Mohon tunggu...
Yudha P Sunandar
Yudha P Sunandar Mohon Tunggu... Wiraswasta - Peminat Jurnalisme dan Teknologi

Lahir, besar, dan tinggal di Bandung. Senang mendengarkan cerita dan menuliskannya. Ngeblog di yudhaps.home.blog.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Liputan Bersama Kompas TV: "Mandalamekar, Saya Datang Kembali" (1/3)

28 Juli 2015   01:57 Diperbarui: 28 Juli 2015   01:57 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di balik keriuhan saya berkegiatan di Tasikmalaya, kang Duddy lah promotor saya pada era tersebut. Selain memperkenalkan saya ke kawan-kawan komunitas media warga, beliau juga kerap menyediakan tempat bermalam di rumahnya. Tak jarang, beliau juga yang mendukung segala kebutuhan makan saya selama di Tasik. Tak heran bila hubungan kami cukup erat, hingga saat ini.

Tak lama setelah saya tiba di terminal bus Budiman, kang Duddy datang dengan mobil oranyenya. Kemudian, beliau mengarahkan mobilnya ke rumahnya. “Kita buka puasa di rumah saya saja, yah,” ajaknya. Dengan segera saya menyetujui usulannya tersebut.

Kang Duddy sendiri merupakan wartawan di Kabar Priangan. Saat ini, beliau merupakan Redaktur Pelaksana koran terbesar di wilayah Priangan Timur tersebut. Bagi saya, kang Duddy merupakan tokoh literasi di Tasikmalaya. Tanpa pamrih, beliau konsisten membangun komunitas berbasiskan literasi di kota-kota Priangan Timur: Tasikmalaya, Ciamis, Pangandaran, dan Garut. Kegiatan yang sudah dilakoninya sejak 2005 silam ini masih terus dilakukan di sela-sela kesibukannya sebagai wartawan dan peneliti kebudayaan di Tasikmalaya, hingga saat ini.

Sudah lebih dari tiga tahun saya tidak berjumpa dengan kang Duddy. Ternyata, banyak prestasi yang sudah ditorehkannya selama tiga tahun terakhir. Salah satunya, yang membuat saya takjub, adalah penerbitan jurnal Soekapoera. Jurnal ini menawarkan penelitian sejarah Tasikmalaya yang dikelola oleh Soekapoera Institut. Meskipun sudah 3 tahun berdiri, tetapi baru 3 edisi jurnal yang diterbitkan. “Maklum, masalah klasik, pendanaan,” tuturnya.

Dalam perjumpaan yang singkat sore itu, kami berbincang-bincang tentang cita-cita kami masing-masing. Beliau ingin sekali memperluas jangkauan pengaruh literasinya ke anak-anak sekolah dasar. Untuk yang satu ini, beliau berusaha memperkenalkan Bahasa Sunda melalui majalah anak yang diedarkannya ke seluruh sekolah dasar di Priangan Timur. Namun, lagi-lagi, usahanya ini masih kandas tersandung pendanaan.

Keseruan obrolan kami harus terhenti ketika adzan maghrib berkumandang. Kami segera menyantap makanan berbuka dan harus kembali berpisah. Waktu pertemuan 3 jam terlalu singkat untuk mengungkapkan kerinduan kami setelah 3 tahun tak bersua. Kang Duddy sendiri harus segera pergi ke kantor, sedangkan saya harus menemui tim Kompas TV yang sudah tiba di Tasikmalaya.

***

Angkot 05 di Tasikmalaya merupakan angkutan yang legendaris bagi saya. Selama bolak-balik ke Tasikmalaya, hanya angkot itu yang saya hafal dan kerap saya tumpangi. Selebihnya, saya tidak pernah hafal angkot lainnya, dan memang jarang sekali menaikinya. Malam itu, Angkot 05 kembali menjadi tumpangan saya. Kali ini, angkot tersebut mengantarkan saya ke jalan Soekarjo, tempat para kru Kompas TV tengah menyantap hidangan berbuka.

Di depan restoran, terpakir mobil dengan tulisan besar Kompas TV di sekujur tubuhnya. Ketika saya melangkahkan kaki ke pintu rumah makan, dengan segera saya bisa mengenali mba Yessi. Pun sebaliknya. Perempuan bertubuh kecil, berambut keriting, dan berkaca mata tersebut melihat kepada saya dan langsung mengenali saya. “Kang Yudha, yah? Ayo, sini, gabung. Kita makan bersama,” ajaknya.

Saya kemudian berkenalan dengan ketiga kru Kompas TV lainnya. Mas Popo Sidik dengan keahliannya mengambil gambar di bawah air, mas Ridwan dengan ujung topinya yang selalu diletakkan di belakang, dan mas Anjas yang selalu setia mendukung tim. Bersama mba Yessi, mereka akan mengambil gambar di Mandalamekar dalam 2 hari ke depan.

Dengan lahapnya, mereka menghabiskan sepiring nasi dan sepotong bebek setelah seharian berpuasa dan menempuh perjalanan Bandung-Tasikmalaya. Raut wajah mereka tidak bisa menyembunyikan rasa lelah yang amat sangat. Maklum, selama 10 hari sebelumnya, mereka berjibaku untuk memproduksi gambar untuk 2 episode Cerita Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun