Pertanyaan diatas sesungguhnya hal yang retorik, karena aturan yang kita miliki dalam perundang-undangan dengan hal profesi keperawatan memperbolehkan dilangsungkannya praktik mandiri keperawatan.
Lalu apa yang sesungguhnya perlu dipertanyakan? Bagaimana cara mendorong stimulasi keinginan kewirausahaan bagi perawat, yang masih dominan dalam pemahaman tradisional yang berkerja pada institusi kesehatan?.
Ini jelas sebuah pekerjaan besar, butuh waktu dan tenaga untuk membentuk mental berwirausaha, termasuk didalamnya menjadi individu yang mampu melihat peluang sekaligus memformulasi bentuk solusi atas persoalan yang timbul tersebut.
Pada pandangan konvensional, perawat lebih banyak bertindak sebagai follower serta doeratas perintah tenaga medis. Ibarat pada sebuah kapal, posisi nahkoda (dokter) memang tidak bertukar peran dengan anak buah kapal (perawat).
Meski telah dituangkan dalam sebuah aturan formil yang baku, gaung praktik mandiri keperawatan masih sangat terbatas dibanding rekan profesi lain semisal bidan. Ilmu keperawatan ditanah air masih mengadopsi pemahaman basic yakni diseputar persoalan caring(merawat).
Kemudian yang terbentuk adalah fixed mindset, dikepala para perawat. Pilihan yang tersedia adalah bekerja diintitusi kesehatan, baik negeri maupun swasta. Masalahnya jumlah lulusan ilmu keperawatan terbilang besar, sekurangnya terkonfirmasi via PPNI 75 ribu lulusan/ tahun.
Besarnya kuantitas ini, belum secara optimal terkonversi menjadi sebuah kualitas. Hal yang menjadi ironi, diera globalisasi. Terutama dibandingkan dengan Philipina misalnya yang telah menjadikan lapisan perawatnya sebagai tenaga terdidik untuk siap bekerja dipasar internasional.
Uang dalam Peluang
Mengubah fixed mindset menjadi open mindset membutuhkan waktu. Mendorong kualitas standar nasional menjadi berlevel internasional butuh proses yang menengah-panjang. Sementara itu, terdapat peluang yang dimungkinkan dalam aspek kewirausahaan profesi keperawatan.
Dalam seminar internasional bertajuk Get Future with Nursepreneurship, setidaknya dibanding beberapa negara tetangga, diranah implementasi ilmu keperawatan, kita memiliki satu posisi yang lebih baik. Di Malaysia, Thailand dan Kamboja, terdapat restriksi yang menyebabkan terjadinya kesulitan dalam pelaksanaan praktik mandiri keperawatan.
Khususnya di negeri jiran Malaysia, praktik keperawatan hanya diperbolehkan bila bergabung dengan tenaga medis dalam hal ini dibawah instruksi dan supervisi dokter. Lain lagi dengan kondisi yang terjadi di Thailand, praktik keperawatan juga masih dibawah bayang-bayang institusi kesehatan ditingkat rumah sakit.