Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Fraud, Defisit dan Kewajiban Etis BPJS Kesehatan

6 Agustus 2019   02:52 Diperbarui: 7 Agustus 2019   16:56 587
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ILUSTRASI - Warga menerima Kartu Indonesia Sehat (KIS) yang diserahkan secara simbolis oleh Presiden Joko Widodo di Kantor Pos Kampung Melayu, Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur, Rabu (13/5/2015). (KOMPAS.com / RODERICK ADRIAN MOZES)

Rujukan dari Fraud yang paling elementer pada layanan medis hanyalah phantom billing, manakala tidak ada pasien tetapi masih mengajukan tagihan klaim. Berbagai jenis model Fraud lainnya, beririsan tipis dengan kewenangan medis, disini seharusnya analisis profesi medis yang diutamakan, karena kasus medis harus dilihat dalam kacamata medis.

Konstruksi pesan itu lagi-lagi muncul pada berita (30/7), "Defisit BPJS Kesehatan Tahun Ini Rp 28 Triliun Sri Mulyani Endus Ada Indikasi Kecurangan". Ditingkat pengambil kebijakan menguatkan makna pesan tentang curang, kecurangan dan perilaku manipulatif. Penghakiman yang membabi buta mengakibatkan dunia layanan kesehatan babak belur. Situasinya pelik, belum terbayarnya klaim diimbuhi dengan tudingan Fraud.

Imej negatif itu menjadi melekat. Padahal bila Fraud dimaknai sebagai kepalsuan, kecurangan, kebohongan dan tindakan sepihak. Kita juga dapat bertanya bagaimana bila Pemerintah cq BPJS Kesehatan terlambat membayar klaim secara sepihak? Bukankah itu Fraud atas kerangka perjanjian kerjasama? Dunia memang terbalik, bergantung dominasi kuasa.

Sesungguhnya pukulan telak itu terletak pada penguatan sikap ketidakpercayaan publik. Dengan memperkuat narasi tentang Fraud, kalangan medis kehilangan martabat. Dipandang penuh curiga gerak-geriknya. Padahal konsep dasar pelayanan medis adalah mutual trust, lantas bagaimana bisa mendapatkan hasil maksimal dari penanganan kesehatan bila didasarkan pada ketidakpercayaan.

Pada kajian wacana, berita sebagai struktur teks terkait dengan teks lain yang diproduksi. Melalui kedua berita tersebut, lengkap sudah derita pelayanan kesehatan. Diharuskan menangani pasien secara paripurna, sekaligus ditunjuk hidung melakukan kecurangan  medis, jelas sebuah perkara yang juga perlu dipahami oleh publik.

Defisit Tanggung Jawab Etis

Pada bagian penghujung, konstruksi bentuk yang dikumandangkan mengenai Fraud, lebih disebabkan karena faktor kegagalan perencanaan program BPJS Kesehatan. Defisit yang terjadi, karena tekornya penerimaan dibanding pengeluaran program tersebut, membuat pendekatan berbasis kecurigaan dikembangkan. 

Padahal ujung perkaranya terang benderang, soal nilai premi kesehatan yang tidak sesuai kalkulasi aktuaria. Dengan begitu, problem defisit sesungguhnya sudah diprediksi sebelumnya. 

Sebelumnya, di berita yang lain (29/7) "Defisit BPJS Kesehatan Diproyeksi Tembus Rp 28 Triliun, Jokowi Gelar Rapat Terbatas di Istana", banyak usulan yang akan dimajukan sebagai evaluasi atas problem defisit. Maka seharusnya, fokus prioritas akan menyoal masalah defisit dengan mengatasi defisit dalam jangka pendek, dan melakukan pembenahan mengatasi defisit pada jangka menengah-panjang.

Format solusi yang ditawarkan akhirnya muncul, "Pemerintah Berencana Naikkan Tarif Premi BPJS Kesehatan" (31/7). Sebagai sebuah rencana, hal itu tentu perlu disambut baik. Terlebih sudah lama premi BPJS Kesehatan tidak mengalami perubahan. 

Lebih jauh dari itu, sejatinya besaran tarif jasa pelayanan kesehatan juga bahkan tidak pernah berubah alias mandek, padahal besaran biaya operasional terus naik. Strategi menaikan nilai premi harus diselaraskan dengan nilai aktuaria yang berlaku dalam proyeksi saat ini, bila tidak problem defisit kelas akan kembali berulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun