Berkat kerja kolektif ini, kini Ipan dan kawan-kawannya bisa melihat bangkitnya konsep Rukun Gawe di desanya. Saat ini, terdapat 6 Rukun Gawe yang masing-masing beranggotakan 10 orang. Dengan demikian, ada 60 orang masyarakat Desa Jenggala yang terlibat dalam Rukun Gawe. Dan mereka pula yang membantu para Pemuda Sukalillah untuk bercocok-tanam. Sebagai balasannya, para pemuda harus membantu Rukun Gawe lainnya ketika mereka menggarap lahannya.
Ke depan, Ipan bertekad untuk membangun kerja kolektif dalam konteks yang lebih luas. Selain dampak ekonomi, Ipan juga percaya bahwa kerja kolektif bisa mendorong masyarakat untuk fokus bekerja sesuai bidangnya. Bila masyarakat berprofesi sebagai petani, dia akan fokus untuk membangun produktivitas pertanian. "Pola-pola seperti ini yang sedang kami bangun," tekad penyandang gelar Sarjana Pendidikan Islam ini.
Bagi pemuda Sukalillah sendiri, mereka berencana untuk membangun laboratorium dan klinik pertanian yang ramah lingkungan. Di tempat ini, para Pemuda Sukalillah akan belajar, bereksperimen, sekaligus berbagi pengetahuan tentang pertanian organik dengan menjunjung kearifan lokal.
Peternakan pun akan memperkuat aktivitas pertanian mereka. Fungsinya, kotoran hewan akan mereka olah sebagai pupuk organik. Lalu, ternak juga akan mengkonsumsi bagian tumbuhan yang kurang bernilai ekonomi. Fungsi lainnya, peternakan membantu memperkuat pondasi ekonomi para pemuda. Harapannya, pondasi ekonomi ini mampu mendukung aktivitas mereka di bidang sosial dan politik serta pembangunan desa.
Di lahan yang lebih tinggi, pemuda Sukalillah berencana untuk membangun hutan mata air. Hutan ini akan membantu menyimpan air hujan dalam tanah, sehingga lahan pertanian selalu mendapatkan suplai air yang cukup, khususnya di musim kemarau.
Bila laboratorium ini sudah cukup matang, pemuda Sukalillah berencana untuk membuka fasilitas ini kepada publik, khususnya pemuda desa di Jawa Barat. Di tempat ini, para pemuda bebas belajar bidang pertanian dan peternakan berbasiskan potensi desanya dengan menjunjung kearifan lokal di wilayahnya masing-masing.
Motivasi, Dukungan, dan Gotong Royong
Desa dengan pertanian, dan pemuda di dalamnya. Anehnya, di Indonesia, ketiganya tidak pernah saling cocok satu sama lain. Desa kerap memandang sebelah mata pemuda, karena dianggap belum cukup umur. Pemuda pun tak pernah melirik desa dan pertanian, lantaran pesan orang tua untuk meraih kehidupan yang lebih baik di kota. Pertanian selalu ada di antara keduanya: setia kepada desa, tetapi butuh pemuda.
Belajar dari Sukalillah, ketiganya harus mau saling menerima satu sama lain. Pemuda harus membuka mata kepada desa. Desa pun sebaiknya menerima pemuda dan mendukungnya untuk berkontribusi. Adapun pertanian harus mendamaikan keduanya dan mengingatkan bahwa ketiganya merupakan elemen yang saling membutuhkan.
Pemuda Sukalillah menunjukkan bahwa kuncinya ada pada tiga aspek, yaitu: Motivasi, Dukungan, dan Gotong Royong. Saya lebih senang menyebut rumusan tersebut sebagai MDG. Alasannya, supaya terkesan global a la Millenium Development Goals (MDG's). Adapun aktor utamanya adalah pemuda. Desa sendiri sebagai orang tua yang selalu mengayomi pemuda. Sedangkan Pertanian merupakan lahan pengabdian bagi pemuda desa.