Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dekonstruksi Perempuan Erotis Gaya Radwin Nurlatif

2 Juli 2016   02:57 Diperbarui: 2 Juli 2016   17:51 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DUNIA Fotografi kontemporer Indonesia semakin hangat terus dibicarakan. Setidaknya dari catatan sekian banyak pameran bukan saja mencatatkan peristiwa, namun lebih dari itu, yakni meletakkan ideology yang melampaui label fotografi mainstream yang ada.

Ketika foto-foto yang dihadirkan penuh konseptual baik dalam pemikiran maupun perwujudan, maka tidak bisa diabaikan bahwa praktik fotografi kontemporer selalu meletakkan pertanyaan dibalik keindahannya. Deretan foto-foto yang sedang dipamerkan di Grya Santrian Gallery Sanur misalnya, bisa jadi sebagai presentasi karya yang konsisten memperjuangkan kehadiran fotografi kontemporer di tengah-tengah publik fotografi maupun seni rupa. Radwin, yang memiliki nama lengkap Radwin Nurlatif (41) adalah salah satu dari fotografer kontemporer Indonesia yang secara individu memberanikan diri berbicara dalam pameran tunggalnya yang pertama kali dengan judul “at the point of view”.

Foto-foto Radwin yang dibuat dengan mengandalkan teknologi dijital dan perangkat lunak seolah tidak tanggung-tanggung ingin menelanjangi pandangan audience sebelum melihat objek yang memang benar-benar telanjang. Perempuan-perempuan telanjang yang hadir dalam beragam pose, sedari mula memang menimbulkan pertanyaan yang memunculkan beragam persepsi. Radwin  tidak menghadirkan imej erotis sebagai sodoran  gagasan utama, sehingga fotonya akan berbicara bahwa perempuan bukan sebagai objek penggarapan utama. Untuk itu secara jelas ia telah menganulirnya terlebih dahulu, melalui peletakan asap-asap yang dapat menggiring kesepakatan persepsi yang berbeda.

Radwin Nurlatif
Radwin Nurlatif
Memang menarik foto-foto Radwin tidak menghubung-hubungkan antara objek yang saling menyusun, sehingga ia tidak memberikan judul pasti sesuai dengan imej yang biasanya bernarasi dengan sendirinya. Disini sangat nampak bahwa Radwin tidak ingin menggiring publik pada jebakan judul karya, ia benar-benar membebaskan penikmat karyanya dari cara menikmati, cara berfikir maupun kesadaran terhadap sesuatu yang mereka lihat.

Kemunculan pemandangan alam liar, persawahan, danau, laut, dan setingan bunga-bunga sampai warna-warna kuat, seakan ingin menyematkan batas bagi pembaca, sekali lagi tidak terkecoh oleh hadirnya persepsi imej perempuan erotis. Memang disadari atau tidak, pada karya yang berada pada warna-warna kuat seperti merah, kuning atau hitam justru akan memperkuat kesan emosi melihat perempuan telanjang yang nyaman pada posisinya. Apakah ini sebenarnya jebakan yang oleh Radwin dihadirkan untuk mengukur sekala persepsi terhadap kekuatan asap dalam menganulir kembali pada at the point of view ?.

Radwin, lagi-lagi hampir menggiring pembacaan karya pada setting  susana eropa, pada salah satu karya yang coba saya perhatikan memang objeknya adalah perempuan barat, namun ketika saya tanya dimana lokasi pemotretannya ?, ia menjawabnya di Kintamani Bali. Dari persoalan tempat, maka jelaslah kiranya Radwin dalam karya fotografinya berhasil membangun sebuah kesan lain disamping kembali ke point perempuan dalam karyanya.

Secara teknik Radwin mengatakan ia memiliki koleksi foto-foto yang banyak, karena perkembangan zaman yang memaksa era digital bermain, maka ia mengolahnya kembali menjadi karya baru. Pengetahuan teknis mengolah foto di atas media menjadi kunci keberhasilan menerjemahkan gagasan sampai menghasilkan karya. Dari rangkaian imej-imej yang awalnya hadir dengan sendiri-sendiri kemudian merangkai menjadi pemaknaan yang lebih luas.

Foto Kristupa Saragih
Foto Kristupa Saragih
Rifky Efendi, kurator pameran yang menulis dalam katalog pameran mengatakan, Radwin telah mendekonstruksi foto-fotonya sendiri untuk kepentingan artistiknya ‘menjinakkan’ seluruh pemaknaan yang tunggal dan berpotensi kepada stereotype. Menjadi rangkaian imej yang lebih bisa ditafsirkan secara lebih luas atau tidak tunggal atau bernilai prural.

Rifki menggaris bawahi bahwa karya Radwin membawa kita kepada cara pandang yang mungkin mencerminkan gejala perkembangan dari evolusi cara melihat karya, baik secara artistik maupun kultural. Dengan menampilkan tubuh perempuan telanjang, dari berbagai macam latar, dan dengan berbagai sikap atau gestureyang erotis, kita dihadapkan kepada suatu kebimbangan dalam menentukan nilai tubuh-tubuh perempuan itu, antara penghakiman kepada suatu sisi moral dan kepada nilai-nilai yang muncul di dalam penggarapan artistiknya.

Rifki juga melihat dalam karya Radwin yang menghadirkan unsur kepulan asap yang kemudian mengganggu kehadiran tubuh-tubuh perempuan tersebut, kemudian menghasilkan imej yang cenderung mistis dan kadang nampak jenaka, seolah menyiratkan pesan tertentu. Yang menjadi pertanyaan setelah melihat peletakan maupun komposisi asap dalam foto-foto Radwin adalah “apakah asap berhasil menganulir derasnya pemaknaan terhadap tubuh, perempuan dan ketelanjangannya atau justru malah menambah unsur estetikanya ?”. Tentu, jawaban ini dikembalikan kepada audience yang membacanya.

Terlepas dari perjuangan bahasa visual tentang perempuan telanjang pada karya-karya foto Radwin yang dipamerkan di Grya Santrian Gallery selama dua bulan sampai 5 Agustus 2016 nanti, potret “nude”  perempuan yang di eksplorasi maupun dipamerkan di Bali telah membuktikan mendapatkan ruang nyaman. Sebuah kesan yang tak surprice lagi bila harus membandingkannya dengan peristiwa serupa, yakni ketika foto-foto Ni Polok dengan telanjang dada sebagai model dari suaminya pelukis sohor Le Mayeur yang telah beredar di Sanur pada era tahun 30 an. Membandingkan ruang, waktu dan kecanggihan era foto zaman dulu dengan sekarang tentu sebuah keniscayaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun