Mohon tunggu...
Yuda Y. Putra
Yuda Y. Putra Mohon Tunggu... Sales - Kita semua punya kengan yang indah di masa lalu, buktinya masih bisa kangen pada itu.

Mimpiku semalam, kau datang membawa seorang bayi di tanganmu, uh, tidak aku tidak mau. Bawa kembali!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kucium Kau dengan Pembenaran yang Sah!

3 Desember 2016   12:29 Diperbarui: 3 Desember 2016   12:41 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rintik air hujan membasahi pipi, rasailah belaiannya, betapa dingin dan sejuk rintik hujan dipenghujung musim, dua musim silih berganti di tanah yang tak lagi punya biaya. Bukan biaya tapi juga bukan sesuatu yang penting kurasa, begitupun seluruh makhluk yang dihatinya ada ‘kepentingan’ didalamnya, walau, di tanah ini semua kukira tak ada yang mementingkan sesuatu.

Seekor rubah menertawai manusia karena tingkahnya memperolok dirinya sendiri, begitupun si kambing dan kambing hitam, bagi mereka manusia tak lebiih dari makhluk yang seenaknya menamai mereka dan memberikan temannya julukan dengan nama mahluk yang dinaminya.

Hutan hujan diihat dari curah hujan, tapi hutan hujan tak lagi disebut hutan hujan kalau dimusim panas, semua orang akan merasa kalau itu adalah pernyataan yang salah.

Hentikan omong kosong berkta kalau musim ada dua, atau empat, tapi mengapa yang terbanyak empat, da yang paling sedikit dua, dan lagi kenapa kalau banyak pakek ‘ter-’ sedangkan kalau sedikit pakek ‘paling-‘ ah sudahlah berpikir semacam itu tak ada gunanya.

Seorang lelaki dan perempuan berdiri menatap awan, merasakan rintik hujan dipenghujung musim, entah bagaimana mereka menikmati hari-hari sepi sendirian ditengah tengah ladang manusia, ladang yang bibitnya manusia dan ditumbuhi manusia.

“apakah itu benar?” tanya si perempuan pada si lelaki.

“apa yang benar?” jawab si lelaki yang keherana dengan pertanyaan si perempuan yang tiba-tiba.

“itu, kalau perempuan dipasangkan dengan laki-laki.”

“apa maksudmu? Bukankah sudah jelas, semua yang diciptakan berpasangan,” jawab si lelaki  sekenanya,

Si perempuan merasa tak puas dengan jawaban si lelaki, ia pun merenunginya lagi, terdiam beberapa detik, ia berkata seolah ditujukan untuk segalanya yang ada disana, “kalau perempuan dengan lelaki adalah pasangan, lalu dengan wanita dan pria, bukankah itu sama saja?”

“oh, itu,” kemudian memalingkan wajahnya, mengadah lagi dan menikmati hujan.

“teruskan,” desak si perempuan.

“kau itu, lelaki dengan perempuan, pria dengan wanita pasangan semacam itu sudah pemikiran kuno, jaman sudah berganti.”

“apa maksudmu?”

“dijaman ini semua bebas menentukan pilihan!” jawab si lelaki sekenanya lagi.

“apa sih maksudnya? Kalu satu term merujuk pada satu konsep, bukankah lebih baik jika term yang lain dihapus saja, toh juga sama saja artinya, ujung-ujungnya sama-sama arti.”

“kalau term adalah tanda verbal untuk kenyataan, sedang konsep adalah tanda mental dari kenyataan, tahukah kau ada yang lebih penting dari itu?”

“apa maksudmu? Tentang apa ini.”

“tentang tanda apa yang paling penting.” Si lelaki mulai bernada serirus.

Wajah si perempuan semakin menunjukkan gelagat kebingungan, “teruskan, jangan sepotong-sepotong,” si perempuan semakin mendesak penasaran.

“yang paling penting, adalah kenyataan diriku yang secara indrawi dapat dirasakan dalam fenomena milikmu, aku ada dalam neunema yang tak terjangkau, sebatas indramu cukup menjadikanku nyata, pikirkanlah, aku ada sebagai tanda kebesaran dan kasih sayang dia yang menciptakan segala keberadaan dan permulaan kepadamu, itu saja sudah cukup.”

Wajah si perempuan semakin cemberut, merasa digombalin, tak terima dengan jawaban itu ia mendesak lagi, “lalu, apa hubungan jaman dengan pasangan pria wanita dan lainya.”

“mudah.” Jawab si lelaki singkat, kemudian meneruskan “kalau dulu masyarakat beroprasi dalam aturan yang ketat, bukan karena apa, namun karena pembagian kerja belum sekompleks ini, tahukah, kekuasaan, kelas, semua itu dipengaruhi pembagian kerja, juga bentuk dan kebiaasaannya, budaya didalam masyarakat jaman dulu, belum mengenal pembagian kerja yang terorganisir dan melembaga, namun, ketika satu sistem organ didalam struktur sosial mulai melembaga dan terpisah kedalam organ-organ secara tidak langsung meniadakan beberapa fungsi dan mengasingkan satu sama lain dan menumbuhkan kesalaing ketergantungan yang semakin besar beriringan dengan kompleksnya organ. Bukan berarti struktur sosial tidak memiliki fungsi dan pembagian yang jelas ketika belum ada pembagian kerja, hanya saja, tidak  muncul dalam institusi dan memisahkan individu, karena itu, aturan dalam organ tunggal, cenderung mengasingkan secara total nilai, norma dan segalanya sebagai reaksi dari interaksinya dengan alam. Menimbulkan kesan dalam kesadaran, kebudayaan, adalah roh yang benar-benar nyata secara fisik dan mengekang bagai rantai besi. Berbeda jika misal, jika seni, sastra, dan segala macam pengetahuan, diserahkan kepada institusi, di kerjakan oleh sebagian orang, akan berdampak pada, munculnya ketergantungan institusi lain dan penguasaan institusi itu pada sistem fungsi dalam struktur masyarakat, kalau begitu, kebudayaan dapat dikendalikan dan dibuat sesukanya, nah, dijaman modern begini, kebudayaan, ide, apalgi muncul konsep tujuan tindakan yang berorientasi pada pengkultusan ide buatan yang nampak rasional, sebutannya ideologi, memungkinkan adanya beragam pemikiran, yang menyumbang pada dunia banyaknya pilihan tujuan hidup yang yang akhirnya mempengaruhi dan mengharuskan seorang bertindak, berpikir sejalan dengan ide tersebut, membuatnya bergerak dalam rutinitas keseharian yang teratur menurut kesan pada ide tersebut, karena ramagamnya, turut andil dalam pembuatan pasar kebudayaan,yang dijajahkan dalam institusi yang dinamakan pendidikan, dan mulai dari kuil itu, sekolah itu, disebar berbagai ide yang memungkinkan menimbulkan pada kesan pada individu, berpikir, pasangan tak seharunya seketat itu, variasai pasangan boleh-boleh saja semaunya, tergantung alasan dan pembenaran yang dipercaya melalui ide yang dibuat atau dianaut sesukanya, bisa wanita dengan lelaki, lelaki dengan gadis, pria dengan perempuan, lelaki dengan pria, dan lain sebagainya.” Kemudian mengangguk-nganguk penuh bangga.

“hah? Singkatnya?” balas si perempuan sekenanya.

“semakin lama orang semakin menyadari, kalau manusia dapat melakukan apapun yang dia sukai, tanpa harus mendapat dampak stress akibat menyesal, dengan membuat alasan-alasan dan pembenaran tindakan tersebut, dengan bahannya, beli di pasar!” Ketus si lelaki menjawab.

Si perempuan tersenyum manis penuh kemengan, si lelaki sudah tak tahan lagi, ditangkapnya kepala si perempuan, lalu dicium dengan lembut mesrah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun