Hati Rahwana kemudian berbunga-bunga, wajahnya menjadi cerah, kemudian memerah. Kegundahannya akan kebosanan telah hilang, kini ia telah merasakan cinta yang tidak pernah ia jumpai semasa hidupnya.
Mentari bersinar, Dewa Surya menyapa, pagi menjelang, Rahwana bangun, dipipinya menempel beberapa butir pasir, wajahnya cerah bahagia, dalam hatinya ia berkata. “mungkin aku harus ganti peran, mungkin aku harus berhenti menjadi Rahwana, jadi nelayan saja”
Tapi.. gadis itu hilang, menghilang tanpa jejak, Rahwana bingung dan bimbang, apakah kemarin ia mimpi, atau sedang digoda kuntilanak. Penuh kebingungan ia kembali ke alengka.
Sekembalinya kekerajaan, Rahwana kembali ke posisi semula, duduk diam didingahsana dan berpangku tangan, semua ajudan hanya diam dan tak berbuat apa-apa, saudara-saudaranyapun demikian.
Setahun Rahwana duduk termenung bertanya-tanya sambil mengadah kelangit, bukankah hidup ini sungguh aneh, kandang mimpi serasa kenyataan, kadang sebaliknya kenyataan seperti mimpi, kadang hati ingin kenyataan seperti mimpi, kadang hati ingin mimpi seperti kenyataan. Hidup ini benar-benar dibingungkan oleh keinginan, namun, apakah salah jika seorang menginginkan cinta yang sesungguhnya?
Pagi-pagi seperti biasanya Rahwana ngopi di warung belakang istana, duduk bersilah kaki, dan membaca Koran pagi, serta mengumpat-ngumpat gak jelas tentang keadaan Negara tetangga yang semakin makmur disebelah, sedangkan negaranya belum makmur-makmur juga, demo dimana-mana, pejabat banyak korupsinya, bahkan Rahwana sepertinya tak ditakuti walau kepalanya ada sepuluh.
Sesosok perempuan bersarung surban membawa bayi berbungkus kain putih mengagetkan seisi warung yang tiba-tiba berdiri didepan warung. Rahwana hanya memandanginya penuh tanya, mungkin ia ibu-ibu mau mencari sumbangan untuk anaknya atau sanaknya atau apalah.
Perempuan itu menghampiri Rahwana, kemudian menyerahkan bayi itu kepadanya, Rahwana kaget dan bingung bukan kepalang, perempuan itu membuka surbannya sedikit dan memperlihatkan wajahnya, ia adalah gadis yang ditemuinya dipantai, kemudia berbisik dengn lembut “ini anakmu, aku tak bisa merawatnya, keluargaku tak akan mengijinkanku”. Kemudian menghilang bersama cahaya.
Rahwana bengong, seisi warung juga bengong, semua bengong kecuali kucing liar yang sedang asyik makan tempe goreng di meja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H