Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Harga BBM dalam Kajian Kebijakan Publik

5 Juli 2018   06:06 Diperbarui: 5 Juli 2018   09:25 2880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: AFP Photo/ Sonny Tumbelaka

Status diberbagai linimasa sosial media heboh, kali ini soal kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), harga BBM domestik menyesuaikan dengan harga ekonomis komoditas tersebut dilevel internasional.

Tentu kegaduhan dalam bidang ekonomi itu -soal kenaikan harga komoditas, juga dikorelasikan dengan aspek politik, sesuatu yang wajar saja mengingat tahun politik telah menjelang.

Publik pun kembali terbelah, sebagian mempertanyakan keputusan yang dirasakan tidak tepat secara momentum, disisi yang berbeda kebijakan tersebut dianggap tepat mengatasi arus kas defisit dari penjualan BBM yang lebih rendah dari nilai keekonomiannya.

Melalui kajian atas kebijakan publik, terkait studi kasus kenaikan harga BBM, maka ada banyak hal yang dapat dipelajari. Dan hal itu penting, agar publik memahami posisi dan peran pentingnya sebagai objek terdampak atas kebijakan, sekaligus menjadi subjek bagi perubahan kebijakan itu sendiri.

Kebijakan publik adalah bagian dari mekanisme decision making -pengambilan keputusan atas pemetaan sebuah masalah, maka identifikasi persoalan yang substansial menjadi penting sebelum opsi solusi dimunculkan.

Sebagian kalangan menilai, kenaikan harga BBM adalah hal yang normal mengingat kita mengikuti harga minyak dunia, dan tidak perlu ditanggapi berlebih, agaknya terdapat kekeliruan berpikir dalam hal ini.

Pertama: partisipasi publik sebagai bentuk keterlibatan pengambilan keputusan bagi publik itu sendiri adalah bagian dari hak warga negara, jadi sah saja beropini, mengutarakan pendapat, termasuk melakukan kritik secara kritis.

Kedua: kritik kritis harus berbasis data argumentatif? Hal ini bukan menjadi sebuah keharusan, publik bukanlah peneliti yang kuat dalam sokongan data, dan seluruh kompilasi data juga tidak mudah diakses publik, jadi kritik kritis publik bisa dibagun secara rasional dalam konteks common sense.

Ketiga: pemerintah ditunjuk dan diangkat untuk melakukan pengelolaan hajat hidup publik, dengan demikian prioritas utamanya adalah kepentingan publik dalam jangka panjang. Kenaikan harga BBM adalah kebijakan jangka pendek dengan dampak jangka panjang, menyebabkan kenaikan bagi ongkos distribusi, harga barang, nilai inflasi, lonjakan kebutuhan hidup, untuk hal itu diperlukan tinjauan utuh, pemerintah dalam hal ini justru memiliki akses terhadap keseluruhan data.

Keempat: pada barang komoditas dasar bagi publik, maka pemerintah diberi hak monopoli, maknanya bahwa pemerintah bertransaksi jual beli dengan publik, faktor public service obligation menjadi lebih utama dari sekedar profit oriented.

Kelima: ketergantungan pada BBM sesungguhnya menyebabkan kerentanan dari waktu ke waktu, sayangnya kita tidak banyak belajar, konsep Energi Baru Terbaharukan (EBT) belum juga diadopsi dalam konteks konsumsi energi nasional.

Keenam: pada titik dimana harga minyak ditetapkan floating price, maka integrasi kebijakan lain harus ditempuh secara sinergis, seperti pembangunan dan penguatan transportasi massal bagi publik, lantas apa makna jalan bebas hambatan tol selain mendorong konsumsi transportasi pribadi.

Ketujuh: dalam konsep kebijakan publik, terdapat arah target sasaran kebijakan serta upaya mitigasi dampak risiko, kelompok publik mana yang diidentifikasi terdampak kebijakan? Apa langkah alternatif penanganan? Bagaimana proses serta mekanisme pengalihan alokasi subsidi bagi kepentingan publik terdampak? Jelas diperlukan langkah-langkah susulan terkait kenaikan harga BBM.

Kedelapan: soal keterbukaan dalam pengambilan keputusan publik, tentu pola transparansi kebijakan harus dinyatakan dalam alasan-alasan yang logis, dan diumumkan kemuka, tidak bisa secara seketika kebijakan berlangsung saat diumumkan, justru hal tersebut memperlihatkan seolah pemerintah tidak mempersiapkan diri secara serius.

Dengan demikian, apakah kebijakan kenaikan harga BBM kali ini tepat? Tergantung pada sisi mana Anda melihatnya, tetapi yang pasti perlu ada pembenahan dalam model pengambilan kebijakan publik yang berkeadilan.

Lalu apakah kebijakan atas harga BBM berkonsekuensi atas perubahan politik merujuk pergantian presiden? Maka Anda jelas perlu menunggu waktu konstitusional yang telah ditetapkan pada 2019.

Sekali lagi, isu kenaikan harga BBM bisa jadi dan sangat mungkin menjadi bahan kampanye bagi kelompok oposisi dalam membangun sentimen publik, dan bagi kelompok pro pemerintah harus mampu mempersiapkan basis argumentasi yang mendalam untuk melakukan counter opinion.

Pemerintah yang berkuasa tentu tidak perlu antipati terhadap kritik kritis, justru dengan penguatan basis kebijakan melalui kritik kritis dapat menjadi kekuatan dan modal bagi periode pemilihan selanjutnya. Harus dipastikan orientasi kekuasaan bagi siapapun, ditujukan untuk kemaslahatan publik, bukan sekedar kepentingan bagi golongan atau bahkan sekedar mempertahankan jabatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun