Langkah pertama, saya memilih sistem operasi untuk menggantikan MacOS. Jelas, sistem operasi jendela bukan pilihan. Selain rentan terhadap virus, sistem operasi tersebut juga cenderung berat dan labil.
Awalnya, saya berniat untuk mempergunakan HackintOS. Sistem operasi ini merupakan MacOS yang telah dimodifikasi dan bisa dipasang di komputer non-Apple. Namun, karena laptop pinjaman dari kantor tidak memiliki kapasitas perangkat keras yang sama dan cara instalasinya yang cukup ribet, akhirnya saya mengurungkan niat tersebut.
Setelah cukup lama berkontemplasi sembari berselancar di dunia maya, akhirnya saya memilih untuk kembali ke Linux Ubuntu. Selain kapasitas perangkat keras lapop pinjaman sesuai, saya juga menilai Ubuntu merupakan sistem operasi yang cukup mudah dibandingkan distro Linux lainnya.
Langkah selanjutnya, yang cukup menantang bagi saya, mencari aplikasi pengganti untuk aplikasi yang biasa saya gunakan di MacOS. Untuk urusan dokumen dan multimedia, aplikasi ini tidak terlalu sulit. Pasalnya, saya biasa menggunakan VLC untuk multimedia dan Libre Office untuk aplikasi perkantoran. Tentunya, kedua aplikasi ini termasuk dalam kategori Free and Open Source Software (FOSS) dan tersedia di Ubuntu.
Menariknya, Libre Office bisa membuka file-file berbasis Keynote. Keynote sendiri merupakan aplikasi presentasi milik Apple. Saya sendiri banyak mempergunakan aplikasi ini untuk membuat presentasi. Tentunya, fasilitas ini membuat saya bisa membuat banyak presentasi saya yang dibuat di Keynote. Meskipun slide presentasi banyak yang rusak, tetapi sedikitnya menumbuhkan harapan.
Adapun untuk browser, saya beralih dari Safari ke Chrome. Saya juga baru tahu bahwa Chrome sudah tersedia untuk versi Ubuntu. Cara menginstalnya pun cukup mudah: tinggal unduh, klik ganda pada aplikasi, ikuti petunjuknya hingga selesai, dan aplikasi pun terinstal.
Aplikasi selanjutnya adalah Telegram dan whatsApp. Untuk Telegram, saya tidak terlalu sulit untuk mendapatkannya. Telegram.org memang menyediakan aplikasi untuk Linux Ubuntu. Hanya saja, saya tidak menemukan aplikasi WhatsApp untuk Linux Ubuntu. Untuk urusan yang satu ini, saya mempergunakan browser melalui web.whatsapp.com.
Ada juga aplikasi yang berurusan dengan data di awan, seperti: DropBox dan Google Drive. Untuk Ubuntu, hanya DropBox yang menyediakan aplikasi bagi sistem operasi berfilosofi Afrika ini. Namun, Google Drive sama sekali tidak menyediakannya. Sedangkan untuk urusan Torrent, saya beralih ke Deluge BitTorrent Client. Cara kerja aplikasi ini tidak kalah hebatnya dibandingkan uTorrent.
Salah satu pekerjaan rumah yang masih menghantui saya adalah aplikasi catatan untuk menulis. Ketika menggunakan MacBook Air, saya banyak menggunakan EverNote untuk aktivitas menyusun kata dan menaruh catatan. Sayangnya, aplikasi ini tidak tersedia di Ubuntu. Terpaksa, saya mencoba beralih ke SimpleNote sambil berharap tersedia EverNote versi Ubuntu pada masa yang akan datang.
Aplikasi lainnya yang masih saya cari penggantinya adalah MindMap. Ketika mempergunakan MacOS, saya sendiri mempergunakan aplikasi berbayar untuk urusan memetakan pikiran tersebut. Sayang, ketika beralih ke Ubuntu, saya harus merelakan aktivitas tersebut terhenti atau berpindah ke atas kertas.
Dari jajaran grafis, saya cukup merindukan SketchUp. Aplikasi ini cukup mampu memenuhi hasrat saya yang kerap mewujudkan imajinasi ke dalam bentuk tiga dimensi. Selain ringan, SkechUp juga mudah dioperasikan oleh orang-orang awam dan non-arsitek seperti saya. Banyak orang merekomendasikan Blender. Namum, aplikasi ini masih cukup rumit bagi saya.