Nuraeni memang terlatih, dan juga pelatih di group marching band Pemuda Rakyat Bandung. Karena sangat terlatihnya, ia bisa mengenali kesalahan anggota groupnya bila tidak tepat memukul instrument drumbandnya atau tidak sesuai dengan notasinya.
Nuraeni begitu penuh semangat bila sedang latihan maupun tampil dalam parade. Meski banyak menyita tenaga dan pikiran, ia tidak pernah mengeluh sedikitpun. Pada curahan jiwa seni yang totalitas itulah ia percaya talentanya bisa ditunjukkan. Nuraeni memang bukan terpelajar layaknya sebagian anggota drumbandnya. Dirinya hanya menyelesaikan pendidikan sampai kelas 3 di SMP10 Bandung, tapi mampu membuktikan tidak ada halangan dalam menunjukkan jati dirinya.
Apakah yang bisa dibanggakan dari gadis yang menggantungkan harapannya pada jalan kesenian ini?. Melihat kemampuan dan kekuatan hatinya, seakan tidak ada sesuatu yang tidak mungkin. Kecuali musibah atau bencana yang membawanya menjadi tahanan politik di penjara Kebon Waru Bandung.
Nuraeni tidak menyangka sama sekali bahwa jalan keseniannya harus sirna. Ia mulai menjalani hari-harinya dengan menghirup udara dalam terali besi. Ia hanya pasrah menjalani kisah nestapa dalam penjara.
Di penjara Kebon Waru Nuraeni sering murung dan melamun. Beruntung teman sesama tahanan ada yang menghibur dan memberikan kegiatan. Nuraeni mulai mau ikut menganyam kulit bambu. Dari kebersamaan sesama tahanan yang saling mengisi kegembiraan, perlahan-lahan ia menemukan jalan pulang untuk kembali menembang.Â
Nuraeni sudah tidak sedih lagi, ketika ia menembang seakan bisa melupakan penderitaan hidup sebagai tahanan. Penderitaan yang semula menempel pada pikiran dan jiwanya, seolah terbang bersama alunan demi alunan tembangnya.
***
Waktu seakan tahu Nuraeni harus kemana. Kesendirian serasa sirna tiba-tiba. Sejak ada seorang tahanan suruhan orang yang memiliki pengaruh besar di penjara Kebon Waru menemuinya. Ia mulai merasa hidupnya ada yang memperhatikan. Oleh orang itu Nuraeni dibujuk untuk datang ke ruang dimana ia bekerja, dan menghabiskan hari-harinya untuk melukis. Nuraeni dibujuk untuk belajar melukis, namun bujukan itu seketika ditolaknya. Bagi Nuraeni menolak adalah sikap jujurnya, bahwa memang dirinya tidak mampu. Itulah jiwa Nuraeni yang memiliki prinsip tetap menjunjung kebenaran.
Sebagaimana setiap kejadian harus direnungkan, Nuraeni mencoba ingin mengenal lebih dekat sosok orang yang mengajaknya, dan orang itu ternyata memang telah ia kenal dan kagumi semasa di Pemuda Rakyat. Orang itu adalah Hendra Gunawan.
Pertemuan kembali dengan Hendra Gunawan seolah membangunkan jiwa seninya yang telah redup. Bagai menyusuri semak-semak berduri, pertemuan itu seakan mengubah dirinya menjadi taman bunga yang siap berbagi keharuman karena baunya. Jiwa yang kaku pada sikap kuat seketika menjadi rebah. Sikap Nuraeni telah meringankan pikiran Hendra Gunawan yang menaruh perhatian sejak awal tiba di penjara Kebon Waru.