Di Indonesia Tax Treaty diatur Berdasarkan Pasal 32A UU Pajak Penghasilan No.36 Tahun 2008 Pemerintah berwenang untuk melakukan perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan pencegahan pengelakan pajak. Pasal 32A intinya menjelaskan demi kelancaran transaksi dengan negara mitra maka perlu dibuat treaty untuk menjamin kepastian hukum dan menghindari pengenaan pajak ganda.Â
Direktur Jenderal Pajak sebagai otoritas perpajakan dari negara Indonesia bisa melakukan pertukaran dan meminta informasi dari pihak negara mitra treaty sesuai dengan ketentuan treaty yang berlaku , pertukaran dan permintaan informasi ini biasanya dilakukan jika ada masalah yang terjadi dalam penerapan treaty.Â
Untuk aturan penerapan treaty yang lebih bersifat teknikal maka dibuatlah PER-25/PJ/2018 Tentang tata cara Penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda.Â
Dengan adanya PER-25/PJ/2018 diharapkan terdapat memberikan kemudahan dalam hal administrasinya, dapat memberikan kepastian hukum dan mencegah penyalahgunaan treaty oleh subjek pajak dari luar negara Indonesia dalam penerapan tax treaty yang telah disepakati antara Indonesia dengan negara mitra. PER-25/PJ/2018 ini kurang lebih membahas untuk mendapatkan manfaat dari tax treaty tersebut maka Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang memperoleh pendapatan di Indonesia tersebut harus dapat memberikan tanda terima Surat Keterangan Domisili di negara asalnya sebagaimana dipersyaratkan di PER-25/PJ/2018
Daftar Pustaka
Hendharto Oetomo , Olina Rizki Arizal, Ngakan Putu Ardana.,"Tax Treaty is Easy"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H