Mohon tunggu...
Yuanita Pratomo
Yuanita Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - Mommy

Daydreammer, as always

Selanjutnya

Tutup

Diary

Ternyata Happy Salma dan Sophie Navita Teman Se-genk Saya

22 Juli 2024   19:11 Diperbarui: 22 Juli 2024   19:52 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : unsplash.com

Iya, ternyata kami se-genk.

Anda pasti bertanya siapa saya, kok bisa se-genk dengan seleb sekaliber mereka. Tenang saja, saya akan ungkapkan jati diri saya yang sebenarnya disini. Mungkin setelah anda tahu siapa saya, kita juga bisa jadi teman se-genk, bukan se-gang. *wink*

Well, saya hanya ibu rumah tangga biasa. Iya, tipikal ibu-ibu yang dari bangun pagi sampai mau tidur sibuk wira wiri dari halaman depan sampai halaman belakang, sesekali mampir ke dapur dan mesin cuci. Sebagaimana ibu rumah tangga pada umumnya. 

Disela-sela kesibukan yang tidak ada habisnya itu, saya mengisi waktu luang yang tidak luang-luang amat dengan menulis, mengajar, menyetir atau bertukang.

Lho kok bisa se-gank alias satu circle dengan Happy Salma dan Sophie Navita?  

Itulah ajaibnya! 

Padahal kami tidak pernah berada di teritorial maupun komunitas yang sama. Teman sekolah bukan. Teman main juga enggak. Teman sosialita? Walaaaaah itu jelas tidak mungkin karena perbedaan status sosial yang terlalu njomplang dan karena saya orang rumahan, yang keluar ke teras saja cuman beberapa menit untuk bersih-bersih.

Praktisnya, kami ketemu pun cuman lewat layar kaca atau layar biru, dan sifatnya sepihak. Maksudnya, saya yang effort menemui mereka lewat kedua media itu. Mereka bahkan tidak tahu ada seorang saya yang hidup di bumi yang sama dengan mereka hehehe.

Hmmm...makin penasaran khan ?

Jadi begini, kami segank karena disatukan oleh satu prinsip, no gadget no cry.  Bagi yang sudah dengan setia mengikuti tulisan-tulisan saya sedari dulu pasti paham  soal prinsip ini. Bagi yang belum, silahkan mulai setia hehehe.

Ceritanya pada suatu hari entah hari apa saya juga lupa, saya mendadak ndengerin podcast mereka di youtube, karena gak sengaja kepencet. Awalnya saya skeptis donk, obrolan artis palingan ya dalam rangka promo film atau series atau buku atau apalah itu, eh pas lanjut mendengarkan saya tidak bisa membendung rasa optimis saya.

Ya ampun, saya baru tahu kalau Happy Salma, Sophie Navita dan saya sama prinsipnya. Saya sampai ingin sekali memeluk mereka saat itu juga saking happy-nya. Semua yang saya perjuangkan selama ini bukan khayalan semata.

Menjadi orang tua minoritas dalam kancah pergadget-an, ditengah pandangan mayoritas bahwa membesarkan anak tanpa gadget adalah hal yang mustahil di jaman ini, bukanlah hal yang mudah. Banyak orang meragukan, lebih banyak lagi yang mencemooh. Termasuk mereka yang berprofesi pendidik. Eiiits.

Pas merasa seperti berjalan sendirian, eh tahu-tahu baru nyadar kalau teman seperjalanan ternyata malah para seleb. Bukan yang model kaleng-kaleng lagi. Bukan tipe seleb karbitan yang hanya berbekal bodi dan sensasi, tapi mereka berdua masuk kategori seleb yang berkualitas dan punya visi. Yang juga penulis.

Semangat saya pun meluap-luap. Tos dulu, kakak.

Menyimak podcas mereka, saya pun menyimpulkan kalau kami sepakat untuk menahan memberikan gadget sampai minimal usia 12 tahun, kalau mungkin ya lebih. Secara Steve Job, yang notabene pencipta gadget saja, baru memberikan gadget pas anaknya usia 14 tahun.

Masa anak-anak mereka terlalu berharga untuk diisi dengan penggunaan gadget, apalagi kalau sampai berlebihan. Masa ketika mereka bisa mengeksplor dunia sekitar dengan memaksimalkan fungsi panca indra dan motorik kasar halus mereka. Menemukan bakat dan minat. Melatih fokus dan mengembangkan imajinasi dan sosialisasi yang benar.

Tentu saja, anak-anak  juga diperbolehkan meminjam gadget kita pada waktu-waktu tertentu, dalam batas waktu tertentu, untuk melakukan hal-hal tertentu, dan dengan pendampingan orang tua.

Banyak yang pesimis hal itu bisa dilakukan. Apa anaknya gak merasa ketinggalan jaman nantinya? Apa tidak merasa berbeda dari teman-temannya? Merasa minder? Atau malah tantrum?

Kunci dari semuanya adalah komunikasi dan disiplin. Anak-anak itu makhluk yang sudah dibekali kecerdasan dari sononya. Mereka bisa bernalar. Jadi selama alasan kita reasonable, ya pasti mereka bisa menerima. Tergantung cara ngomongnya saja. Kuncinya, mereka mengerti bahwa kita memberlakukan aturan itu karena sayang, bukan sebaliknya.

Disisi lain, orang tua  juga dituntut disiplin untuk berani repot dan capek plus tidak punya banyak me-time. Menemani bermain, mengajak ke tempat bermain dan mengawasinya, terutama anak-anak balita ya, supaya mereka tidak membahayakan diri sendiri dan orang lain, dan melakukan banyak aktivitas yang lain bersama.

Melelahkan? Oh sangat. Tapi kalau sesibuk Happy Salma dan Sophie Navita saja mampu, kita juga pasti bisa.

Karena seperti Happy Salma bilang, ketergantungan gadget sebagai efek produksi hormon dophamin jauh lebih merusak dan membahayakan, setara dengan ketergantungan obat. Yang tentu saja, tak sebanding dengan keengganan kita untuk direpotkan menjaga, mengawasi dan mendampingi anak-anak kita sedari usia dini.

Happy Salma dan Sophie Navita beruntung karena mereka menemukan sekolah dan sistem belajar yang memang tidak menggunakan gadget dalam kegiatan belajar mengajar. Tapi bahkan ketika sekolah tidak sepaham dengan prinsip kita pun, bukan halangan untuk tetap menerapkan prinsip bahagia tanpa gadget pada anak.

Putri saya yang sekarang berada di tahun terakhir di sekolah dasar, adalah satu-satunya di kelas, bahkan mungkin di sekolah, yang tidak memiliki gadget. Dia tidak minder atau tantrum. Dia paham dia belum perlu dan dia bangga dengan pilihannya. Dia tahu dia berbeda dari teman-temannya, tapi dalam arti yang baik dan positif.  

Kadang kami suka bercanda, smart kids don't need smart phones, because they are already smart hehehe.

Ketika ada kegiatan inbound di sekolah, sementara teman-temannya membawa hp untuk mengisi waktu istirahat, dia memilih membawa buku. Dia tidak merengek atau merajuk meminta gadget, hanya supaya sama dengan teman-temannya. Dia cukup bahagia dengan buku-bukunya. 

Bahkan untuk prestasi yang ditorehkannya di sekolah, dia hanya minta hadiah berupa buku bacaan.

Iya, sesederhana itu, dan itu membuat saya dan bapaknya bahagia.

#NoGadgetNoCry

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun