Mohon tunggu...
Rizwari Yudha Bathila
Rizwari Yudha Bathila Mohon Tunggu... Administrasi - Staff Media Sosial

Saya sangat suka menulis dan membuat sebuah berita berkaitan dengan Politik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Hujan yang Reda, Optimisme yang Tumbuh: Menyongsong Harapan Pembangunan Rumah Rakyat

10 Januari 2025   19:44 Diperbarui: 10 Januari 2025   19:44 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden RI Prabowo Subianto berhasil menggaet Investor Qatar dalam penandatangan MoU Investasi Pembangunan 1 juta Rumah Untuk Rakyat. Foto: Pribadi

Di sore hari yang cukup mendung, tepatnya Kamis, 09 Januari 2025, pukul 16.30 WIB, suasana di rumah terasa sangat sejuk dan nyaman. Hujan yang mengguyur kota Jakarta sejak dini hari hingga menjelang siang kini telah reda, meninggalkan udara segar yang membelai lembut kulit siapa pun yang berada di luar. Dari tempat saya duduk di depan rumah, pemandangan langit sore yang cukup memukau menyambut mata saya. Langit yang berwarna abu-abu cerah dihiasi oleh semburat jingga keemasan yang menawan dari matahari yang perlahan mulai tenggelam dibalik cakrawala. Suara tetesan air yang masih tersisa di dedaunan, bercampur dengan kicauan burung yang mulai keluar dari persembunyian setelah hujan, menciptakan harmoni alam yang damai.

Hari itu adalah hari yang cukup melelahkan bagi saya. Sejak dini hari, rumah saya diterpa hujan deras tanpa henti. Saya yang terbangun di tengah malam karena ingin ke kamar mandi, terkejut ketika mendapati kaki saya menyentuh genangan air di lantai dapur. Rasa kantuk seketika lenyap, digantikan oleh kepanikan saat saya menyadari bahwa atap dapur belakang rumah saya bocor cukup parah. Air hujan menetes deras dari langit-langit, membentuk genangan yang perlahan meluas.

Tanpa berpikir panjang, saya segera mencari ember untuk menampung air yang menetes dan kain pel untuk mengeringkan lantai. Pekerjaan itu ternyata tidak mudah. Setiap kali saya mengosongkan ember yang penuh, air terus mengalir tanpa henti. Saya bolak-balik ke kamar mandi untuk membuang air yang tertampung, sementara tangan saya sibuk mengepel genangan agar tidak masuk ke ruang lain. Aktivitas ini berlangsung selama berjam-jam hingga pagi menjelang. Rasa lelah mulai menyergap tubuh saya, tetapi saya tetap bertahan karena tidak ingin air merusak lebih banyak bagian rumah.

Hujan baru mulai reda menjelang siang. Saya memanfaatkan waktu itu untuk membersihkan dapur, mengeringkan semua barang yang basah, dan merapikan kembali peralatan yang sempat berserakan. Setelah memastikan semuanya beres, saya memutuskan untuk segera mandi dan melaksanakan ibadah shalat ashar. Rasanya, air hangat yang mengalir saat mandi seperti menghapus sebagian besar kelelahan yang saya rasakan.

Selesai shalat, saya melangkah ke depan rumah untuk menikmati udara segar. Tempat favorit saya adalah kursi kayu di teras, tempat saya sering duduk untuk menikmati sore hari. Dari sana, pemandangan sekitar terlihat begitu damai. Jalanan yang basah memantulkan sinar lampu kendaraan yang mulai berlalu lalang. Anak-anak kecil di lingkungan sekitar mulai keluar bermain, memanfaatkan jeda hujan untuk menikmati kebebasan mereka. Sambil duduk, saya menghela napas panjang, membiarkan tubuh dan pikiran saya rileks.

Namun, ketenangan itu sedikit terusik oleh dering ponsel saya yang tergeletak di meja depan rumah. Saya melihat layar ponsel dan mendapati nama Rizka, teman kantor saya, muncul sebagai penelepon. Dengan cepat, saya mengangkat telepon tersebut. Rizka menanyakan beberapa hal terkait pekerjaan yang sempat tertunda karena saya izin tidak masuk kantor hari itu. Kami berbicara selama sekitar 15 sampai 20 menit, membahas detail tugas yang harus dikerjakan serta bagaimana membagi pekerjaan dengan rekan-rekan lainnya. Percakapan itu terasa ringan tetapi tetap produktif. Setelah menutup telepon, saya merasa lega karena setidaknya saya masih bisa berkontribusi meski dari rumah.

Setelah panggilan berakhir, saya memastikan tidak ada notifikasi penting lainnya di ponsel saya, saya membuka portal berita online untuk mencari informasi terbaru dan terkini. Membaca berita sudah menjadi kebiasaan saya untuk mengisi waktu luang sekaligus memperluas wawasan. Saat menggulir layar, sebuah judul artikel menarik perhatian saya: "Prabowo Berhasil Gaet Investor Qatar Bangun 1 Juta Rumah untuk Rakyat."

Artikel itu mengulas keberhasilan Presiden RI Prabowo Subianto dalam menggaet investor dari Qatar melalui penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) untuk investasi pembangunan satu juta rumah rakyat. Berita itu disampaikan oleh Maruarar Sirait, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), dalam konferensi pers di Istana Merdeka sehari sebelumnya.

"Ini terjadi berkat kepercayaan kepada Bapak Presiden (Prabowo) yang sangat tinggi. Dan ini bukan satu-satunya investor yang akan datang di bidang perumahan. Presiden mendapatkan banyak dukungan," ujar Maruarar dalam keterangannya.

Lebih lanjut, artikel itu menjelaskan bahwa kerja sama ini mencerminkan hubungan bilateral yang erat antara Indonesia dan Qatar. Sheikh Abdul Aziz Al Thani, perwakilan dari Qatar, mengatakan bahwa kesepakatan ini adalah simbol kuatnya hubungan kedua negara. "Ini adalah pesan Yang Mulia Emir Qatar bahwa ada hubungan yang kuat antara Qatar dan Indonesia. Kami mendukung di semua sektor, salah satunya adalah dunia usaha," ungkapnya.

Presiden Prabowo sendiri menargetkan pembangunan tiga juta unit rumah rakyat sebagai bagian dari program perumahan rakyat yang layak dan terjangkau. Saat ini, dengan satu juta rumah pertama sedang dalam proses pengerjaan. "Dalam waktu kurang dari tiga bulan, 40.000 unit sudah selesai dibangun," kata Maruarar.

Saya membaca artikel itu dengan penuh kekaguman. Berita ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah yang sedang berusaha keras untuk meningkatkan kualitas hidup rakyat melalui penyediaan hunian yang layak, adalah langkah besar menuju peningkatan kualitas hidup rakyat. Langkah ini juga menciptakan dampak positif lainnya, seperti pembukaan lapangan pekerjaan baru, peningkatan ekonomi lokal, serta perbaikan hubungan bilateral dengan negara lain.

Pikiran saya melayang membayangkan dampak besar dari program ini. Hunian layak adalah salah satu kebutuhan dasar yang sering kali menjadi tantangan bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Jika program ini berhasil, jutaan keluarga Indonesia akan memiliki tempat tinggal yang lebih nyaman dan aman.

Saya juga turut membayangkan bagaimana pembangunan satu juta rumah ini akan membawa dampak positif, tidak hanya bagi masyarakat yang menerima, tetapi juga bagi sektor ekonomi lainnya, seperti lapangan pekerjaan dan pertumbuhan UMKM yang terlibat dalam proyek tersebut.

Sore itu, saya merasa terinspirasi untuk terus bersyukur atas apa yang saya miliki dan berharap dapat menjadi bagian dari masyarakat yang ikut berkontribusi, sekecil apapun, bagi kemajuan negara.

Hari mulai gelap. Cahaya matahari yang perlahan tenggelam kini tergantikan oleh lampu-lampu jalanan yang mulai menyala. Saya masuk ke dalam rumah dengan hati yang tenang dan penuh rasa syukur. Hari itu, meskipun dimulai dengan kepanikan dan kelelahan, ditutup dengan rasa optimisme yang tinggi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun