Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Pameran Seni Rupa Virtual Persahabatan Rumah Paros

28 Juni 2020   19:58 Diperbarui: 29 Juni 2020   05:24 375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Made Kaek, seniman dan pemilik Rumah Paros Art Gallery

Pameran seni rupa sejak pandemic Covid 19 ditandai dengan gejala apa yang disebut  peristiwa menikmati seni secara virtual. Pameran seni rupa yang sebelumnya dapat dinikmati dengan bertegur sapa dengan senimannya serta sesama pengunjungnya, kini hanya menunggu waktu untuk bisa berulang kembali bila pagebluk corona benar-benar sirna.

Selera pasar pun berubah, menurut beberapa sahabat saya yang juga kolektor lukisan, sama-sama mengatakan belum bisa menikmati pameran secara virtual, mungkin belum terbiasa atau sudah terbiasa menikmati karya secara langsung, dimana mata bisa meraba tekstur maupun warna aslinya. 

Di tengah gejala perubahan ini, demi keselamatan serta berjalannya kegiatan seni rupa, maka pilihan pameran secara virtual adalah yang terbaik. Kalaupun harus mengunjungi galeri, maka pihak galeri harus tegas melaksanakan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah, kata Made Kaek pemilik Rumah Paros Art Gallery. 


Pameran Sahabart di Rumah Paros Art Gallery
Pameran Sahabart di Rumah Paros Art Gallery
Akhir Bulan Juni ini, tepatnya mulai tanggal 22 Rumah Paros Art Gallery menyelenggarakan pameran seni rupa yang berjudul "SahabArt". Pameran ini sejatinya ingin mengetengahkan kedekatan pemilik galeri yang juga seniman dengan sahabat-sahabatnya yang selama ini menjadi teman dalam sparing partner dibidang seni dan budaya. 

Setidaknya ada 86 peserta pameran yang ikut serta dengan latar belakang yang berbeda-beda. Bukan saja seniman dengan nama-nama yang biasa dijumpai dalam pameran seni rupa, namun deretan sahabatnya seperti konsul, penulis, arsitek, jurnalis, politikus, dokter, akademisi, dan lain sebagainya, baik yang tinggal di Indonesia maupun luar negeri.

Setiap peserta diberikan media kanvas dengan ukuran 30 x 30 Cm untuk direspon menjadi sebentuk karya seni rupa. Terkecuali bagi seniman yang berada di luar negeri dengan karya yang sudah ada. 

Terlihat berbagai gagasan seniman atau pergulatan pemikiran sahabat-sahabat Made Kaek tertuang dalam beragam gaya maupun ekspresi. Kesemuanya memaknai secara visual dari gagasan yang disodorkan oleh pemilik Rumah Paros Art Gallery.

Pameran yang diselenggarakan di Rumah Paros Art Gallery ini berada di Banjar Palak, Sukawati, Gianyar. Pameran seni rupa ini telah mendorong adanya pemikiran betapa penting jalinan persahabatan dalam kemanusian di saat situasi sulit dengan pandemi yang belum jelas kapan berakhirnya. 

Suasana ruang pameran Sahabart Rumah Paros
Suasana ruang pameran Sahabart Rumah Paros
Mulanya konsep pameran SahabArt memang telah dirancang jauh sebelum pandemik muncul, yakni sekitar Bulan October 2019. Ketika waktu terus tergerus oleh musibah covid 19,  Made Kaek bersepakat untuk melangsungkan pameran dengan menggunakan model virtual exhibition sebagai landasan pemikiran penyelenggaraannya. 

Upaya menerobos kejenuhan dari berita-berita bertambahnya jumlah positif penderita covid 19 dan kelesuan ekonomi terus dilakukan Made Kaek dengan merampungkan e-catalog atau katalog elektronik yang selanjutnya siap digelar pameran secara virtual. 

Menurut Kaek sahabat seniman yang ikut dalam pameran ini Made Wianta, Nyoman Erawan, Made Budhiana, Dewa Putu Kantor, Wayan Kun Adnyana, Djaja Tjandra Kirana, Mangu Putra, Wayan Redika, Suklu, Made Wiradana, Ipong Purnama Sidhi dan seniman asal Swiss Stephan Spicher. 

Wayan Suja, Galung Wiratmaja, Polenk Rediasa, Dewa Ratayoga, Nyoman Wijaya, AA Putu Oka Astika, Huda Fauzan, Made Duatmika, I Gede Jaya Putra, Nyoman Sani, Loka Suara, Teja Astawa, IB Sutama, Made Aswio Aji, Putu Eni Astiarini, Made Dwipayana, Ketut Sugantika Lekung, Wayan Upadana, Wayan Jana, Gde Ngurah Pandji, Wayan Wijaya, Nyoman Winaya. 

Perupa lainnya adalah Made Karyana, Dewa Made Virayuga, Wayan Diana,Wayan Suardika Putra, Made Warjana, Putu Edy Asmara, Nyoman Ari Winata, Anthok Sudarwanto, Listya Wahyuni, Nengah Sujena, Made Palguna, Wayan Aris Sarmanta, Made Somadita, Made Gunawan, dan Uuk Paramahita.

Selanjutnya adalah Atmi Kristiadewi, Wayan Wirawan, Pande Alit Wijaya Suta, Made Alit Suaja, Wayan 'Doel' Sunadi, Ketut Jaya 'Kaprus', Romi Sukadana, Wayan Arnata, V. Dedy Reru, Sudarna Putra, Ketut Endrawan, Nyoman Wirata, Putu Sudiana 'Bonuz', Made Mahendra Mangku, Dollar Astawa, Putu Wirantawan dan Nyoman Sujana Kenyem. 

Selain itu juga diikuti oleh arsitek dan konsul kehormatan Republik Tunisia Popo Danes, budayawan Jean Couteau dan Putu Suasta, Konsul Kehormatan Italia Pino Confessa, dokter Kardi Neka, penyair Warih Wisatsana dan Wayan Jengki Sunarta, jurnalis Putu Fajar Arcana, Wayan Juniarta, dan Ema Sukarelawanto, fotografer Anom Manik Agung, Murdani Usman, dan Ulung Wicaksono, Drh. Yudha Bantono, pegusaha Handy Saputra, pegrafis Ayip Budiman (alm) dan SR Alwy, ilustrator Monez, serta kartunis Jango Pramartha dan IB Martinaya. 

Apa yang dilakukan Rumah Paros Art Gallery juga menguatkan satu gagasan penciptaan pameran virtual bagi kegiatan seni rupa di Bali berikut galeri lainnya yang telah mendahului. Kata Made Kaek, Bali sebagai salah satu tempat yang selama ini menjadi episentrum maupun peta seni rupa di Indonesia tidak boleh mandeg. 

Mensiasati ruang pameran secara virtual memang memerlukan tantangan. Misalnya pameran yang selama ini dinikmati secara visual dengan mengandalkan kedekatan optis yang tidak berjarak dan suasana intim galeri yang menghasilkan efek visual dan kenyamanan harus dirubah. 

Bagi saya karya-karya yang dipamerkan secara virtual di Rumah Paros Art Gallery telah mengobati kerinduan penikmat seni rupa sekaligus menerobos kebekuan dunia seni rupa Bali saat pandemi.

Seni rupa memang tidak bisa dilepaskan dari konteks penikmat atau kemasyarakatannya. Perubahan gaya hidup normal baru dan teknologi maupun sosial media tak luput mempengaruhi bagaimana karya seni muncul dan ditampilkan di hadapan publik.

Dan juga yang tidak kalah penting, siapapun bisa membuat art gallery secara virtual. Fasilitas internet dengan jaringanya sangat mudah didapat bukan penghalang untuk membuat gagasan artistik sebuah pameran tetap matang.

Mungkinkah Rumah Paros, galeri seni serta pelaku seni lainnya berperan aktif kembali menjalankan pameran secara virtual?. Inilah tantangan ke depan persahabatan kreatif yang bukan hanya membangun kemesraan atau menikmati klangenan,  namun juga siap dengan perubahan (Yudha Bantono)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun