Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspada Krisis, Menjejak Dimensi Ekonomi

6 September 2018   10:12 Diperbarui: 6 September 2018   10:58 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(ekonomi.kompas.com)

Sementara itu, high tech product yang menggunakan basis sistem produksi yang terlalu tinggi memang masih menjadi persoalan. Tetapi untuk produk yang berbahan baku lokal, arah pembangunan harus menuju kepada penguatan kapasitas kemampuan produksi internal, mengatasi ketergantungan import dan memberi nilai tambah atas produk.

Pun kelebihan yang spesifik bisa dijadikan sebagai penguat transaksi eksport, dalam logika persaingan, maka kita akan masuk ke negara-negara yang memiliki peluang pasar yakni terdapat kebutuhan yang bersesuaian dengan hasil produk kita. Target dalam jangkauan dekat wilayah Asia dan Afrika mungkin masih bisa digarap, dengan melihat peluang yang ada.

Bagaimana import? Pada beberapa kasus, importase justru terjadi karena kegagalan sistem dalam kolektif data, sekalilagi angka-angka yang terkonsolidasi tidak bisa terverifikasi, bisa jadi terdapat arah pengambilan keputusan dan kebijakan yang salah dari kekeliruan pembacaan data.

Tidak menutup kemungkinan adanya peluang pemburu rente dari kebijakan yang diambil, sehingga rumusan keputusan menjadi persoalan baru. Barang import melimpah, harga turun, tetapi daya beli tidak kunjung membaik, khususnya disektor pangan, para petani justru bisa sangat mungkin dirugikan.

Bauran Kebijakan

Kalau sudah begini, apakah krisis terjadi? Ada adagium &what doesn't kill you makes you stronger& ada benarnya, tapi menderita berkepanjangan membuktikan bila kita tidak juga belajar dari kondisi historis yang pernah dialami bangsa ini. Angka, data, fakta bisa diperdebatkan, bisa jadi karena indikator kuantitatif juga tidak lepas dari error dan upaya manipulasi. 

Apakah kita sedang krisis? Dilihat dari soal currency sudah seharusnya waspada, meski kekhawatiran berlebih juga justru memperdalam ruang ketidakpercayaan. Mungkinkah krisis? Bisa jadi, bila kita abai dengan tanda dan gejala yang nampak. Pengalaman medio '98 terjadi krisis ekonomi yang kemudian berimbas pada konsisi krisis multidimensi, fundamental ekonomi yang disebut kuat hanya nampak seperti rumah kertas yang tertiup angin.

Bukankah kini kondisinya berbeba? Kehati-hatian adalah prinsip yang dikembangkan baik dalam kondisi normal maupun ekstrim. Pemangku kebijakan pun harus paham bila &pujian kerap melanakan, sementara kritik membuat kita terjaga&, sikap resisten dan antikritik, jelas menunjukan wajah sejati kekuasaan atas potensi kebenaran diluar dirinya. Sebaiknya diterima sebqgai konsekuensi alam demokrasi, termasuk untuk dapat dipertimbangkan.

Beberapa hal diatas, adalah titik awal cermatan yang perlu diperhatkkan,perlu bauran kebijakan,dan para elit yang berkuasa baik di pemerintahan dan legislatif harus bersama membumikan kebijakan yang substansial. Bersikap pasif dan menunggu perubahan organik, adalah kesia-siaan. Bertindak antisipatif yang over reaktif tanpa basis yang kuat pun menjadi kehampaan. Jadi bagaimana? Siapkan strategi terukur, dalam logika membangkitkan kemampuan mesin ekonomi nasional pada orientasi awal kebutuhan dasar konsumsi nasional yang akan terus dikembangkan seiring horison waktu.

Bagaimana peran swasta? Pasti akan dilibatkan, yang terpenting adalah komitmen politik pemerintah dan arah kebijakan yang supportif, mungkinkah? Semua berpulang pada konsep dan cara pandang kita terhadap masalah ekonomi kita hari ini, hanya berpikir sebatas durasi masa jabatan atau mempersiapkan kebangkitan bangsa dalam waktu yang panjang dimasa depan. Siapapun pemimpinnya, menundukkan letak atas masalah serta solusi perekonomian ini, jelas tidaklah mudah!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun