Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjejal Kesepahaman Persepsi pada Layanan Kesehatan

18 Februari 2018   21:32 Diperbarui: 19 Februari 2018   06:56 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kedua: basis dasar bangunan kerjasama tersebut adalah terbentuknya mutual trust untuk bersinergi. Sikap terbuka dan saling percaya bersifat wajib.

Problem utamanya saat ini, dalam dunia yang instant kita hidup dalam kecepatan, bahkan terburu-buru. Semuanya, merasa menjadi prioritas. Penanganan medis memiliki basis indikasi penentuan prioritas yang berbeda dari persepsi publik, sesuai kondisi medis pasien.

Masalahnya, teknologi menjadi medium yang cepat menyebarkan kabar buruk. Sementara, keberhasilan pelayanan hanya menjadi konsumsi pribadi, maka ketidakpuasan diumbar menjadi tontonan khalayak.

Dalam bahasa bisnis, ketidakpuasan adalah rasio perbandingan harapan atas realita, atau dapat pula merupakan nisbah antara benefit yang diterima dengan pengorbanan yang dikeluarkan. Hal ini bisa bermakna ganda.

Ekspektasi yang diharapkan bisa jadi berlebih, terutama bila berasumsi kesembuhan dapat dipastikan secara mutlak oleh pelayanan medis. Sementara disisi yang lain, bisa jadi terdapat kekurangcakapan kompetensi dari pemberi layanan kesehatan.

Sepintas, keduanya tampak terlihat pada studi kasus di RS Dr Sutomo, kegagalan dalam memberikan penjelasan atas alasan kekosongan, langsung direspon secara emosional oleh kedua belah pihak. Perlu diperdalam duduk perkaranya, agar tercipta harmoni kerjasama.

Kunci utama dalam membangun kesepahaman dalam dunia kesehatan adalah menempatkan empati masing-masing pihak. Berpikir dalam posisi terbalik, mengandaikan pasien adalah keluarga dekat -bagi pemberi layanan, atau memahami load aktifitas dari seorang tenaga kesehatan  -untuk penerima layanan.

Lebih jauh, kita secara keseluruhan, memang kekurangan kesabaran untuk bisa membangun komunikasi jauh lebih baik!.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun