Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Fotografi Sungai Rhain dan Proyek Seni Made Wianta

12 Desember 2021   15:35 Diperbarui: 15 Desember 2021   13:45 472
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Made Wianta sedang berkarya di studionya Bali (Foto Doc. Wianta Foundation)

Kalau seandainya tugas memotret Sungai Rhain oleh Made Wianta hasilnya dipuji-puji olehnya, mungkin saya akan terus menenteng kamera kemana-mana. 

Sayang sekali hasil fotoku tidak satupun diapresiasiasi dengan pujian, bahkan hanya dilihat sebentar dan setelah itu dimasukkan kembali ke dalam amplop coklat.

Pertemuanku dengan kamera Cannon LSR digital sejatinya memang gara-gara tugas riset yang harus kujalani sejak tahun 2001 untuk projek seninya tentang Sungai Rhain. 

Sungai yang mengalir dari Pegunungan Alphen melewati negara Austria, Swiss, Jerman dan bermuara di Belanda menjadi studi khusus bagi Wianta untuk menghasilkan karya. 

Perasaan jatuh cinta Wianta terhadap Sungai Rhein seperti yang telah diutarakan Urs Ramseyer, seorang etnolog yang hidupnya sebagaian besar didedikasikan pada penelitian tentang kebudayaan Bali, menurutnya ada permasalahan penting dan menarik tentang perdaban air di Bali yang terus disampaikan Wianta selama tinggal di Basel.  

Wianta bisa berlama-lama menulis catatan berupa puisi-puisi, membuat drawing dan sebagainya bila dekat dengan Sungai Rhain, tambahnya waktu itu.

Dua tahun kemudian saya harus berangkat kembali ke Basel, Swiss. Kali ini tujuan saya berbeda, dan lagi-lagi Wianta memanggilku dan menugaskan untuk memotret sungai Rhain. Saya pun masih heran untuk apa memotret sungai di tempat yang sama dan waktu yang sama, dan buang-buang waktu saja.

Made Wianta sedang berkarya di studionya Bali (Foto Doc. Wianta Foundation)
Made Wianta sedang berkarya di studionya Bali (Foto Doc. Wianta Foundation)

Kejadian itu terus berulang, tahun 2008 saya kembali mengunjungi Basel. Kuceritakanlah tentang keberangkatanku, lagi-lagi Wianta menugasiku memotret Sungai Rhain. 

Demikian terus berulang, disetiap kunjungan ke Basel Swiss. Tahun 2010 kembali saya berkesempatan ada pekerjaan di Dusseldorf Jerman, dan perihal keberangkatan ini kuceritakan pada Wianta.

Dengan antusias Wianta menanyakan "kapan berangkat?", saya pun mulai menangkap antusiasnya paling-paling nitip motret sungai Rhein di Dusseldorf. Apa yang kupikirkan ternyata meleset 100 %. "Apa ada rencana mengunjungi Basel nanti selama di Jerman?", katanya. 

Kujawab, tergantung ada bekel cukup tidak untuk naik kereta api, sambil tertawa. Wianta kembali memerintahkan saya untuk memotret Sungai Rhain dan memotret kembali di tempat yang sama. 

"Jangan kawatir Ibu (Intan Kirana istri Wianta) sudah menyiapkan bekel buatmu untuk naik kereta api dan minum beer di Swiss, sambil tertawa".

Penulis di atas jembatan Mittlere Brcke, Basel Swiss (Foto Doc. Penulis)
Penulis di atas jembatan Mittlere Brcke, Basel Swiss (Foto Doc. Penulis)

Sesuatu yang awalnya membosankan akhirnya saya menemukan jawaban, betapa pentingnya peradaban air bagi kehidupan budaya di setiap daerah. Air bukan menjadi kebutuhan semata, namun rekaman realita dari setiap kebudayaan dan perubahannya. 

Air telah mengalir bukan sebagai apa, namun bagaimana, mengapa, siapa dan sebagainya. Betapa perubahan warna dan aliran air di setiap musim bisa merekam kondisi di sekitarnya. 

Wianta memiliki metodologi dalam membaca peristiwa air yang ia bandingkan dalam pengamatannya di Sungai Rhain. 

Bagaimana dingin, hangat, warna seperti susu belum lagi terpaan sinar lampu-lampu di malam hari atau pantulan sinar matahari kesemuanya berbicara. 

Saya memamahi semuanya manakala Wianta berproses dan menunjukkan karya-karya yang telah ia lahirkan dalam seri Sungai Rhain. 

Wianta tidak mempermasalahkan area pemotretan yang hanya satu tempat di atas jembatan, karena ia tidak menginginkan pemandangan yang indah atau orang cantik yang sedang menikmati Sungai Rhain. 

Sebenarnya sedari mula saya memiliki pertanyaan tentang karya Sungai Rhain, mengapa Wianta mengesampingkan konteks kehidupan masyarakat di sekitarnya, dan hanya tertuju pada air dan aliran air saja, bukankah karya-karyanya yang selama ini ditampilkan pada publik sangat lekat dengan kehidupan sosial kemasyarakatan. 

Lagi-lagi saya hampir terkecoh, pada diskusi dengan Urs Ramseyer saat kunjungan ke Basel 2013 di atas kapal menyusuri Sungai Rhain sampai perbatasan Jerman mengatakan Wianta memiliki kode-kode untuk meyampaikan apa yang terjadi dalam kehidupan sosial, melalui  kode-kode atau simbol-simbol itu ia berbicara tentang peradaban air. 

Saya pun mulai melihat gerakan air di setiap daerah yang dilalui kapal dengan kehidupan pedesaan, industri, bangunan-bangunan tua maupun saksi perang dunia ke dua serta castle yang indah.    

Jembatan Mittlere Brcke di pagi hari (Foto Doc. Penulis)
Jembatan Mittlere Brcke di pagi hari (Foto Doc. Penulis)

Jalan liku project Sungai Rhain telah membawaku melintasi waktu, dan mendidikku untuk semakin memahami karya-karya Made Wianta. Bagaimana ia berproses kesemuanya dengan penuh kajian. 

Ia tidak membuat karya asal jadi dan indah, namun perenungan, pengamatan, pengembangan sampai menuju karya, adalah proses kerja intelektual. 

Ketika di saat penghormatan terakhir pada Wianta, saya menaruh harapan karya seri Sungai Rhain dapat ditunjukkan ke hadapan publik seni rupa Indonesia bahkan dunia.

Karena sejatinya karya-karya ini banyak berbicara tentang kekinian terhadap apa yang terjadi melalui bahasa kode dan simbolisme air yang didialogkan dari barat ke timur, seperti memutar arah terbitnya matahari. (Catatan Perjalanan bersama sang maestro Made Wianta, Rhain Project #2)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun