Partai Buruh harus dapat menjadi organisasi solutif terhadap beragam masalah keburuhan.Â
Bagi Saya, partai ini akan menjadi suatu kelompok representatif yang akan mewakili dan memperjuangkan kelompok yang sangat---bahkan bisa dianggap "paling"---besar di Indonesia. Mereka memikul beban yang cukup berat untuk dapat memperjuangkan nasib para buruh di lapangan politik.
Hingga pada artikel ini terbit, Saya masih harap-harap cemas terhadap Partai Buruh. Sepatutnya kita memang harus berharap, bahwa partai ini akan benar-benar dapat mengakomodasi, mengartikulasi, mengagregasi, dan merepresentasikan kekuatan para buruh pada lapangan politik dan mendorong terciptanya demokrasi yang substansial.Â
Namun disisi lain, tidak sentimental rasanya apabila Saya justru skeptis terhadap Partai Buruh. Pasalnya, kita sudah dapat mengerti bagaimana Robert Michels membedah "perilaku partai" lewat teori Hukum Besi Oligarki miliknya.
Semua organisasi berpeluang besar untuk terikat oleh "besi" milik oligarki. Begitu pula pada Partai Buruh. Inti makna "buruh" yang melekat pada partai dapat begitu saja hilang. Bila merujuk pada teori Michels, elite Partai Buruh bisa menjadi berkuasa sendiri. Walaupun mereka akan tetap menggunakan embel-embel buruh. Apalagi, sejauh ini---pasca Orde Baru---kita belum pernah melihat Partai Buruh---maupun konfederasi buruh lainnya---benar-benar menunjukkan taringnya.Â
Tetapi bagi Saya, skeptisisme harus dihilangkan, optimisme harus ditumbuhkan. Maka dari itu, patut kita nantikan kiprah Partai Buruh pada kontestasi elektoral 2024 nanti.
Referensi:
Michels, R. 1911. Political Parties. German: Werner Klinkhardt.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H