Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Potret Republik Gagal Grace Tjondronimpuno

11 Juni 2016   16:19 Diperbarui: 12 Juni 2016   03:34 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lepas dari pembacaan karya, ada hal penting juga untuk saya tanyakan perihal proses penciptaan karya dari sisi bahan. Dalam karya “Antre Sejerigen Minyak Tanah” Grace menuturkan bahwa bahan-bahan yang ia gunakan adalah bahan daur ulang, ada kardus, kertas koran, stereo foam, plastik dan kaleng minuman yang ia temukan di sembarang tempat baik tong sampah jalanan maupun sampah rumah tangganya.

 Grace tidak segan memungut bahan-bahan sampah untuk dikantongi, diproses dan dibentuk di studionya dan menghasilkan elemen-elemen penting dari karyanya. Lagi-lagi Grace mengajakku terlena pada pemaknaan penciptaan karya seni yang tidak harus memerlukan biaya tinggi, semua yang ada disekitarnya adalah materi yang bisa mengkayakan nilai seninya. 

***

Karya “Antre Sejerigen Minyak Tanah”, adalah buah dari kerja keras yang melibatkan kecerdasan, ketekunan dan ketulusan, maka pada tahun 2006/2007 melaui karya ini dan karya tiga dimensi lainnya yang sama-sama menyuarakan tema-tema sosial ekonomi, politik, dan budaya dari kegagalan republik ini, menghantarkan dirinya mendapatkan Grandresidensi dari Freeman Foundation melalui program Asian Artist Fellowship di VSC (Vermont Studio Center) Amerika. 

Dalam program itu Grace bersama karyanya memerankan diri sebagai bagian program East and West Dialoque atas pandangan Asia dan Amerika, ia menyampaikan pandangan tentang potret Indonesia sebagai bagian representasi asia dalam bahasa rupa.

 Karya-karya Grace bukan sebuah kebetulan yang akhirnya menjadi bahasan penting yang berlanjut pada The World intercultural dialogue yang menyuarakan perdamaian dunia.

Sebagai pencapaian dari residensinya, Grace mendapat kesempatan emas berpameran tunggal di Red Mill Gallery Vermont, Amerika. Dalam pameran tunggalnya ia mengangkat keprihatinan atas situasi dunia yang kacau balau dengan perang dimana-mana, dan semua pihak merasa benar.

Dari program Vermont Center Studio berlanjut kembali dimana ia kemudian mendapat bonus mengunjungi New York. Mumpung di di kota besar negeri paman sam ini kesempatan tidak ia sia-siakan.

 Grace bersyukur memiliki sahabat di New York sehingga dalam waktu sebulan tinggal di apartemennya ia berkersempatan mengunjungi museum-museum terkenal termasuk MoMA. 

Sebagai penikmat seni rupa yang senang menikmati karya-karya yang menyuarakan tema-tema sosial, bagi saya karya-karya Grace adalah ruang untuk merasakan kepekaan rasa atas problematika sekitar kita. 

Ini adalah sebuah berita bahagia ketika mendengar seniman muda Indonesia menjadi bagian pembicaraan seni rupa dunia, memiliki keberpihakan pada nasib rakyat yang tertindas daripada berburu identitas pada karya-karya yang tidak jelas.

 

 (Tour de Seni Rupa #14 - Facebook Chatting from Art Studio Grace Tjondronimpuno Magelang, Central Java. 11.03.2014).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun