Sementara Nasdem menguatkan mekanisme kampanye above the line pada media pemberitaan yang dimilikinya, serta kemampuan untuk masuk bersama di daerah kubu koalisi membuat Nasdem memiliki peluang perluasan pengaruh, menjadi penjelas kenaikan suaranya.
(c). Partai kecil dengan suara parlemen dibawah 5%, praktis tersisa PPP (4.6%) menjadi elemen penyerta bagi petahana, tentu akan berkonsentrasi melakukan pemulihan partai pasca persoalan internal yang mendera dan kasus OTT KPK Ketua Partainya. Penurunan suara PPP terjadi secara dalam, meski masih terbantu dengan dukungan pemilih tradisional PPP.
Secara keseluruhan koalisi petahana yang mampu meloloskan diri dari batas aman melaju ke parlemen mencapai 54% sebuah angka yang terbilang besar, meski tidak dominan, dengan demikian hasil kompromi dan negosiasi diantara anggota koalisi menjadi titik pencipta keteraturan dan harmoni. Meski PDI-P menjadi yang terbesar, tetapi tetap dibutuhkan kawan sebarisan untuk memuluskan jalan kekuasaan.
Dibagian kelompok partai politik yang menjadi penantang, maka perolehan suara yang didapat terbilang merata, hanya terbagi menjadi dua cluster saja, yakni:Â
(a). Partai besar dengan perolehan diatas 10%, yang secara praktis hanya diisi Gerindra (12.84%) sebagai penentu koalisi oposisi, akan berperan menjadi penggerak dan inisiator.
Keuntungan efek ekor jas diperoleh karena partai ini menjadi partai asal dari pasangan yang berkontestasi di Pilpres. Hal tersebut yang menjelaskan kenaikan suara Gerindra. Basis tradisional nasionalis pemilih Gerindra, terbukti memiliki struktur yang telah teruji.
(b). Partai menengah dengan dukungan diantara 5-10%, terisi oleh PKS(8.62%), Demokrat (8.03%) dan PAN (6.62%). Kekuatan gabungan ini masih menjadi potensi pendukung kekuatan oposisi.Â
Bila dirunut dengan aspek riwayat oposisi, PKS adalah sekondan Gerindra. Sejak 2014, PKS adalah partner yang tidak terpisahkan dalam banyak kesempatan agenda politik. Kekuatan kader dengan kemampuan mobilisasi yang baik membuat PKS mampu melewati tantangan Pemilu yang semakin dinamis. Tidak heran perolehannya justru mengalami kenaikan.
Sementara itu Demokrat, pasca estafet figur sentral dari SBY ke AHY perlu melakukan perbaikan pola komunikasi internal, terlebih akibat luka dalam akibat terseretnya kader Demokrat pada berbagai kasus hukum serta konflik internal setelah masa lepas jabatan SBY sebagai Presiden pada 2014.
Penurunan perolehan suara Demokrat terbilang signifikan, perlu ada koreksi lebih lanjut strategi partai, ada kemungkinan berkompromi dengan pemenang Pilpres adalah cara yang dapat ditempuh.
Pada sisi lain, pola penempatan Caleg di PAN yang mengandalkan tingkat popularitas publik, tetap mampu meraih simpati publik meski perlu berjuang lebih keras untuk menyakinkan basis pemilihnya. Salah satu penghambat laju penurunan basis suara PAN secara lebih dalam adalah karena komitmen untuk berada di jalur umat, dengan pendekatan berbasis identitas keagamaan. Dalam rekam jejaknya di 2014, PAN pernah berayun merapat pada kekuasaan.