Gus Toke tidak pernah merasa alergi atau risih semisal bila dirinya harus mengkritisi kulturnya. Ia sangat blak-blakan bahkan tak segan membawa ingatan masa lalunya dengan keadaan sekarang. Evolusi kultur karena perkembangan pariwisata di tanah kelahirannya menjadikan “pariwisata” meninabobokkan segalanya. Itu adalah sebagian kritik ketika ia harus bercakap-cakap dengan boneka, semisal dalam salah satu karyanya.
Ketika saya singgung simbol kesederhanaan dari T-Shirt berlubang, apakah ada keterkaitan dengan laku hidup Ida Pranda Sidemen? Dengan spontan ia menyalami tangan saya. Menurut Toke sebagai orang Sanur Bali ia merasakan bagaimana sastrawan besar abad XX itu semangatnya selalu hadir pada dirinya semenjak ia kecil. Lebih lanjut Toke melihat dan merasakan petuah-petuah serta sikap hidup Ida Peranda Sidemen tetap jernih dan relevan sebagai pegangan hidupnya. Untuk itu, saya mulai mendapat angin segar dalam merunut semangat berkaryanya bahwa ia meletakkan kesederhanaan yang bermetamorfosis pada kecerdasan tidak bisa lepas dari kekuatan laku hidup Ida Peranda Sidemen.
******
Bila merujuk pada gagasan foto diri sebagai bahasa ungkap, sebenarnya ia telah melakukannya sejak belajar di bangku sekolah seni rupa. Kegelisahan tentang dirinya dan hal-hal yang ada di sekitarnya selalu ia kritisi sebagai bagian dari caranya melihat persoalan. “Sejak mula saya selalu menempatkan diri saya dulu sebelum berbicara ke mana-mana, saya sadar diri saya adalah representasi manusia yang tidak sempurna dan penuh ego, ini yang harus saya hancurkan terlebih dahulu,” ungkapnya.
Gus Toke memang tergolong perupa yang memiliki pandangan modern. Ia sempat mengenyam pendidikan di SMSR Batubulan, jurusan seni lukis dan juga STSI Denpasar, namun belum sempat menyelesaikan studinya tahun 1999 ia hijrah ke Swiss, tepatnya Zürich yang selanjutnya menjadi rumah keduanya setelah Bali.
Di Kota Zürich, Gus Toke memulai kehidupan baru. Persinggungan dengan kultur Barat semakin menarik dirinya memahami esensi kehidupan. Keharusan untuk mengisi kehidupan di negeri orang, membuatnya semakin terus untuk banyak mengetahui. Benturan demi benturan yang membuatnya harus sadar tidak bisa membawa-bawa atribut Bali, lebih-lebih berkaitan dengan pola pikirnya. Bagi Toke, ke Swiss adalah proses atau laku hidupnya yang harus dijalani.
Dua karya yang berjudul On my Head dan Between Red and White Roses, jujur karya ini telah ia buat cukup lama, jauh sebelum konflik yang menyita pikiran akan pentingnya cinta tanah air dan persatuan dalam menyelamatkan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Bagi saya, dua karya ini cukup serius bila diperhatikan dalam pola hubungan objek dan elemen pendukungnya saling berbicara.
Karya On my Head seperti mengingatkan pentingnya harga diri bangsa dengan dasar negara Pancasila. Harga diri bangsa ini tidak boleh diinjak-injak oleh siapa pun, termasuk bangsa lain atau oleh kaum radikal dan intoleran di negeri ini. Sementara, karya Between Red and White Roses secara tegas menghadirkan dua warna bunga mawar merah dan putih, ini sangat jelas melambangkan bendera Indonesia. Mawar itu diletakkan di depan mata, dari simbolisme yang kuat ini saya berani mengatakan bahwa Toke seperti mengingatkan pentingnya mencintai Tanah Air Indonesia. Mungkin menurutnya telah banyak mata orang Indonesia yang tertutup dan diam memandang pentingnya kembali mencintai negerinya. Untuk itu, bagi saya karya ini adalah provokasi positif, bahwa hanya dua warna yang harus dijunjung demi tegaknya kedaulatan NKRI ini, yaitu merah putih.
Demikian foto-foto Gus Toke bercerita: ada yang menertawai dirinya, satire, sinisme, dan ajakan. Toke tak ingin berkata-kata tentang foto-foto dirinya. Ia hanya menampilkan fotonya yang dapat bertutur kisah tentang keadaan sekarang ini. Ia tidak menolak bahwa semuanya adalah karangan dari proses kelana pikirannya. Toke mempunyai kritik terhadap gaya kehidupan, kepura-puraan yang melanda masyarakat modern. Maka, tak heran bila foto-foto dirinya mampu tampil sebagai narasi bagi pembacaan realitas kehidupan masyarakat dewasa ini. (Yudha Bantono, Bali, 04.02.17)