(b). Cluster partai yang memiliki pengalaman kontestasi 2014 sebagai partai kecil, dan lolos kembali untuk berkontestasi di 2019, yakni Hanura (1.35%), PBB (0.75%) dan PKPI (0.23%).
Bagaimana menyoal Partai Hanura, PBB dan PKPI? Pengalaman melewati berbagai periode pemilu sebelumnya ternyata bukan jaminan. Tokoh partai berlevel nasional tidak mampu mendongkrak keterpilihan. Gelanggang politik yang berubah secara dinamis tidak mampu diantisipasi, terlebih friksi dan perpecahan internal partai terjadi, semakin mengecilkan potensi untuk mendulang suara.Â
Terkait Hanura, ambigu Ketua Partai yang justru mencoba melenggang melalui DPD adalah bentuk anomali. Sementara PBB, kegamangan untuk menyatukan kekuatan partai, semakin menyulitkan dan seolah terlambat terjadi ketika Ketua Partai justru masuk ke ruang pertempuran Pilpres yang tidak mendapat dukungan dari arus bawah.
Dibagian yang nampak terpuruk adalah PKPI, upaya regenerasi kepemimpinan, serta dukungan pada incumbent di Pilpres ternyata tidak mampu menjadi sarana efektif dalam mendulang suara, bahkan hasil perolehan suaranya merupakan yang terkecil diantara seluruh partai kontestan, berdasarkan Quick Count.
(c). Cluster partai baru yang terafiliasi pada kekuatan historikal, ataupun yang tidak tersosialisasi ke publik sebagai partai debutan, yakni Berkarya (2.12%) dan Garuda (0.53%).
Pada sisi ini, Partai Berkarya sebagai besutan keluarga Cendana dengan figur Tommy Soeharto mencoba menghadirkan romantisme masa lalu, menggunakan basis kekuatan pecahan Golkar yang masih terasosiasi dengan Orde Baru adalah basis yang menjadi konstituen partai.
Sementara itu, Partai Garuda memang kurang terlihat sejak awal kemunculannya. Agresivitas yang rendah dan kemampuan terbatas menempatkan partai ini dengan perolehan yang minimal.
Peta Wakil Rakyat 2019
Bila kita telaah atas perolehan beberapa partai yang lolos ke parlemen, maka basis ikatan yang mungkin dilakukan adalah berdasarkan cluster perolehan suara yang terpolarisasi pada dukungan pada kekuatan kontestasi Pilpres. Dengan begitu dapat diurai menjadi:
(a). Partai besar kekuatan pendukung petahana tingkat perolehan suara diatas 10%, yakni PDI-P (19.97%) dan Golkar (11.89%). Keduanya akan menjadi lead koalisi yang menentukan serta memainkan pola pembagian tugas di parlemen. PDI-P jelas partai yang mendapatkan dampak elektabilitas melalui jalur Pilpres, karena yang dimajukan adalah figur dari PDI-P.Â
Sedangkan Golkar, tetap teruji sebagai partai yang memiliki kemampuan pengelolaan organisasi meski dirundung berbagai masalah hukum mulai dari Ketua Partai hingga kader terbaiknya. Meski suaranya terkoreksi, Golkar masih menjadi partai berpengaruh.
(b). Partai menengah dengan rentang dukungan 5-10% disisi incumbent, yaitu PKB (9.27%) dan Nasdem (8.27%). Merupakan loyalis petahana yang konsisten, tentu akan menjadi pelengkap benteng koalisi dari gempuran kontestan oposisi. PKB menjadi pemain kunci koalisi, kemampuan mengusung figur yang merepresentasikan NU sebagai kekuatan inti PKB membuat suaranya bertambah.Â