Suatu malam, ketika sedang menyiapkan materi kuliah, sebuah e mail masuk ke kotak masuknya. Pengirimnya anonim, tetapi isinya mengejutkan:Â
"Bu Yuni, saya meminta maaf. Ada permainan yang tidak adil dalam seleksi itu. Saya tahu Ibu layak lolos, tapi beberapa orang takut idealisme Ibu akan menghalangi agenda mereka. Saya harap Ibu tetap semangat. Dunia masih membutuhkan orang seperti Ibu."Â
Bu Yuni membaca e mail itu dengan tenang. Alih-alih marah atau merasa dendam, ia justru tersenyum. "Ternyata benar," gumamnya pelan. Tapi di hatinya, ia merasa tenang. Kebenaran, baginya, tidak selalu harus diumumkan atau dibuktikan.Â
Ia menutup laptopnya dan mengambil buku catatan. Di halaman kosong, ia menulis:Â
"Ketika pintu tertutup, itu bukan akhir. Tuhan selalu memiliki rencana yang lebih besar, yang mungkin belum bisa kita pahami sekarang. Saya belajar bahawa setiap pintu yang tertutup adalah jalan menuju pintu lain yang lebih besar. Kita tidak selalu tahu rencananya Tuhan, tetapi saya yakin, setiap langkah kita punya tujuan" Â quotes of the day Bu Yuni di salah satu laman acount medsosnya.
Bu Yuni semakin aktif di dunia akademik dan literasi. Salah satu tulisannya tentang kepemimpinan perempuan menjadi viral, bahkan dibahas di beberapa seminar nasional. Banyak mahasiswa dan kolega yang mengagumi caranya mengolah kata, menyampaikan pesan tanpa menyudutkan, tetapi tetap penuh makna.
Suatu hari, ia mendapat undangan untuk berbicara di sebuah forum internasional tentang integritas dalam kepemimpinan. Undangan itu datang dari lembaga independen yang terinspirasi oleh kisahnya.
Di panggung forum itu, Bu Yuni berbicara dengan tenang namun penuh kekuatan. Ia tidak menyebut tentang kegagalannya di seleksi lembaga negara secara langsung, tetapi ia memberikan pesan yang kuat:
"Integritas adalah cermin diri. Tidak peduli apa yang orang lain lakukan terhadap kita, yang terpenting adalah bagaimana kita menjaga nilai-nilai itu tetap hidup dalam tindakan kita."
Sementara itu, di lembaga negara B, gejolak mulai muncul. Beberapa pejabat yang diduga terlibat dalam manipulasi seleksi mulai kehilangan kepercayaan dari publik. Salah satu kandidat yang berhasil masuk sembilan besar, yang didukung oleh pejabat daerah, akhirnya mundur setelah banyak pihak mempertanyakan kredibilitasnya.
Beberapa staf lama yang masih ingat cara Bu Yuni memimpin mulai membandingkan situasi saat ini dengan masa lalu. "Andai Bu Yuni yang ada di sini," gumam salah seorang staf.