Mohon tunggu...
Yudha Bantono
Yudha Bantono Mohon Tunggu... Penulis - Pembaca peristiwa

Veterinarian, Art and architecture writer yubantono@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Narasi Pohon Kehidupan Made Gunawan

2 Juni 2016   23:31 Diperbarui: 2 Juni 2016   23:55 267
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
MADE GUNAWAN, Narasi Pohon Kehidpan

Dari uraian Gunawan rabaan saya semakin jelas bahwa ada persoalan pengalaman, estetis dan filosofi yang menjadikan kayon sebagai bagian proses penting penciptaan karya. Ia menguntai realitas permasalahan kehidupan, menyadari bagaimana permasalahan itu menjadi pernyataan yang hadir mendeskripsikan kegelisahannya.

Dalam beberapa karya seri Pohon Kehidupan di dalamnya hampir tidak saya temukan sebuah konflik. Artinya Gunawan meluluhkan bahasa ungkap pada  yang indah-indah, dimana pohon yang menjadi obyek ia frame menjadi bagian penting kekuatan estetika. Melalui karya seri pohon kehidupan dapat saya baca ulang setidaknya karya ini memiliki kekuatan atas filosofi, kosmologi, akar budaya, dan realita dalam memandang kehidupan.

***

Perhatian kembali saya fokuskan pada isi karya tentang “nyata kesadaran” Elemen pendukungnya mengalir, setiap adegan diungkapkan secara naif, badan dan kostum yang melekat pada figur tidak menjadi persoalan utama, terpola dalam target gerak kegembiraan. Lantas ada pertanyaan apakah yang terjadi ketika kesadaran dibicarakan dalam ruang kontemplasi atau keheningan ?. Menurut Gunawan ini adalah permasalahan bahasa ungkap, sesungguhnya bahasa ungkap kesadaran dalam diam atau hening ia hadirkan langsung kepada penikmat yang membaca karyanya. Sehingga dialektika karya tidak dimaknai estetika semata, namun esensi sebenarnya yang akan masuk ke ranah publik, menjadi sebuah perenungan atau kontemplasi.

Daya tarik lain dari karya seri pohon kehidupan ini juga saya lihat terletak pada keberanian Gunawan dalam menempatkan elemen pendukung yang berinteraksi dengan pohon. Ia tidak ingin memindahkan atau menyamakan dengan ornamen-ornamen kayon, karena itu sebuah inspirasi. Kayon melekat sebagai ruang pemikiran dan ruang kesadaran. Jika ia menyamakan dengan isi utama dari Kayon maka ini akan mengundang resiko bahwa peranan kesadaran dari karyanya telah terselesaikan, sementara ia berperan terus mempertanyakan dengan kekuatan yang ada di dalamnya.

Gunawan sepakat bahwa melalui karyanya ia ingin mendekatkan kembali filosofi kayonan sebagai kode penting membaca keharmonisan kehidupan manusia di muka bumi ini. Begitu halnya ia juga mencoba ingin mendekatkan kembali kosmologi alam dengan pembacaan seni rupa.

***

Saya mulai menarik perhatian pada ruang baca kerusakan bumi secara global (global warming), apakah ini ada kaitannya ?. Gunawan menjawab “jelas” ini adalah berkaitan dengan pengalaman realita, bagaimana sebuah proses kehancuran alam pelan-pelan hadir di depan mata. “Saya ingin menunjukkan bahwa Bali dengan akar budayanya memiliki nilai-nilai filosofi tinggi bagi upaya penyelamatan bumi, sebagai seniman saya angkat kembali melalui bahasa seni rupa”, tambahnya.

Menurut Gunawan tradisi Bali tidak dapat ia lepaskan dalam pencitraan karyanya, bukan manakala seni rupa ingin mencari identitasnya ia lantas mencari-cari tradisi Bali. Menurutnya tradisi Bali dengan kekuatannya telah terbukti menjawab problematika sosial.

Kembali saya duduk di hadapan karya-karya seri Pohon Kehidupan. Saya sedang mengibaratkan menikmati pertunjukan wayang kulit. Manusia-manusia kecil yang mengitari pohon mulai menari penuh suka cita diiringi gamelan, mereka benar-benar seperti bergerak, sangat teatrikal, dinamis, ritmis, musical. Barong-barong diusung juga  ikut menari-nari. Pohon besar yang rindang menaungi dan memberikan keharmonisan bagi kehidupan yang ada dibawahnya.

Belajar dari karya seri Pohon Kehidupan Gunawan, mengingatkan saya pada cerita  Adam dan Hawa, dimana asal mula permasalahan manusia terjadi. Pohon telah menjadi pengingat penting, membuka halaman-halaman kitab suci, menguak tabir dan memecahkan misteri. Dan dari pohon akan terus meneduhkan mitos-mitos, menjadi pembicaraan magis, yang bila dikupas tak ada habis.

Denpasar, 24.05.2016

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun