiri. Tentu kita tidak berharap hal itu terjadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H