Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Komunikasi Krisis pada Blunder Partai Politik

17 Maret 2019   05:50 Diperbarui: 17 Maret 2019   06:04 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bagi kepentingan partai politik, hal ini menjadi pembelajaran yang berharga, setidaknya pada dua level; (a) memperteguh komitmen integritas individu dalam organisasi, serta (b) memastikan berjalannya manajemen krisis sebagai mitigasi risiko atas bencana politik yang tidak terduga. 

Hal ini penting, termasuk mengatasi kendala melalui upaya pengendalian yang terukur. Sikap yang over defensif atau bahkan terlalu reaktif jelas tidak akan menghadirkan simpati publik. Pilihan yang tersedia adalah bersikap jujur dan terbuka.

Pada tahap ini, rotasi pergantian posisi bisa tertangani dengan baik, maka yang harus segera dilakukan adalah menjalin komunikasi internal dan eksternal dari waktu ke waktu. Identifikasi psikologis organisasi tentu mengalami kegoncangan, sehingga perlu kerja stabilisasi dalam tempo yang singkat, pemilihan tokoh senior di dalam partai terbilang tepat, untuk mendapatkan efek ketokohan.

Tampuk kuasa internal partai yang telah berpindah, membutuhkan arahan baru, di bawah kendali pelaksana tugas. Mengingat tidak banyak waktu tersisa, maka konsentrasinya adalah memastikan tidak terpecahnya dukungan yang telah ada, karena sulit membayangkan kemungkinan untuk menarik simpati baru dalam termin yang pendek.

Keuntungan bagi Oposisi?

Sedikit banyak, efek penurunan elektoral paslon yang terasosiasi dengan tokoh politik yang tertangkap pada kasus korupsi, memberikan tambahan amunisi bagi pihak oposisi. Ingat bahwa dalam momentum krisis terdapat pula situasi peluang bagi pihak lain yang jeli melihat ruang kosong yang tidak terkelola.

Kasus OTT KPK menjadi tidak berdampak bagi para die hard kedua kubu, pemilih loyal dan tradisional. Kemungkinan mampu menggoyahkan posisi pemilih rasional. Tetapi harus dilihat seberapa kuat hal ini juga mempengaruhi undecided voters. 

Apakah dengan blunder ini, justru semakin menambah kekecewaan publik dengan tidak mengambil bagian dari partisipasi politik alias golput. Ataukah kubu oposisi akan dapat menikmati situasi ini?. Jawabnya sangat bergantung pada kemampuan mengelola emosi ketidakpuasan publik.

Krisis menghadirkan fenomena ketidakpercayaan, distrust timbul dan kemudian mendekonstruksi perspektif positif publik dari periode politik kali ini. Dibutuhkan kelihaian kubu oposisi, dalam menjelaskan apa yang terjadi melalui kondisi ini, serta komitmen untuk tetap menjaga marwah koalisi dan partai, sekaligus mengajukan tawaran atas realitas politik yang terjadi, hal itu dapat menjadi sarana sekaligus instrumen menarik simpati.

Jangan sampai kubu oposisi hanya terjebak pada kerangka pembangunan aspek emosional semata, karena dalam posisi limbung koalisi petahana, maka kombinasi light jab, hook dan uppercut yang diarahkan terfokus, akan membantu merobohkannya!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun