Mohon tunggu...
Yudaningsih
Yudaningsih Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Bidang Sosial Budaya, Pendidikan dan Politik

Pemerhati bidang sosial budaya, pendidikan dan politik mengantarkan dirinya menjadi kolumnis media lokal dan nasional. Pernah mengenyam pendidikan di MTs-MA YTI Sukamerang Cibatu Garut, S1 PBA Tarbiyah IAIN SGD Bandung dan S2 Ikom Unpad. Mediator bersertifikat dari PMI MM UGM, Arbitrase Kanaka Yogyakarta juga legal drafting dari Jimly School of Law and Government Jakarta. Istri dari F.Saad dan Ibu 3 anak ini pernah mengemban amanat sebagai Dosen di beberapa PTS atl: STIKOM Bdg, Institut Manajemen Telkom, APIKES Bdg, STABA (Sekolah Tinggi Analis Bhakti Asih Bandung), Fikom Universitas Sangga Buana dan Telkom University. Pernah aktif di beberapa lembaga negara atl: 2010-2012 Panwaslu (Panitia Pengawas Pemilu) Kec Cimenyan Kab Bdg; 2013-2018 Komisioner KPU Kab Bdg; 2019-2024 Komisioner Komisi Informasi Provinsi Jawa Barat. Ketua Persma Suaka IAIN SGD Bandung juga Presidium Forum Pers Mahasiswa (FPMB) Bandung 1997/1998 ini aktif juga di Dewan Pakar ICMI Orwil Jabar dan ICMI Kota Bandung, Majelis Pustaka dan Informasi Pimpinan Wilayah Muhamadiyah Jabar juga Majlis Pembinaan Kader Pimpinan Wilayah 'Aisyiyah Provinsi Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Roman

Di Balik Langit Jingga

28 Januari 2025   14:30 Diperbarui: 31 Januari 2025   07:30 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.kompasiana.com/andrixu/6798aefc34777c0ada724965/legenda-nian-mahluk-mitologi-tiongkok-yang-menginspirasi-perayaan-tahun-baru-imlek

"Aku takut kau akan memandangku berbeda. Aku takut kau akan menghakimiku," jawab Adrian dengan nada getir. 

"Kau tahu nggak Alif, bagiku perayaan Imlek itu punya makna tersendiri lho. Di perayaan tersebut ada legenda tentang Nian, kisah yang berakar dalam cerita rakyat Tiongkok. Cerita ini telah diwariskan dari generasi ke generasi dan terus menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Tahun Baru Imlek. Makhluk mitologis ini, yang dikenal karena sifatnya yang ganas dan menakutkan, telah menjadi katalisator salah satu tradisi paling penting dalam warisan budaya masyarakat Tionghoa." Ujar Adrian bersemangat.
"Penasaran kan, coba deh kamu simak narasinya Kak Andriyanto di laman Kompasiana. Kontennya telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Legenda Nian: Mahluk Mitologi Tiongkok yang Menginspirasi Perayaan Tahun Baru Imlek", Klik untuk baca:
https://www.kompasiana.com/andrixu/6798aefc34777c0ada724965/legenda-nian-mahluk-mitologi-tiongkok-yang-menginspirasi-perayaan-tahun-baru-imlek

https://www.kompasiana.com/andrixu/6798aefc34777c0ada724965/legenda-nian-mahluk-mitologi-tiongkok-yang-menginspirasi-perayaan-tahun-baru-imlek
https://www.kompasiana.com/andrixu/6798aefc34777c0ada724965/legenda-nian-mahluk-mitologi-tiongkok-yang-menginspirasi-perayaan-tahun-baru-imlek

Dalam keheningan itu, Alif merasakan ada sesuatu yang lebih besar dari sekadar perbedaan keyakinan: keberanian untuk menerima sahabat apa adanya. 

Akhirnya, meski perjalanan mereka dipenuhi luka dan konflik, Alif dan Adrian menemukan bahwa persahabatan sejati tidak selalu tentang kesamaan, tetapi tentang kesediaan untuk terus saling mendukung di tengah perbedaan. 

Mereka membuka kafe impian mereka yang diberi nama "Langit Jingga", sebagai simbol pertemuan dua dunia yang berbeda, tetapi tetap indah ketika berpadu.

Kafe "Langit Jingga" segera menjadi tempat favorit di kota itu. Dengan desain interior yang memadukan elemen tradisional Islam dan Tionghoa, kafe itu tidak hanya menyajikan teh khas Nusantara dan Tiongkok, tetapi juga menghadirkan suasana damai yang menyentuh hati setiap pengunjung. 

Namun, perjalanan mereka belum sepenuhnya mulus. Di balik senyuman para pelanggan, masih ada bisik-bisik tentang persahabatan mereka yang dianggap "tidak biasa." Seorang pelanggan bahkan pernah terang-terangan bertanya, "Bagaimana kalian bisa rukun padahal keyakinan kalian berbeda jauh?" 

Adrian hanya tersenyum. "Karena persahabatan kami bukan soal keyakinan, tetapi soal bagaimana saling memahami." 

Alif menambahkan, "Kami mungkin berbeda jalan, tetapi tujuannya sama: mencari kedamaian." 

Namun, konflik terbesar datang ketika keluarga Adrian memutuskan untuk menjual klenteng mereka kepada seorang pengembang. Ibu Adrian, yang awalnya menolak keras gagasan itu, akhirnya menyerah karena kebutuhan ekonomi. Hal itu membuat Adrian berada di persimpangan jalan: tetap menjaga tradisi keluarganya atau menerima perubahan demi kebaikan mereka. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun