Antara The Mystery Flying Triangle dan Golden Legacy Made Wianta
Â
Periodisasi kekaryaan seni rupa Made Wianta punya sejarah panjang dan menunjukkan dinamika perkembangan yang selalu menarik dinikmati. Salah satu aspek yang menarik itu adalah munculnya kejutan-kejutan di luar dugaan. Kejutan itu bisa muncul dengan tiba-tiba walau sudah dibatasi kehadirannya.
Â
Bagaimana tidak, dua tahun lalu Zen-1 Galleri hanya fokus membawa program satu periodisasi yakni Triangle sebagai turunan dari Golden Legacy yang berisi sembilan periodisasi kekaryaan Made Wianta. Dari Triangle selanjutnya muncul turunan The Mistery Triangle dan The hidden Triangle. Dua turunan ini sengaja dilepaskan oleh Zen 1 Galleri dengan tetap menyandang sebutan khusus Triangle. Misteri dan Hidden telah mewakili bentuk visual dari peletakan elemen-elemen sebagai penegas keberbedaan karya.
Â
Seperti diketahui, Wianta dalam bekerja di setiap periodisasi memang tidak lepas dari unsur teknik, pencapaian periodisasi terdahulu, serta pemutakhiran dengan penemuan barunya. Wianta dalam hal ini memang seperti ingin menawarkan pengalaman menikmati karyanya yang otentik dengan karya yang telah diciptakan sebelumnya. Ibarat dalam kendaraan, ia telah menambahkan fitur-fitur baru yang menjadikan karyanya tidak standar lagi, namun lebih canggih dan modern. Namun, disisi lain ia juga tidak melepaskan yang standar karena ia ingin menjaga keotentikan karyanya.
Â
Pameran yang diselenggarakan di Locca Sea House Jimbaran yang diprakarsai Zen-1, JHub Art Space dan Wianta Foundation saya fikir sebagai kelanjutan dalam upaya menghadirkan, sekaligus menunjukkan pada publik untuk menjelajahi kembali pencapaian dari periodisasi Triangle.
Sesuai dengan unsur misteri yang kali ini ditampilkan ulang setelah sukses menghipnotis publik Art Moment Jakarta tahun lalu, di pameran kali ini coba digabungkan dengan golden legacy, tidak lain maksudnya adalah untuk memberikan pandangan balik ketika publik menjelajahi periode triangle.
Â
Secara spesifik, penggabungan The Mystery of Triangle dan Golden Legacy memang sepertinya ingin mengungkapkan adanya dialog antara unsur pembangun artistik sebagai capaian yang sempurna pada periode triangle. Bagi penikmat karya-karya Wianta saya kira belum banyak yang mafhum, bahwa Triangle adalah salah satu periodisasi Wianta yang sangat menarik bukan saja karena pencapaian teknik, tetapi unsur sosial sekaligus kultural sebagai latar belakang juga hadir.
Â
Saya jadi teringat ketika sarapan pagi dengan Jean Couteau. Ia mengatakan sepanjang karirnya sebagai seniman, Wianta tidak ingin adanya unsur atau elemen tertentu yang dapat dianggap sebagai petanda bahwa kreativitasnya sudah sampai disitu saja. Kalaupun ada pengamat yang melakukan hal itu, itu berarti bahwa pengamat yang bersangkutan belum memahami kompleksitas dan belum melihat evolusi karya-karya sang seniman, yang senantiasa bongkar-membongkar unsur kreativitas lama (ikon-ikon garis liar, kombinasi titik-titik, permainan op art, bentuk geometris, bentuk informal, garis kaligrafis liar, warna bergradasi, warna liar dan lain-lain) untuk dikombinasi secara baru di dalam seri karya barunya.Â
Â
Jean Couteau yang telah mengikuti evolusi perkembangan periodisasi karya Wianta dan telah pula menerbitkan  buku "Wianta Art and Power", secara tegas memberi peringatan agar jangan terburu-buru menganalisa karya Made Wianta. Saya sepakat dengan Jean, bila masuk lebih dalam lagi, disamping perabaan unsur kreativitas dari Wianta harus dipahami pula adanya penghayatan yang mendalam kenapa unsur itu dihadirkan kembali atau dihilangkan sama sekali. Jelasnya Wianta memang sedang tidak membongkar pasang kreativitasnya di periode sebelumnya.
Â
Ketika melibatkan pandangan unsur Bali ataupun Asia sebagai penghayatan spirit kultural misalnya, Wianta tidak ingin ditarik kesana. Saya menyadari sepenuhnya memang unsur konseptual adalah milik sang seniman, dan penikmat diberikan kebebasan menafsirkan.
Pengalaman saya ketika menafsirkan karya Wianta, memang tidak sedikit membawa saya pada diskusi menarik bersamanya. Saya paham hal itu karena saya sering melayani keperluannya, terutama pada wilayah penerjemahan konsep dan fikirannya pada seni instalasi, happening art maupun performing art, termasuk karya lukis yang melibatkan saya bagian dari risetnya.
Â
Karya-karya Wianta yang dipamerkan di Locca Sea House Jimbaran antara Triangle dan Golden Legacy bukan sekadar berusaha merangsang imajinasi pemirsa atas ruang-ruang segitiga yang ia hadirkan. Tapi bagaimana pengunjung seperti diantarkan menyusuri ruang-ruang yang menjadi misteri triangle itu sendiri. Nicolaus Kuswanto dan Agung Prianta dari Zen-1 Gallery dan JHub Art Space sudah membaca secara jeli, bahwa disamping melanjutkan proyek edukasi seni kepada publik atas pengenalan kembali periodisasi pencapaian karya Wianta, juga menjadikan kejutan baru dalam menikmati karya seni Made Wianta.
Â
Baik Nico dan Agung dari awal sepakat untuk menghadirkan kembali giant instalasi flying triangle. Dengan memanfaatkan penerjemahan lukisan triangle ke dalam bentuk tiga dimensi serta adanya lukisan yang diletakkan pada bidang segitiga itu, pengunjung dapat menangkap dengan mudah imajinasi dari bentuk-bentuk triangle beserta misterinya.
Lebih menariknya lagi, Nico dan Agung telah menyediakan ruang dengan kontruksi scaffolding untuk mengajak pengunjung menikmati karya The Mysteri Flying Triangle dengan pandangan secara eagle eyes. Maka, bila ada ungkapan menikmati karya seni itu harus lebih dari sekedar melihat, tentunya adalah benar adanya. Untuk itu melalui pameran The Mystery Flying Trangle dan Golden Legacy Made Wianta, saya pastikan pengunjung akan diajak untuk turut merasakan, menghayati, serta menemukan dan mendapatkan kejutan baru. (Yudha Bantono, Bali, 20.06.2023)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H