Terkadang di antara garis-garis goresan Pandi pada karyanya menciptakan energi batin yang membuat siapapun akan menunduk bahkan pula menyala-nyala. Disadari atau tidak, saya pikir ini adalah bagian penting dari proses akumulasi romatisme maupun konflik psikologis yang pernah maupun sedang ia jalani saat ini.
Bagi Pandi, endapan pengalaman batin yang menghantarkan terciptanya karya tidak bisa dihentikan begitu saja, dan ia selalu mengikuti kemana dirinya akan dibawa. Karya Ibu cukup penting saya catat sebagai puisi rupa, bait demi bait bertutur tentang dirinya terhadap orang-orang terdekatnya, kemudian meletakkannya sebagai subyek yang memiliki identitas kuat untuk berbicara.
Pandi telah mengisahkan pengalaman hidupnya sekaligus menjadikan identitas karyanya, saya percaya ia tidak sekedar memindahkan potret tentang apa yang ia lihat dan amati, melainkan bagaimana karya itu hadir memberikan kesesuaian dengan apa yang dialami oleh banyak orang, bukan sebagian orang. Dan Achmad Pandi telah berhasil menghadirkan puisi-puisi rupanya sebagai manifestasi rasa, disamping capaian estetika. (Yudha Bantono, Bali 14 Juli 2019)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H