Jika dalam satu kelas terdiri dari 30 orang maka dalam mindset setiap orang, siswa yang mendapat 10 besar akan menjadi anak pintar dan sukses dimasa depan. Pada akhirnya anak yang memiliki tingkat rendah hanya akan kehilangan motivasi dan semangat belajar. Penerapan penghapusan ranking pada masa sekolah dirasa akan maksimal dikarenakan sistem ini sebenarnya tidak ada pada saat masa bangku kuliah. Jika pada saat masa kuliah sistem ranking ditiadakan maka tidak akan sulit menghilangkan sistem rangkingdisekolah.Â
Untuk menghilangkan tembok pembatas tersebut,  peningkatan kualitas pendidikan juga membutuhkan sistem yang baik dan pengkajian ulang pada penerapannya. Penerapan sistem rangking juga sebenarnya tidak menguntungkan bagi mayoritas  peserta didik yang ada. Pemahaman anak-anak yang masih seperti hukum rimba seharusnya ditiadakan. Mereka yang pintar tak jarang tidak ingin berkelompok dengan siswa yang memiliki rangking dibawahnya.
Mereka yang mendapat rangking tinggi pun akan merasa dirinya pintar dan sulit menerima kegagalan  padahal kunci dari pendidikan juga diperlukan kegagalan dalam menunjang pendidikan yang berkualitas. Kegagalan merupakan salah satu kunci kesuksesan dari setiap penemu dunia.
Mereka yang merasa pintar sejak kecil tentu akan sangat sulit menerima kegagalan di masa depan, dikhawatirkan justru mental mereka turun pada saat masa itu tiba dan memicu kehilangan akal sehat disaat remaja maupun  dewasa. Di setiap tahunnya ada saja mahasiswa yang bunuh diri karena merasa gagal dalam meraih pendidikan terutama di perguruan tinggi negeri atau swasta ternama. Pandangan ini tentu harus dihilangkan karena bibitnya berawal dari pada saat mengenyam pendidikan dasar. Lingkaran pembatas harus segera dihilangkan agar anak-anak seharusnya dapat berkembang dan unggul dengan sewajarnya. Â
Dampak Inovasi
Teknik dari pada istirahat sejenak pada siswa dirasa sangat perlu di setiap pergantian jam pelajaran. Hal ini dilandasi dengan daya serap manusia yang terbatas dan berbeda dalam satu waktu. Istirahat atau rehat akan mengistirahatkan otak sejenak dan berefek pada penyerapan pendidikan yang akan diberikan secara optimal. Sehingga setiap siswa diharapkan untuk dapat menerima pendidikan secara baik,
Selain pembenahan pada sistem cara belajar juga diperlukan pembenahan dari pada hasil belajar para siswa. Dengan hilangnya tingkatan prestasi hasil belajar yang selalu dibanggakan minoritas peserta didik dikelas diharapkan mampu mendongkrak para siswa dengan tingkatan prestasi rendah sebagai tambahan motivasi bahwa mereka semua sama dan memerlukan pendidikan yang serupa. Dari pada dampak positifnya, tingkatan rangking jauh mempunyai dampak negatif. Tinggkatan yang merupakan batasan pada peserta didik diharapkan dapat dihilangkan sehingga dirasa mampu menyamakan setiap peserta didik.
Lalu untuk dapat mengukur hasil belajar para siswa, guru dirasa jauh lebih tahu, rangking yang tak perlu diumumkan dirasa lebih efektif. Memberikan motivasi untuk terus belajar dan tingkatkan secara merata akan lebih memiliki dampak dibandingkan dengan menempatkan posisi mereka dalam tingkatan rangking kelas.Â
Guru yang merupakan orang tua disekolah dirasa jauh lebih mengetahui kemampuan para siswanya sehingga tahu mana yang harus lebih diperhatikan dan mana yang hanya diberikan pengarahan. Tingkatan rangking hanya akan memberi rasa malu posisi bawah meskipun tidak diumumkan pada tingkatan 10 besar ke atas mereka yang tidak masuk 10 besar akan merasa dirinya kurang mampu dan akhirnya malas dalam belajar.    Â
Peluang Replikasi
Sistem ini telah dilakukan pada sekolah di finlandia, dimana para siswanya tidak memiliki tingkatan dalam pembelajaran. Untuk meniru finlandia sebagai Negara pendidikan terbaik memang tidak harus seluruhnya karena secara budaya, letak, geografis dan banyaknya penduduk yang berbeda. Tapi setidaknya dengan meniru beberapa cara sukses negara pendidikan terbaik ini, yang dapat diaplikasikan beberapa dan dianggap baik diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.