Menerjemahkan Kehadiran Pesawat di Alam Khayalan Teja Astawa
Dalam lukisan-lukisan Teja Astawa pada kurun waktu terakhir-terakhir ini memunculkan beragam pesawat udara. Pesawat-pesawat itu seolah menambahi bahan cerita tentang kehidupan dalam lakon lukisannya dengan tokoh-tokoh yang tidak berubah seperti biasa ia hadirkan.
Ada pesewat tempur, Hercules, Helicopter, dan UFO yang sekaligus memastikan bahwa seniman ini sebagai pelukis memang kaya imajinasi, pengkelana batin, dan pemimpi yang terpengaruh oleh kerinduan akan suasana masa lalunya.
Dari mana Teja Astawa memiliki ketertarikan tentang dunia dirgantara itu? Dari ayahnya yang kebetulan prajurit TNI Angkatan Udara. Ibarat anak prajurit selalu dekat dengan dunia karier orang tuanya, maka ini berlaku juga pada diri Teja Asatawa.Â
Dulu ketika masa kecil Teja bersama orang tuanya memang tinggal di Pangkalan Angkatan Udara Ngurah Rai Bali. Â Di Lanud Ngurah Rai ia kerap sekali melihat dan mendengarkan suara deru mesin pesawat.Â
Maka tidaklah mengherankan, bila ia merekam ulang ingatan masa lalunya itu dengan menghadirkan kembali pesawat-pesawat yang ada di sana, termasuk pesawat komersial yang silih berganti take off dan landing.
Di mata Teja langit biru bila tidak ada pesawat dan deru suara mesin pesawat kala itu adalah sebuah kesepian. Maka sejak kecilpun bila ada helicopter atau pesawat yang terbang rendah, ia selalu lari keluar rumah untuk menyapa penerbangnya dengan lambaian tangan dan senyuman serta teriakan.
Teja sangat menyukai bentuk-bentuk pesawat yang telah ia lihat, bahkan ia pun juga sering menggambarnya dalam buku gambar atau kertas buku pelajaran sewaktu duduk di bangku SD.
Bagi Teja, dunia dirgantara adalah dunia semangat yang penuh ketakjuban. Pesawat-pesawat yang dimiliki TNI Angkatan Udara ia rasakan sangat memikat, karena disamping  memainkan peran utama dalam sejarah kemerdekaan Bangsa Indonesia, juga merupakan kebanggaan bagi Bangsa Indonesia.
Menurut Teja Astawa lukisan-lukisannya yang menghadirkan pesawat sebetulnya telah ia lakukan sejak lama, namun sempat ia tinggalkan karena ia gemar dengan cerita kehidupan dengan tokoh-tokoh dalam lakon wayang, kalaupun ada pesawat itu hanya melengkapi ruang. Namun, akhir-akhir ini ia mengakui bahwa dirinya memang ingin membawa pemirsa karyanya untuk manuruh perhatian pada lukisan pesawatnya.
Pada lukisan-lukisan terbaru yang ada gambar pesawat, Teja  tampaknya ingin menghadirkan suasana ketenangan. Hal ini terlihat bagaimana pesawat itu hadir semakin memperkaya narasi, bukan menimbulkan ketegangan dari obyek-obyek lain yang dihadirkan. Ketenangan ini nampak pula pada pilot dari figur-figur khasnya dan kera terlihat serius. "Pilot itu memang harus serius, kalau main-main maka pesawatnya akan jatuh", katanya sambil tertawa.
Teja Astawa seperti yang telah dilakukan sebelumnya, lukisan-lukisannya selalu menghadirkan unsur jenaka. Bahkan ketika ia ingin mengisahkan kehidupan yang sangat serius sekalipun, secara sengaja ia halau dengan sentuhan kisah parodi. Teja sangat mudah memparodikan ruang konflik, karena di situ ia bisa bertutur dengan baik. Maka tak heran bila dirinya sangat piawai meletakkan beragam permainan dari figur-figur mahluk wayang, maupun keranya untuk membuat orang tertawa.
Untuk saat ini, rangkaian jalinan kerja kreatif yang menghadirkan pesawat saya kira masih dilakukan dengan penuh kehati-hatian, artinya ia tidak ingin merusak harmonisasi narasi di lukisannya. Â Menurut Teja, ada saatnya nanti ia akan memainkan dominasi cerita khusus tentang pesawat secara tersendiri. Baginya yang terpenting saat ini kehadiran pesawat dapat mengkonstruksi ruang semakin artistik dulu.
Memang sepertinya, ada kecenderungan bahwa Teja sedang menggunakan komunikasi emosi secara langsung dan halus. Bagi para penafsir karyanya tentu ini akan memberi sumber yang terang dalam upaya pencarian makna sebagai pengalaman baru bersama seri pesawat terbangnya.
Pada karya yang berjudul Independent Day dengan ukuran 200 x 200 cm berbahan acrylic di atas kanvas misalnya. Bagaimana Teja memberi pemaknaan kemerdekaan Indonesia yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus dengan pengibaran bendera Merah Putih. Di setiap atraksi udara bendera Merah Putih biasanya memang dibentangkan oleh para penerjun payung prajurit TNI.Â
Namun kali ini karena benderanya sangat besar ia harus menarik dengan pesawat terbang. Tampak dalam karya ini hadirnya bendera dan pesawat memang sangat tidak jamak. Bila difikir secara logis sangat tidak mungkin pesawat akan menarik bentangan bendera, dengan faktor kecepatan dan keselamatan sangat berbahaya. Namun begitulah Teja, baginya apa yang tidak mungkin dengan dunia hayalannya untuk disodorkan agar membuat orang tertawa.
Begitu halnya pada karya yang dipamerkan di ArtJog 2023 berjudul "Pantauan Udara" berukuran 200 x 200 Cm berbahan acrylic di atas kanvas. Â Karya ini menurut Teja mengisahkan penjaga hutan yang sedang bekerja sama dengan seluruh penghuni hutan untuk memantau kehidupan di dalam hutan apakah aman atau ada masalah.Â
Pesawat helicopter dengan pilot hampir tidak nampak di kursi depan sedang mengudara di atas hutan belantara. Kera-kera sebagai penghuni hutan menyampaikan laporan pada crew helicopter dengan melompat di atas, bawah dan depan pesawat helicopter.Â
Sebenarnya Teja ingin menulis kata-kata "aman bro" pada kera yang berada di depan helicopter. Karena angin kencang dari baling-baling  dan suara mesin helicopter yang kencang, teriakan aman bro itu tidak terdengar, jadinya hanya ruang kosong tak tertulis apa-apa. Sekali lagi begitulah cara Teja menjadikan hal yang tidak jamak menjadi sesuatu yang menggelikan perut.
Ketika saya tanya apa yang spesial dari kehadiran pesawat-pesawat dalam karyanya?. Menurut Teja, pesawat dalam karyanya adalah bagian dari kerinduan dan cintanya kepada ayahnya. Kerinduan dan cinta itu sekaligus pula memperkaya ruang fantasinya.
Lukisan-lukisan tentang pesawat menurutnya akan terus ia eksplorasi bersama kisah-kisah wayang yang menggambarkan kehidupan modern yang sangat komplek dan penuh permasalahan. Ketika penikmat karyanya bertanya kenapa baru sekarang muncul pesawat-pesawat?. Pastinya Teja akan tersenyum, karena pertanyaan itu jawaban sebenarnya sudah ia kerjakan pada masa lalunya.
Memperhatikan kembali karya-karya lukisan Teja Astawa yang menghadirkan pesawat sebagai penegas lukisan terbarunya, saya kira ini merupakan sebuah "keberhasilan", dimana ia tidak mau berhenti di cap sebagai pelukis yang hanya memainkan figur-figur wayang dan kera dengan pengulangan-pengulangan beda cerita. Kendati telah diketahui pemahaman atas karakter obyek yang dilukis Teja, apapun itu jagad flora dan fauna, laut dan pantai, kehidupan pariwisata di tanah kelahirannya, kritik sosial dan lingkungan hidup, ia tetap menjaganya dengan suasana riang dan jenaka.
Pesawat-pesawat Teja Astawa saya rasakan benar-benar berhasil menyulut suasana hati. Ada keunikan baru yang muncul seolah-olah tanpa ia sengaja, namun sejatinya telah ia rancang menjadi cerita baru. Seperti halnya kisah-kisah Ramayana dan Mahabharata pada lukisan-lukisan terdahulunya yang ia gubah menjadi cerita baru nan jenaka, maka pada lukisan seri pesawat sudah jelas mulai muncul banyak kisah yang penuh hayalan nan jenaka.
Banyak hal tentunya yang telah diperoleh Teja ketika ia harus membangkitkan kembali memori visual atas kenangan masa lalunya. Meski ia menyadari pemahaman tentang dunia pesawat yang dimiliki TNI Angkatan Udara terkini belum sepenuhnya dipahami, ia berkeyakinan tetap ingin mengikat hatinya secara dekat dengan dunia dirgantara Indonesia. Karya-karya lukisan Teja yang bercerita tentang pesawat, seperti halnya sebuah penemuan yang tidak sia-sia. Sederhanya Teja sedang menyiapkan landasan pacu sebagai titik berangkat mengajak kita semua untuk mencintai dunia dirgantara Indonesia. Â [Yudha Bantono.02.07.2023]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H