Mohon tunggu...
Yudhi Hertanto
Yudhi Hertanto Mohon Tunggu... Penulis - Simple, Cool and Calm just an Ordinary Man

Peminat Komunikasi, Politik dan Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menanti Rindu Alam "New Reborn"

21 Desember 2017   20:22 Diperbarui: 22 Desember 2017   03:13 2335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Tribunnews.com

Rindu Alam adalah legenda. Restoran yang berada di Puncak ini memang menawarkan pengalaman kuliner dengan suasana dan panorama keindahan alamnya.

Dijalur jalan yang berkelok, berhadapan dengan sisi tebing dan jurang diketinggian, dengan suguhan pemandangan perkebunan teh menghijau, sambil sesekali kabut turun bersama dengan udara dingin.

Tanpa pendingin ruangan, hawa sejuk sudah merasuk. Soal rasa kulinernya, tidak terbilang spesial. Namun dingin itu penghantar efektif bagi rasa lapar. Pada saat itulah, makan akan terasa dinikmati.

Konsep tempat makan yang ditawarkan memang untuk resto keluarga. Ruang makan tersedia secara terbuka. Dan bersantap menjadi nikmat sembari bercerita, dalam kehangatan sebuah keluarga.

Masalah harga, tergantung bagaimana Anda mempersepsikan ilustrasi tersebut diatas, menjadi sebuah ukuran nilai nominal. Karena harga makanan bukan sekedar masalah makan semata, ada ruang bersama untuk menikmati panorama alam persis seperti namanya Rindu Alam.

Setidaknya ditahun depan, resto Rindu Alam resmi akan digusur sebagai ruang terbuka hijau. Proses ijin pengelolaan lahan telah berlangsung hampir empat dekade lamanya.

Sementara berbagai restoran disepanjang jalur Puncak telah merevitalisasi dirinya, menawarkan konsep yang memadukan aspek hiburan, kuliner dan nuansa alam secara terintegrasi.

Rindu Alam hampir tidak banyak berubah, bahkan sejak awal pendiriannya. Konsepnya terbilang stagnan, mungkin juga karena keterbatasan lahan.

Mungkinkah Reborn?

Sejak pembukaan akses tol Cipularang sebagai alur arus Jakarta menuju Bandung, geliat ekonomi di Puncak mengalami kondisi penurunan.

Waktu tempuh ke Bandung via Puncak dahulu mencapai 5 hingga 6 jam lamanya, kini hanya perlu 2 sampai 3 jam saja. Dengan demikian efisiensi waktu terjadi, dan secara bersamaan Puncak tidak lagi menjadi jalur utama melainkan alernatif saja.

Situasi ini jelas membuat geliat ekonomi disepanjang Puncak, ikut terdampak. Tapi itu konsekuensi logis yang tidak dapat dielakkan.

Problemnya, stakeholder yang bertindak sebagai parapihak terkait perlu berkomunikasi dan merumuskan bentuk keunggulan baru dari kawasan Puncak. Inisiasinya tentu perlu dimulai, dari komitmen pemerintah daerah.

Lalu, bagaimana menakar Rindu Alam? Sekurangnya ujicoba pembuatan Rindu Alam II pernah dilakukan, namun kemudian ditutup, jejak papan namanya masih terlihat dijalur Pucak.

Kelebihan dari Resto Rindu Alam adalah kombinasi dari faktor nonkuliner, setidaknya demikian cermatan saya. Lokasi dan panorama itu adalah keunggulan bersaingnya.

Problem-nya, model bisnis seperti ini tidak mudah bersaing dimasa depan, terlebih bila tidak dikelola dalam bentuk branding secara berkelanjutan.

Segmen pasarnya saat ini adalah para pencari kuliner nostalgia. Transformasi untuk masuk ke segmen yang lebih kekinian tidak dilakukan.

Nama yang melegenda itu tidak memperbaharui dirinya. Dunia digital sebenarnya menawarkan kemudahan serta kepraktisan dalam merawat merek dagang.

Pilihannya ada beberapa, (1) menanti kompensasi penggusuran lalu berhenti (2) membuka lokasi baru dengan skema bisnis lama atau (3) memulai bisnis dengan branding baru ditempat yang baru.

Warisan nama merek Rindu Alam sudah kuat pada generasi awal 80-90an. Hal ini bisa menjadi keunggulan, tapi bertahan semata tanpa keunggulan spesifik, adalah hal yang sulit.

Metode dan cara baru perlu dibuat. Kini pilihan tempat bersantap disekitar Puncak jug semakin variatif. Tengok Bumi Aki atau Cimory bisa jadi model indikator.

Tidak harus mengikuti modelnya, tetapi juga bisa menemukan gaya sendiri melalui pendekatan baru dan berbeda. Pada posisi Product Life Cycle, maka posisi bisnis Rindu Alam ada dalam taraf maturity to decline.

Salah satu langkah yang perlu direformulasi, pada bisnis yang sedang dalam taraf penurunan, adalah rejuvenasi (penyegaran). Dalam hal ini, model penyegaran yang dapat dilakukan adalah fokus dari perubahan format bisnis.

Terdapat beberapa opsi yang dapat diambil, teori strategi generik memberikan beberapa pilihan (1) cost leadership (2) focus (3) differentiation.

Apakah akan konsisten pada segmen market awal generasi 80-90, atau sekaligus menyasar pasar yang baru menuju millenials. Digital branding dengan berbagai kanal digital, sudah menjadi kewajiban. Spot selfie dan wefie yang Instagramable ditambahkan.

Sebab mungkin agak sulit mencari spot yang penuh keindahan alam, seperti lokasi Rindu Alam sebelumnya. Karena itu, melalui kreatifitas dan inovasi keunggulan baru harus dibentuk. Termasuk pembenahan aspek kuliner, yang memunculkan taste mumpuni.

Kita mungkin perlu menunggu konsep Rindu Alam New Reborn atau kemudian hanya menyimpan kenangan tentang nama restoran yang telah menjadi legenda pada masanya.

Semoga saja!.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun