Mohon tunggu...
Yuanita Pratomo
Yuanita Pratomo Mohon Tunggu... Freelancer - Mommy

Daydreammer, as always

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Burung Gereja yang Berkata Tidak, Kisah Tentang Keberanian yang Mind-Blowing

12 Desember 2021   10:20 Diperbarui: 12 Desember 2021   11:14 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sabtu malam minggu. Ditengah guyuran air hujan yang melebat, saya pun bertekad menuntaskan janji yang tertunda beberapa lama.

Beberapa minggu lalu si cantik, putri saya, membacakan cerita favoritnya di channel youtube. 

Link-nya ada disini : 


Sayangnya, karena buku yang kami miliki hanya yang edisi asli, maka pesan yang luar biasa dari cerita yang dibacakan itu pun hanya menjangkau kalangan terbatas karena kendala bahasa.

Buku cerita itu judul aslinya "Mutig, Mutig" , karya Lorenz Pauli. Dalam bahasa Inggris berjudul "You Call That Brave?"

Waktu itu saya berjanji akan membagikan cerita itu di kompasiana supaya bisa dinikmati lebih banyak orang, tapi karena kesibukan memotong rumput dan beres-beres yang tak juga ada jedanya, janji itu pun terus tertunda.

Saya sendiri juga heran, padahal rumput saya toh masih tetap tinggi-tinggi. Ya sudahlah ya, mari kita salahkan saja pada tingginya curah hujan, bukankah sekarang memang lagi musimnya melempar kesalahan eh musimnya hujan maksud saya.

Oke, mari kita mulai dongeng akhir pekan kita.

Pada suatu hari yang membosankan,  tikus, katak, siput dan burung gereja lagi nongkrong di pinggir sungai.

Mereka tidak sengaja ketemuan di situ. Si tikus ada disitu karena dia gak tahu harus kemana lagi, si siput disitu karena ada si tikus. Si katak pas kebetulan lewat disitu trus ikutan nongkrong dan si burung gereja ke situ karena sekedar kepo saja, pengin tahu yang lain lagi ngapain.

Rasa bosan pun melanda, mereka bingung harus ngapain. Enaknya ngapain ya?  Mereka pun saling bertanya.

Si katak-lah yang akhirnya punya ide untuk mereka beradu keberanian. Kira-kira siapa yang paling pemberani diantara mereka ber-empat.

Adrenalin ketiga temannya pun langsung melonjak naik seketika mendengar ide katak, dengan riuh mereka pun bersorak setuju.

Pertandingan pun dimulai. Si tikus mendapat giliran pertama.

Si tikus memutuskan akan menyelam bolak-balik sampai ke pinggir sungai tanpa sekalipun mengambil nafas untuk membuktikan kalau dia paling berani.

Si katak berseru kecewa mendengarnya. "Yang benar saja, itu sih namanya bukan uji keberanian, itu cuman having fun saja!"  Begitu kira-kira nyinyiran si katak.

Merasa tersinggung, si tikus pun berargumentasi kalau dia bukan katak yang memang bisa dan biasa berenang. Bagi tikus melakukan hal seperti itu perlu nyali yang luar biasa, karena tikus takut dengan air.

Si burung gereja pun menengahi. Dia sepakat dengan si tikus.

Maka bersiaplah si tikus. Dia menarik nafas dalam-dalam, sangat-sangat dalam, lalu meloncat ke dalam air dan menghilang.

Si tikus menyelam sampai ke seberang sungai lalu balik lagi. Akhirnya si tikus muncul kembali ke permukaan dengan nafas tersengal dan terengah-engah. Si katak membantunya keluar dari dalam air dan memberinya selamat.

Hebat! Pemberani! Kamu penyelam yang hebat!

Yang lain pun bertepuk tangan.

Sekarang giliran si katak. Katak memutuskan akan memakan selembar penuh daun teratai, untuk menbuktikan keberaniannya.

Kali ini gantian si siput yang protes. Si siput gak terima kalau apa yang dilakukan si katak bisa dikategorikan uji keberanian, karena makan dedaunan bukanlah hal istimewa bagi si siput, itu makanan siput sehari-hari.

Katak tidak terima dengan protes si siput, karena katak beda. Bagi katak, puasa makan lalat dan nyamuk, dan hanya makan daun perlu keberanian yang luar biasa.

Kali ini si tikus yang menengahi. Ia sepakat dengan katak.

Katakpun meloncat ke dalam kolam, mencari selembar daun teratai yang cukup besar dan mulai mengunyah dan menelan daun itu beserta batangnya.

Tibalah pada gigitan terakhir, si siput pun mengangguk mengakui keberanian Katak.

Hebat! Pemberani! Yang kamu lakukan tadi itu benar-benar luar biasa. Istimewa!

Semuanya pun bertepuk tangan.

Sekarang giliran si mungil siput yang sibuk mondar mandir dengan gelisah. Apa yang akan dilakukan si siput untuk membuktikan bahwa dia pemberani ?

Ternyata, hal yang akan dia lakukan adalah keluar dari rumahnya, mengelilingi rumahnya, lalu masuk kembali ke dalam rumahnya.

Si burung gereja pun protes. Dia merasa yang akan dilakukan siput terlalu gampang, karena sejak menetas, burung gereja toh sudah keluar dari cangkang telur dan tak pernah masuk lagi ke cangkangnya.

Siputpun tersinggung dan meleaak masuk ke dalam rumahnya. Untungnya ada tikus yang menenangkan dan menyetujui apa yang akan dilakukan oleh siput sebagai uji keberanian.

Siput pun mulai bergerak pelan keluar meninggalkan rumahnya. Mengelilingi rumahnya dengan tubuh lunaknya yang tak terlindungi lalu pelan-pelan masuk kembali ke dalam rumahnya.

Si burung gereja pun bersorak kagum.

Hebat! Pemberani! Hal seperti itu belum pernah terjadi sebelumnya !

Dan mereka semua pun kembali bertepuk tangan.

Sekarang semuanya menatap ke arah burung gereja dengan rasa penasaran membubung tinggi, karena diantara mereka ber-empat  burung gereja-lah yang terkenal paling bandel dan sangat pemberani.

Kira-kira apa yang akan dilakukan si bandel nan pemberani ini ?

Si burung gereja berjalan mondar-mandir sambil bergumam. Sementara teman-temannya tercekik rasa penasaran yang sudah melampaui ubun-ubun.

"Aku...hmmm..aku...."  Burung gereja berkata ragu-ragu.

Teman-temannya yang tadinya penasaran sekarang berubah geregetan. Mau bilang apa sih kamu sebenarnya burger (akronim dari burung gereja) ?

"Aku TIDAK mau ikut pertandingan!"

Sejurus hening yang mencekam, kombinasi dari rasa syok dan bingung yang dirasakan oleh tikus, siput dan katak. Mungkin yang mereka rasakan itu berasa seperti di prank.

Sampai akhirnya satu persatu dari mereka mulai memahami maksud si burung gereja.

Aha! Benar juga, ini yang namanya keberanian !

Keren ! Keren !

Sorak sorai mereka pun meriuh rendah, merayakan pencerahan arti kata berani yang sesungguhnya.

Wow! Mind blowing gak sih endingnya? Itulah kenapa dongeng atau cerita fabel ini menjadi favorit si cantik

Ada beberapa pesan luar biasa yang bisa kita tarik dari cerita fabel diatas.

Pesan yang pertama, kita cenderung memakaikan standar kita pada orang lain dan dengan gampang meremehkan apa yang dilakukan oleh orang lain.

Apa yang bagi seekor tikus adalah sebuah tindakan keberanian, bagi katak bukanlah hal yang istimewa, karena memang itu keahliannya.

Begitu pula katak dengan siput, maupun siput dengan si burung gereja.

Apa yang bagi seseorang adalah sebuah tindakan keberanian, seperti bisa menahan diri dan tidak over reaksi pada situasi tertentu yang sangat provokatif-intimidatif, kita mungkin menganggapnya biasa saja.

Kenapa?  Ya, karena kita tidak berada di situasi yang sama.

Seringkali kita enggan melepas sepatu kita, dan mengenakan sepatu orang yang kita nilai, lalu dengan serta merta membuat penilaian saat kita masih memakai sepatu kita sendiri.

Pesan yang kedua, kebesaran hati melihat orang lain dari kacamata yang seharusnya.

Meskipun diawal katak meremehkan tikus, setelah diingatkan oleh burung gereja bahwa mereka berbeda maka katak pun dengan berbesar hati dan tulus menjadi yang pertama memberikan ucapan selamat dan bergembira ketika tikus melenyelesaikan misi uji keberanian
versinya.

Luar biasa bukan? Seberapa sering kita terlalu angkuh dengan apa yang kita pikir adalah yang terbaik versi kita.

Ketika seseorang merayakan keberhasilannya, yang mungkin menurut kita tidaklah seberapa, apakah kita akan tetap mencibirnya atau dengan besar hati dan tulus mengapresiasinya?

Anak yang memang tidak berbakat matematika, misalnya. Ketika dia dengan usaha kerasnya berhasil mencapai nilai 70, tentu berhak mendapat apresiasi. Meskipun teman-teman lainnya mendapatkan nilai jauh lebih tinggi.

Pesan ketiga adalah betapa kita sering terjebak dalam kompetisi yang tidak perlu.

Memang pada beberapa hal dan waktu, kompetisi diperlukan. Tapi seringkali kita memposisikan diri kita bahkan orang lain dalam kompetisi yang bukan saja tidak perlu tapi membahayakan kesehatan pikiran, jiwa dan tubuh.

Apalagi kalau itu kita terapkan pada anak-anak kita.

Membandingkan dengan si A, si B, si C padahal anak kita adalah si D.

Setiap anak berbeda. Memiliki kekuatan dan kelemahan yang juga berbeda. Sama dengan kita. Mereka di ciptakan dan di desain oleh Tuhan sedemikian rupa bukan untuk dibanding-bandingkan apalagi dikompetisikan, pun juga tidak untuk diseragamkan. Memangnya kita ini keluar dari cetakan kue muffin?

Pesan ke empat dan yang paling krusial adalah konsep tentang keberanian yang out of the box.

Bisa dibayangkan betapa penasaran, kepo dan bersemangatnya ketiga temannya menanti apa yang akan dilakukan oleh teman mereka yang paling pemberani si burung gereja untuk membuktikan level keberaniannya.

Analoginya mungkin seperti menanti aksi pesulap dunia David Copperfield menjawab tantangan dari sekelompok pesulap negeri ini seperti Demian, Deddy Corbuzier dan teman-temannya.

Menegangkan dan diliputi rasa penasaran menanti hal yang spektakuler yang akan dilakukan oleh sang master.

Dan yang terjadi kemudian justru mind blowing banget, si David hanya melambaikan tangan. Begitulah pula yang dilakukan oleh si burung gereja. Si pemberani bin bandel itu dengan sangat mengejutkan berkata tidak.

Disini kita belajar bahwa keberanian bukanlah berarti menjawab semua tantangan dengan gagah berani hanya untuk membuktikan siapa kita, keberanian terkadang atau seringkali pada situasi tertentu adalah berkata tidak.

Pada dunia anak dan remaja, anak-anak yang masih labil seringkali terlibat dalam hal yang kurang baik karena salah kaprah mengartikan keberanian.

Ditantang berkelahi langsung diladeni, hanya untuk membuktikan kalau pemberani. 

Diajak mbolos langsung ikutan tanpa pikir panjang, hanya supaya dicap bukan penakut. 

Belum lagi ajakan-ajakan lain dari yang manis-persuasif hingga provokatif-intimidatif, dilahap serta merta hanya supaya dicap pemberani. 

Masak sih gitu saja gak berani ? 

Kamu penakut khan ? Buktikan donk kalau memang kamu bukan penakut. 

Ayo lawan aku kalau berani.

Itu hanyalah beberapa contoh kalimat-kalimat provokatif yang jamak terdengar di tengah pergaulan anak-anak. 

Bayangkan betapa riskan dan bahaya-nya ketika anak-anak tidak dibekali pengertian tentang keberanian yang benar. 

Berani berkata tidak meskipun dengan resiko dilabeli penakut dan tidak punya nyali.

Berani tidak ikut-ikutan walaupun banyak yang menjauhi.

Berani tidak menjawab provokasi ataupun tantangan, hanya untuk membuktikan siapa dirinya. 

Berani bersuara ketika dibully, bukan sekedar untuk diri sendiri tapi supaya hal yang tidak semestinya itu berhenti dan tak ada lagi yang mengalami. 

Selamat berakhir pekan dengan penuh kedamaian apapun yang tengah menjadi beban pikiran, karena nilai diri kita tidak perlu pembuktian, sedari awal ia sudah disematkan oleh DIA yang menciptakan. Tidak akan berubah oleh berbagai cerita dan keadaan, ataupun rumput yang bergoyang.

Itulah keberanian!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun