Gerimis dan kabut tebal menyambutku saat turun dari bus di Fuji Subaru Line 5th Station, yang populer dengan sebutan Gogōme. Waktu hampir tengah hari. Artinya perjalanan dari Tokyo Station hampir dua jam lebih lama dari perkiraan. Kemacetan di Chuo Expressway tadi membuat transit di Kawaguchiko Station lebih lama. Lain kali naik kereta sajalah. Agar tidak kemalaman, terpaksa deh makan siang dilewatkan. Padahal aroma chikin karaage begitu menggoda. Setelah kencangkan tali sepatu, pakai jas hujan dan rain covernya backpack, kaki pun dilangkahkan. Ganbatte ne.
Trailhead atau 1st Station Fuji Subaru Line atau Yoshida Trail ini ada di Kitaguchi Hongu Fuji Sengen Jinja di ketinggian 850 mdpl. Namun kebanyakan pendaki mulai dari Gogōme, 2.300 mdpl. Selain jalur ini, ada tiga jalur lainnya yaitu Subashiri, Gotemba dan Fujinomiya, masing-masing punya Gogōme sebagai titik awal pendakian. Namun, Yoshida Trail ini paling ramai karena terletak di sisi timur sehingga puncaknya menjadi tempat terbaik melihat terbitnya sang Surya. Karena paling ramai, mountain lodge di jalur ini juga paling banyak.
Jalur pendakian ke 6th Station merupakan jalur kerikil dan pasir. Awalnya datar saja diteduhi pepohonan rimbun. Setelah sekitar seperempat jam, jalur masih cukup lebar, sekitar satu setengah hingga dua meter, namun mulai menanjak. Jalur ini melingkar, memotong lereng di pinggang Fujisan, sebutan Gunung Fuji. Pepohonan rimbun digantikan semak perdu, membuka pemandangan indahnya lereng Fujisan. Tiba di sini, gerimis reda, kabut pun menipis, memberi alasan berhenti sejenak menikmati pemandangan, padahal sebenarnya mengatur napas. Di dua tempat dengan lereng agak curam ada lorong beton untuk melindungi pendaki dari luncuran batu. Keselamatan pendaki memang sangat diperhatikan.
6th Station, ditandai safety guidance center di ketinggian 2.390 mdpl, dicapai dalam setengah jam saja. Mountain ranger menyapa para pendaki sambil mengingatkan safety tips. Ada tempat duduk untuk istirahat, menikmati pemandangan. Ada pula toilet yang sangat bersih dengan berbayar 200 yen. Tidak ada sumber air minum sepanjang jalur pendakian. Tetapi para pendaki bisa membeli air minum kemasan seharga 500 yen di setiap lodge. Minuman isotonik juga tersedia dengan harga 700 yen. Bila lapar, dengan uang 800 yen bisa dinikmati oden atau udon panas. Toilet berbayar juga ada di setiap lodge.
Mulai dari 6th Station ini jalur pasir dan kerikil dibuat zig-zag dengan cukup landai. Perlahan tetumbuhan mengecil dan kemudian menghilang. Lereng pasir tampak memerah ditimpa sinar mentari. Pemandangan ini mengingatkan kita pada Red Fuji, ukiyo-e (woodblock print) karya Katsushika Hokusai. Red Fuji bersama dengan Great Wave Off Kanazawa, merupakan ukiyo-e paling populer dari koleksi Thirty-six Views of Mount Fuji.
Setelah pendakian santai tiga jam 7th Station, yaitu lodge Hanagoya di ketinggian 2.700 mdpl, bisa dicapai. Lodge ini menyediakan bangku panjang di depannya untuk para pendaki istirahat. Beberapa rombongan pendaki menginap di lodge ini. Sebagian lagi lanjut mendaki ke lodge yang lebih tinggi. Mereka akan mulai summit attack pukul satu atau dua dini hari nanti. Pendakian tek-tok atau bullet climbing sangat tidak disarankan. Di 7th Station ini bekal dua onigiri dan sebatang Fitbar kunikmati.
Oh ya, para pendaki yang lupa bawa trekking pole bisa membeli tongkat kayu-Kongouzue di Gogōme. Kalau tidak salah 1.000 yen harganya. Di setiap lodge, pendaki bisa minta tongkatnya dihias dengan stamp bakar dengan biaya 200 yen. Tongkat kayu yang penuh dengan stamp jadi souvenir paling populer dari Fujisan. Tongkat ini biasa digunakan oleh Yamabushi, para petapa yang mengagungkan gunung.
Jalur setelah 7th Station makin menantang. Sebelum 8th Station, ada empat lodge yang PHP-Pemberi Harapan Palsu. Persis seperti warung bayangan di jalur Gunung Putri menuju Alun-alun Suryakancana. Jalur batu dan kerikil digantikan oleh jalur batuan lava, memaksa kaki dilangkahkan lebih tinggi. Otot paha dan betis kerja lebih keras. Nafas juga mulai memburu dan heart rate meningkat. Butuh lebih banyak energi untuk setiap langkah. Timbul rasa sesal melewatkan makan siang tadi. Akibatnya, perlu lebih sering berhenti, untuk tarik nafas dan turunkan heart rate.
Namun pemandangan dari ketinggian ini sangat menakjubkan. Sinar mentari yang telah condong ke barat menciptakan bayangan Fujisan di awan tebal di bawah. Inilah fenomena Shadow Fuji yang terkenal. Fenomena ini bisa dinikmati saat sunrise atau sunset dari ketinggian, saat awan tebal mengelilingi lereng Fujisan. Tanpa sadar bibir ini mengucap Subhanallah, maha suci Allah.
Selepas Maghrib, lodge Taishikan di ketinggian 3.100 mdpl yang merupakan 8th Station dilewati. Jalur batuan lava yang melelahkan berganti dengan jalur pasir dan kerikil lagi. Energi sudah banyak terkuras, hingga langkah makin melambat. Setelah sinar mentari menghilang, kegelapan dengan cepat menyelimuti dan suhu turun drastis. Headlamp yang digunakan sejak 8th Station terasa sangat membantu. Hanya sedikit pendaki yang lanjut setelah 8th Station, sehingga jalur ini terasa sangat sepi. Hanya rembulan nan cantik yang setia menemani dengan sinarnya yang dingin. Setelah mendaki delapan jam, lodge yang dituju, Goraikokan di ketinggian 3.450 mdpl, akhirnya bisa dicapai.
Lodge ini model ryokan dengan ruangan luas beralas tatami untuk ngobrol dan makan. Ruang tidur model dorm bertingkat dengan masing-masing bilik dipisahkan tirai, cukup menampung hingga lima puluh pendaki. Bilik tidurnya cukup nyaman dengan alas futon, bantal kecil dan selimut. Jadi tidak perlu bawa tenda, matras dan sleeping bag. Lodge ini sangat nyaman dan hangat bila dibandingkan dengan dinginnya udara di luar. Perut kosong karena melewatkan makan siang segera diisi dengan makan malam yang nikmat. Nasi dengan lauk daging patty baaga ditemani daikon tsukemono, harusame, salad, miso shiru, dan tentu saja ocha panas. Sedikit taburan cabe bubuk menambah nikmatnya santapan ini. Lelah tapi kenyang, membuat mata ini segera terpejam.
Pukul setengah tiga, suasana tiba-tiba berubah hiruk-pikuk. Para pendaki di Goraikokan ini sudah mulai packing untuk summit attack. Walaupun waktu check out pukul delapan pagi, semuanya check out saat ini, karena Yoshida Trail ini terpisah antar jalur naik dan turun. Di luar pun suasana sangat ramai, para pendaki yang menginap di bawah banyak yang sudah tiba. Antrian toilet pun jadi panjang, banyak yang perlu melepas sebagian beban sebelum lanjut mendaki. Di pintu keluar, manager Goraikokan melepas para pendaki satu per satu, menjawab setiap salam "ittekimasu" dengan "itterasshai".
Pendakian menuju puncak padat merayap. Di beberapa tempat, jalur pasir dan kerikil selebar satu hingga satu setengah meter diselingi jalur batu lava yang menciptakan bottleneck. Namun, para pendaki disiplin, tidak keluar jalur yang dibatasi tali. Beberapa ranger membantu dan mengarahkan para pendaki agar tetap tertib. Sinar headlamp yang tidak terputus mengular ke atas dan ke bawah menciptakan pemandangan spektakuler menggetarkan hati. Dari percakapan para pendaki, bisa diketahui banyak juga yang berasal dari Eropa, Amerika, China, Korea, Filipina, Thailand dan Malaysia. Sempat juga bertukar sapa dengan pasangan setanah air.
Setelah melewati Torii Kusushi Jinja, kaki ini akhirnya menjejak puncak Fujisan. Di ujung Yoshida Trail ini, selain ada Kusushi Jinja, ada pula dua lodge yaitu Yamaguchiya dan Ogiya. Di sini Yoshida Trail bergabung dengan Subashiri Tail. Ratusan pendaki mengambil tempat di bibir puncak Fujisan, menatap ke timur. Tak lama kemudian pegawai Yamaguchiya meneriakkan "Goraiko! Goraiko! Goraiko!", mengabarkan terbitnya sang Surya. Serentak para pendaki berseru "Banzai! Banzai! Banzai!" sambil mengangkat kedua tangan ke udara. Alhamdulillah, segala puji bagiMu ya Allah yang telah mengizinkan hamba mengagumi kebesaranMu.
Saat makan tadi malam, pegawai Goraikokan membagikan sarapan. Menunya sederhana sekali, onigiri dengan ikan dan sosis goreng disertai daikon tsukemono, makombu tsukudani (pickled seaweed), disegarkan ocha dalam kemasan. Tapi karena makannya di puncak Fujisan, rasanya luar biasa. Nikmatnya takkan terlupakan.
Puncak tertinggi Fujisan, Kengamine 3.776 mdpl, dapat dicapai sekitar dua puluh menit dari Yamaguchiya dengan berjalan mengitari crater. Jalurnya pasir dan kerikil, turun-naik agak landai. Menjelang Kengamine, para pendaki melewati Sengen Jinja Okuguu dan dua mountain lodge, yaitu Chojo Fujikan dan Gunmeikan. Di sinilah dua trail, Gotemba dan Fujinomiya bertemu. Di Kengamine ini dibangun observatory milik Japan Meteorological Agency, sehingga tempat untuk berfoto sempit sekali. Pendaki harus antri lumayan panjang untuk berfoto di sini.
Untuk kembali ke Yoshida Trail, bisa ditempuh jalur datang atau mengelilingi crater. Ada rambu petunjuk yang harus diperhatikan mengingat jalur naik dan turun Yoshida Trail terpisah. Jalur turun ini merupakan jalur pasir dan kerikil zig-zag selebar dua meter. Jalur ini digunakan untuk mengangkut perbekalan dan pegawai lodge dengan menggunakan traktor. Moda transportasi ini juga bisa digunakan untuk evakuasi darurat dengan membayar cukup mahal. Dari jalur turun ini terbentang pemandangan indah lima danau, Yamanakako, Kawaguchiko, Saiko, Shojiko dan Motosuko. Perjalanan turun ini bisa ditempuh tiga jam saja. Sesampainya di Gogōme lagi, waktunya menuntaskan niat makan chikin karaage yang kemarin tertunda.
Buat para pendaki ortodoks, Fujisan mungkin tidak masuk hitungan. Kurang menantang katanya. Startnya saja sudah di atas awan. Memang mendaki Fujisan tidak butuh keterampilan atau peralatan khusus. Cuma diperlukan sedikit latihan dan kemauan yang kuat. Yang jelas pemandangannya luar biasa dan pendakiannya sangat menyenangkan. Honto ni tanoshikatta. Kalau tertarik, yuk tak temani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H