Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Nicolaus F. Kuswanto: Mempertimbangkan Pasar Baru Seni Rupa

23 Juli 2020   20:59 Diperbarui: 24 Juli 2020   07:15 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Acara life Bali Cap Macan Channel, doc BCM Channel

Nicolaus F. Kuswanto: Mempertimbagkan Pasar Baru Seni Rupa

Di zaman serba internet dan media sosial, setiap kali mendengar share, viral, virtual, mapun online, bagi dunia pasar sebagian besar muaranya adalah transaksi online. Lebih-lebih saat pandemi Covid-19, saat pertemuan antar orang dibatasi protokol kesehatan. Beragam barang ditawarkan, tidak terkecuali benda seni yang memiliki harga tinggi. Permasalahannya untuk urusan karya seni rupa apakah upaya ini berhasil menarik pembeli? 

Senin (20/7/2020) saya mewawancarai seorang art dealer sekaligus pemilik Galeri Zen1 Nicolaus F. Kuswanto seputar trik dan strateginya membidik pasar baru seni rupa. Nico mengatakan lima tahun terakhir, akibat perekonomian dunia yang tengah melambat,  pasar seni rupa ikut terkoreksi. Menurut Nico yang juga art dealer di balai lelang baik di Hong Kong dan London yang terus ia ikuti bersama koneksitasnya, menunjukkan kecenderungan yang sama: lesu. Tentu imbas ini juga mempengaruhi pasar di Indonesia.

Awalnya, tahun politik memiliki pengaruh terhadap pasar seni rupa, sebagaimana transaksi di perdagangan scara umum. Semua orang menunggu kegaduhan akibat  tahun politik mereda, kemudian bisa beranjak membaik. Tetapi, begitu sudah menunjukkan pasar bergeliat dengan ditunjukkan oleh maraknya event seni rupa dan berbagai aktivitas pameran dan art fair, pasar seni rupa kembali lesu akibat pandemi Covid-19.

Ini sungguh berbeda dengan isu sentimen anjloknya pasar karena krisis global. Pandemi Covid -19 benar-benar memporak-porandakan sendi ekonomi. Alhasil ekonomi tidak bergerak. "Boro-boro membicarakan pasar seni rupa, membicarakan kebutuhan hidup saja sangat sulit," kata Nico.

Pertanyaan awal dalam berbincangan live di Bali Cap Macan Channel ternyata mendorong saya untuk mengetahui lebih lanjut apakah Nico optimistis terhadap situasi seperti saat ini? Ia dengan tegas mengatakan sangat optimistis, karena peminat karya seni rupa, khususnya yang baru-baru saat ini memiliki banyak waktu luang untuk berfikir mengoleksi karya seni rupa. 

Tentu, ini bagi mereka yang memiliki simpanan uang dengan kebutuhan pokoknya telah terpenuhi.Situasi pelik ini oleh Nico justru dimanfaatkan dengan berbagai pendekatan dengan menyebar informasi tentang karya dan bidikan akhirnya mereka para eksekutif  muda adalah mengoleksi karya seni. Memang para art dealer untuk saat ini masih belum berani memasang target, namun setidaknya apa yang dilakukan Nico justru dapat menjaring pasar baru dan terbukti secara angka mulai menunjukkan ada reaksi positif.

Ketika ditanya tentang infrastruktur seni rupa, khususnya di Bali yang mendorong pasar, Nico mengapresiasi semuanya berjalan baik, hanya saja masih ada kekurangan dalam sinergitas program. Bali sebagai magnet pariwisata dunia mestinya memanfaatkan koneksitas event seni rupa agar dikelola lebih baik lagi. 

Event seni rupa di belahan dunia telah membuktikan berhasil menarik wisatawan untuk datang, dan tentunya galeri-galeri seni serta studio seniman lainnya akan ikut menyambutnya. Bali masih perlu terobosan dan kebijakan-kebijakan baru yang melibatkan campur tangan pemerintah daerah.

Lukisan Teja Astawa, Jatayu (2006) 140x100 cm, acrylic on canvas/dokpri
Lukisan Teja Astawa, Jatayu (2006) 140x100 cm, acrylic on canvas/dokpri
Lebih lanjut Nico mengatakan Bali membutuhkan keterlibatan semua infrastruktur seni rupa, termasuk pemangku kebijakan di dalamnya. Bila ini berjalan semua, dipastikan akan menyumbangkan sekaligus membentuk identitas baru yang lebih menggeliatkan kehidupan seni rupa. Bila semua berjalan tentu implikasinya adalah iklim pasar seni rupa yang baik.

Nico mengaku sering menerima kritik yang dilontarkan relasinya, kenapa setiap event seni rupa yang bisa menjadi acuan geliatnya seni rupa di Bali kebanyakan tidak berlanjut? "Kritik itu tentu harus dijawab bersama dan bukan menjadi cibiran, melainkan sebagai masukan untuk terus berbenah, dan merealisasikannya menjadi program," tambah Nico.

Ini merupakan masukan penting dari kacama art dealer yang berkosentrasi pada pasar, di samping tetap menjaga ruang apresiasi. Jika setiap kali Bali makin merasa maju sebagai daerah pariwisata dengan indikator nilai konsumerisme wisatawan, maka tanda yang bisa diikut sertakan adalah hadirnya event seni rupa, pusat seni rupa, dan galeri seni yang bermutu.

Yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah pemerintah daerah sebenarnya paham perihal seni rupa? Apakah sudah ada blue print  strategi menghidupkan seni rupa beserta pranatanya dapat berkembang lebih baik dari yang ada? Apakah pariwisata dengan perkembangnya membaca ulang atas kehadiran seni rupa yang terbukti menorehkan sejarah panjang para pelancong dan pesohor manca negara mengenal Bali?

Nico mengatakan terus berupaya mengembangkan strategi pasar dengan membidik wajah-wajah baru untuk hadir dalam pembicaraan seni rupa. Kehadiran para kolektor baru itu diharapkan dapat menggeliatkan pasar seni rupa. Saya sangat menghargai terobosan Nico bersama Galeri Zen1yang dibuka Maret 2020 lalu telah optimistis menghadapi pasar yang tengah meredup, terutama saat pagebluk corona yang belum tahu kapan berakhirnya.

Nico dengan sejumlah program galerinya berencana menggelar pameran tunggal perupa Sanur, September mendatang. Ia  ingin menunjukkan di era penyesuaian baru ini diharapkan dapat memberikan secercah sinar bahwa kehidupan seni rupa tidak berhenti. Tentu, saat pameran akan diterapkan secara ketat protokol kesehatan baik pada pembukaan maupun aktivitas keseharian galeri. Bagi pencinta seni yang tak berkesempatan hadir, Nico menyediakan e-katalog dan aneka informasi secara digital yang bisa diakses di mana saja.

Di luar wawancara live, kami melanjutkan diskusi. Reaksi pasar telah mengusik saya untuk mengingat kembali suasana Art Basel yang telah tiga kali saya kunjungi. Pariwisata dan berbagai aktivitas seni rupa beserta para pemangku kepentingan saling memberikan dukungan untuk menghidupkan perhelatan tahunan yang  selalu dirindukan penikmat seni rupa.

Kehadiran Galeri Zen1 milik Nico yang berada di deretan ruko kawasan Jl Bypass Ngurah Rai Tuban mengingatkan saya pada sebuah pameran penting di Galeri Darga Sanur. Galeri milik art dealer Jais Hadiana Dargawijaya yang berlokasi di deretan ruko Sanur itu pada 2005 memamerkan karya seniman besar dunia Basquiat yang sebelumnya telah dipamerkan di Paris, New York, dan Meksiko. Pameran langka itu pun menyihir publik dan pemberitaan media. Jais bersama Galeri Darga ketika itu isunya bisa membolak-balikkan pasar wacana sekaligus wacana pasar.

Saya berharap Galeri Zen1 yang sama-sama berada di deretan ruko seperti halnya Darga, juga bisa berkiprah lebih dahsyat membawa isu penting seni rupa Indonesia ke kancah yang lebih luas. Semoga. (Yudha Bantono, BCM Channel)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun