Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Jejak Ketulusan di Balik Pesona Raja Ampat

7 Oktober 2017   11:32 Diperbarui: 7 Oktober 2017   19:46 1882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya berfoto di dermaga Kampung Yenbuba, Raja Ampat. Lokasi ini merupakan kampung pertama sekaligus percontohan konsep wisata berbasis lingkungan dan masyarakat.

Kini, setiap tahunnya, Raja Ampat dikunjungi sekitar 16 ribu pengunjung per tahun. Kementerian Pariwisata sendiri menargetkan angka 20 ribu pengunjung sepanjang 2017 ini. "Tampaknya, angka tersebut akan melampaui target tahun ini," prediksi sang penggagas.

Tantangan selanjutnya, sang penggagas memastikan bahwa kunjungan wisatawan ke Raja Ampat harus dijaga di angka 50 ribu kunjungan setiap tahunnya. Pasalnya, menurut penelitian mereka, daya tampung maksimal alam Raja Ampat hanya sebanyak 80 ribu kunjungan per tahun. Lebih dari itu, kunjungan wisatawan justru akan merusak Raja Ampat.

Salah satu upaya untuk menjaga alam Raja Ampat tetap asri, kabupaten tersebut juga menerapkan Environmental Service Fee yang berlaku selama satu tahun. Besarannya pun cukup terjangkau, yaitu satu juta Rupiah untuk wisatawan asing dan 500 ribu Rupiah untuk wisatawan domestik.

Keberadaan Environmental Service Fee sendiri merupakan usulan dari para wisatawan. Pasalnya, para wisatawan ingin memastikan bahwa kunjungan mereka ke Raja Ampat cukup bertanggung jawab terhadap nilai-nilai alam. Pandangan ini yang membuat mereka akhirnya mengusulkan biaya layanan lingkungan tersebut.

Menariknya, wisatawan terlibat juga dalam menentukan besaran Environmental Service Fee. Bersama-sama pemerintahan adat dan pemerintahan kabupaten, mereka mempertimbangkan besaran angka tersebut setiap tahunnya. Faktor inilah yang kemudian membuat para wisatawan yang datang ke Raja Ampat memiliki kesadaran untuk membayar, sekaligus menjaga lingkungan tetap asri.

Hasil kerja keras sang penggagas dan timnya memang tidak pernah ada dalam benak para wisatawan Raja Ampat. Namun, siapa sangka, masyarakat menikmati manisnya perjuangan para penggagas eko-wisata di Raja Ampat. Bahkan, pemerintah daerah pun berbalik mendukung penuh sektor pariwisata berbasis keramahan ekologi laut di Raja Ampat.

Bagi saya, berkunjung ke Raja Ampat bukan lagi bercerita tentang menikmati keindahan alam Papua Barat dan biota lautnya. Lebih dari itu. Saya belajar tentang ketulusan para penggagas eko-wisata Raja Ampat untuk menjaga alam dan membangun masyarakat. Juga belajar bahwa cita-cita besar akan terwujud bila ditebus dengan kerja keras, kesabaran, dan kegigihan.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun