Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Liputan bersama Kompas TV, Belajar dari Jurnalis TV (2/3)

29 Juli 2015   01:49 Diperbarui: 11 Agustus 2015   21:26 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mas Ridwan tengah mengambil gambar suasana pagi di Mandalamekar. (Foto: Yudha PS)

Setidaknya, hal inilah yang saya perhatikan selama “mengekor” tim Kompas TV. Pada malam ketika kami tiba di Mandalamekar, mba Yessi dan mas Popo secara serius mengumpulkan data dari perbincangan mereka dengan kang Irman Meilandi. Tidak hanya itu saja. Mereka juga meminta saran lokasi shooting dan narasumber yang harus mereka wawancarai untuk memvisualkan data-data yang mereka punyai.

Setelahnya, mereka tidak langsung tidur. Padahal, waktu sudah hampir mendekati tengah malam. Saya perhatikan, mba Yessi selaku asisten produser langsung membuat daftar gambar yang harus diambil oleh mas Popo dan mas Anjas. Beliau juga mendaftar pertanyaan yang akan diajukan kepada narasumber dan mengarahkan saya untuk pengambilan gambar keesokan harinya.

***

Persiapan penerbangan Drone Desa oleh tim Drone Desa dari Institut Pertanian Bogor (IPB). (Foto: Yudha PS)

Kabut yang menyelimuti Mandalamekar dan dingin yang menerpa perlahan-lahan sirna, digantikan sinaran matahari yang terik dan hangat. Tim Kompas TV baru saja selesai mengambil time lapse matahari terbit. Selanjutnya, petualangan shooting di Mandalamekar yang sebenarnya pun dimulai.

Sebagai pemanasan, mba Yessi dan kawan-kawan Kompas TV memutuskan untuk mengambil gambar penerbangan drone desa dan meliput aktivitas SMK Karya Putra Manggala. Untuk drone desa sendiri, diterbangkan di lapangan belakang SMP 2 Jatiwaras, tak jauh dari kantor Desa Mandalamekar.

Sayangnya, tidak banyak gambar yang bisa diharapkan dari aktivitas drone desa tersebut. Tak lama setelah usaha untuk menerbangkan drone gagal, tim memutuskan untuk menghentikan aktivitasnya dan menangguhkan proses pemetaan Mandalamekar sampai keesokan harinya.

Pangkal dari keputusan tersebut adalah angin terlalu kencang dengan arah yang berubah-ubah. Hal ini membuat drone kepayahan untuk menggapai ketinggian 400 meter dari permukaan tanah. Ketinggian minimum ini merupakan syarat agar drone bisa terbang dan memetakan wilayah Mandalamekar dengan mode auto-pilot atau secara otomatis. Bahkan, saking kencang dan labilnya angin, drone berbentuk pesawat berbaling-baling satu tersebut sempat kehilangan kendali serta menabrak pohon dan menyangkut.

Dari kiri ke kanan: mas Popo, mas Anjas, mas Ridwan, dan mba Yessi. Mereka tengah menunggu drone yang tersangkut di pohon. (Foto: Yudha PS)

Tanpa membuang waktu, tim Kompas langsung berpindah ke agenda peliputan selanjutnya: SMK Karya Putra Manggala. Aktivitasnya pun sederhana: mewawancarai narasumber dan melakukan simulasi aktivitas sehari-hari SMK pertama di Desa Mandalamekar ini. Simulasi ini dilakukan karena aktivitas belajar di sekolah tersebut tengah libur. Beruntung, seluruh siswa SMK sedang berkumpul, sehingga tidak sulit untuk melakukan simulasi belajar mereka.

Cukup lama waktu yang dibutuhkan untuk meliput SMK Karya Putra Manggala. Meskipun pengambilan gambar cukup sederhana dan mudah, tetapi ada faktor non-teknis yang membuat proses tersebut diulang beberapa kali: narasumber gugup di depan kamera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun