Apakah kesucian itu ada, atau kedurhakaan itu benar-benar niscaya?
Kalau kau berkata kepada diri sediri, apakah dunia sudah terlewat gila? Ah, sudahlah, orang tua mana ada yang mengasihi anaknya, mereka hanya mengasihimu selayak burung dalam sangkar yang dihadiahi segala bentuk macam warna sangkar.
“Entah emas atau buram.”
Jika ada yang berkata; “hay, lihatlah, mereka yang menamainya malin kundang, ia menjadi batu karena durhaka.”
Walau aku akan menjabwanya; “ah, siapa bilang ia durhaka, ibunyalah yang durhaka sehingga tega mengutuknya menjadi batu.”
Kemudian setiap orang yang bertanya padaku tentang kedurhakaan, akan segera membenciku karenanya.
“siapa yang berhak mendapat balasan paling banyak di muka bumi selain orang tua, dia ibumu yang melahirkanmu, dan ayahmu yang dari kerjanya, rezki tuhan sampai pada perutmu, lalu, bagaimana kau bisa berpaling dan mendustakan nikmat yang diberikan mereka, kau durhaka.” Semua orang akan berkata demikian, bahkan tuhan dan segala tuhan dari segala wahyu yang dikenal oleh setiap orang bodoh yang menyebut dirinya orang beragama akan berkata demikian.
Kedurhakaan, pemberontakan terhadap orang tua, betapa malunya seseorang yang memiliki orang tua dan menyakitinya, bukan hanya tak tahu terimakasih, bahkan dapat dikatakan melawan tuhan, mendustai tuhan, mendustai masyarakat. Yang walau, masyarakat yang kumaksud sering sekali meperkosa ibu, dan calon ibu anak mereka sendiri.
Jangan bikin aku tertawa, atau hanya mereka yang tertawa, menertawakan kedurhakaan, menakuti anak-anak dengan cerita malin kundang.
“hey, lihat, anak durhaka!” dengan wajah yang tentu marah dan menghina, merasa dirinya paling benar mereka berkata. “siapa yang berkata?” kata setan dengan nada menghina.
“ah, memang kau pantas masuk neraka” kata malaikat dengan nada kebenaran.
Senyuman sahdu, langit mulai memperlihatkan gemerlapnya, berkeliling dan berputar bersama angin, menampakkan wajah memuakkan tuhan yang duduk disinggahsananya, tersenyum dengan senyum paling memuakkan bahkan lebih memuakkan daripada iblis, seraya berkata dengan nada mengejek; “kau yang durhaka, masuk sana kedalam jahannam, tak akan aku keluarkan kau dari sana.”
Walau dia tak akan pernah menyesal pernah menciptakan pendosa sepertiku.
“KETAHUILAH”
“NIKMAT MANA YANG KAU DUSTAKAN WAHAI MANUSIA?”
Kata-kata angkuhnya mengetarkan seluruh jagad, kata-kata sombong dari pemilik jiwa, yang menggenggam nasibku, nasib ku setelah nasibku, bahkan setelah habis waktunya.
Orang durhaka hanya bisa mengumpat dan mengutuk; “ah sial, kau menciptakanku untuk menyiksakku,” kemudian kalau sedang berpura-pura menjadi sombong, umpatan itu bertambah, “dan lihatlah, ku tantang kau dengan menara yang kubangun menjulang dilangit, lihatlah, menara tinggi dan besar, berisi mereka para sarjana akuntansi, bukankah aku lebih hebat dalam mempermainkan takdir?”
Dan tuhan hanya tersenyum sombong.
Iblis masih merenungi penyesalan.
Manusia bersenggema dengan dirinya sendiri, melahirkan segala macam tuan baginya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H