Pembangunan jalan di tanah air secara kolosal pernah dimulai pada zaman kolonial, terbentang sepanjang Anyer-Panarukan, yang menjadi jalan pos untuk kepentingan keamanan serta kedudukan Belanda dibawah Gubernur Jenderal Daendels.
Prioritas Sekunder
Lalu dimana letak kedudukan jalan komersial? Sifatnya tentu sekunder dalam tata urutan pembangunan, setelah pemenuhan hak dasar atas jalan publik telah tuntas diselesaikan.Â
Bukan sebaliknya, hak dasar jalan publik tidak terpenuhi secara optimal, lalu inisiatif pembangunan jalan komersial menjadi solusi pamungkas.
Dalam tinjauan Davidson, tender infrastruktur sering menjadi kavling bagi kepentingan ekonomi politik elit, yang mencari keuntungan dengan melakukan penjualan kembali hak atas konsesi ruas tol yang dimiliki kepada pihak lain. Keuntungan dari rente tersebut pada akhirnya juga akan mengalir untuk kepentingan politik.
Mengapa begitu? Karena melalui regulasi dan aturan yang dibentuk pada jalur politik lah, kavling-kavling sumber ekonomi dapat diambil oleh para elit.Â
Pada bentuk yang lebih rinci dalam menerangkan kepentingan ekonomi, maka terhentinya pembangunan infrastruktur dasar jalan publik, dapat dimaknai sebagai alasan untuk menstimulasi usulan jalan komersial dengan berbagai konsekuensinya.
Lalu, apa hakikatnya yang primer dalam pembangunan? Sejatinya manusia adalah tujuan terbesar pembangunan, jangan terbalik, infrastruktur selesai baru manusia dibangun, karena dengan demikian hal tersebut semakin menegaskan bila unsur manusia terdegradasi dalam ukuran pembangunan fisik.
Jadi apa yang tersisa sesuai pertanyaan diawal atas semua proyek pembangunan tersebut? Pertama: penataan ulang pembangunan fisik berdasarkan prioritas, Kedua: kebersamaan dalam merumuskan kepentingan manusia sebagai modal kekuatan bangsa, Ketiga: penguatan basis negara kepulauan dengan basis utama.
Jangan sampai manusia terlupakan dari lajunya derap pembangunan, tak terlihat dalam banyak kesempatan, kecuali ketika pemilihan umum menjelang diperhitungkan hanya sebagai angka-angka!.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H