“mudah.” Jawab si lelaki singkat, kemudian meneruskan “kalau dulu masyarakat beroprasi dalam aturan yang ketat, bukan karena apa, namun karena pembagian kerja belum sekompleks ini, tahukah, kekuasaan, kelas, semua itu dipengaruhi pembagian kerja, juga bentuk dan kebiaasaannya, budaya didalam masyarakat jaman dulu, belum mengenal pembagian kerja yang terorganisir dan melembaga, namun, ketika satu sistem organ didalam struktur sosial mulai melembaga dan terpisah kedalam organ-organ secara tidak langsung meniadakan beberapa fungsi dan mengasingkan satu sama lain dan menumbuhkan kesalaing ketergantungan yang semakin besar beriringan dengan kompleksnya organ. Bukan berarti struktur sosial tidak memiliki fungsi dan pembagian yang jelas ketika belum ada pembagian kerja, hanya saja, tidak muncul dalam institusi dan memisahkan individu, karena itu, aturan dalam organ tunggal, cenderung mengasingkan secara total nilai, norma dan segalanya sebagai reaksi dari interaksinya dengan alam. Menimbulkan kesan dalam kesadaran, kebudayaan, adalah roh yang benar-benar nyata secara fisik dan mengekang bagai rantai besi. Berbeda jika misal, jika seni, sastra, dan segala macam pengetahuan, diserahkan kepada institusi, di kerjakan oleh sebagian orang, akan berdampak pada, munculnya ketergantungan institusi lain dan penguasaan institusi itu pada sistem fungsi dalam struktur masyarakat, kalau begitu, kebudayaan dapat dikendalikan dan dibuat sesukanya, nah, dijaman modern begini, kebudayaan, ide, apalgi muncul konsep tujuan tindakan yang berorientasi pada pengkultusan ide buatan yang nampak rasional, sebutannya ideologi, memungkinkan adanya beragam pemikiran, yang menyumbang pada dunia banyaknya pilihan tujuan hidup yang yang akhirnya mempengaruhi dan mengharuskan seorang bertindak, berpikir sejalan dengan ide tersebut, membuatnya bergerak dalam rutinitas keseharian yang teratur menurut kesan pada ide tersebut, karena ramagamnya, turut andil dalam pembuatan pasar kebudayaan,yang dijajahkan dalam institusi yang dinamakan pendidikan, dan mulai dari kuil itu, sekolah itu, disebar berbagai ide yang memungkinkan menimbulkan pada kesan pada individu, berpikir, pasangan tak seharunya seketat itu, variasai pasangan boleh-boleh saja semaunya, tergantung alasan dan pembenaran yang dipercaya melalui ide yang dibuat atau dianaut sesukanya, bisa wanita dengan lelaki, lelaki dengan gadis, pria dengan perempuan, lelaki dengan pria, dan lain sebagainya.” Kemudian mengangguk-nganguk penuh bangga.
“hah? Singkatnya?” balas si perempuan sekenanya.
“semakin lama orang semakin menyadari, kalau manusia dapat melakukan apapun yang dia sukai, tanpa harus mendapat dampak stress akibat menyesal, dengan membuat alasan-alasan dan pembenaran tindakan tersebut, dengan bahannya, beli di pasar!” Ketus si lelaki menjawab.
Si perempuan tersenyum manis penuh kemengan, si lelaki sudah tak tahan lagi, ditangkapnya kepala si perempuan, lalu dicium dengan lembut mesrah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H