Topi lebar yang cantik berkelepak manja di terpa semilir angin beraroma pantai, di sambut lambaian rok pantai semata kaki yang bergemerisik menyentuh pasir.
Sambil duduk berselonjor di hamparan pasir yang masih hangat sisa sengatan terik siang tadi, saya menyesap es kelapa muda dan tenggelam dalam keriuhan gelak tawa Fabio Quartararo dan teman-temannya.
Iya, Fabio si juara dunia baru Moto-GP asal prancis yang cute dan manis itu.
Tentu saja, dia dan teman-temannya bergelak tawa sendiri, sementara saya hanya pengagum yang kebetulan duduk tak jauh dari mereka. Tapi demi mendengar gelak tawa mereka saja sudah membuat dada buncah oleh sumringah, berasa ikut dalam canda meriah mereka.
Begitulah bayangan yang ada di kepala saya akhir-akhir ini setiap kali mendengar kata Mandalika dan Lombok. Pembangunan sirkuit balap kelas dunia di Mandalika sudah mengobrak-abrik imajinasi saya sebelumnya tentang Lombok, khususnya Mandalika. Tentu saja mengobrak abrik dalam konteks positif ya.
Lombok memang memukau sedari dulu. Hamparan pantai dan lautnya yang bening biru berkilau berpadu dengan awan-awan putih yang berserak cantik dalam birunya langit, kontras dengan deretan bukit dan pohon-pohon hijau yang mengelilinginya. Kemolekan yang luar biasa.
Membayangkan lombok, terutama Mandalika, versi lampau seakan membayangkan gadis cantik berkepang dua yang masih malu-malu. Eksotisme kecantikannya terangkum dalam hening rasa malunya. Sekarang gadis pemalu itu bersolek merona, melenggang dengan daya pukau yang ribuan kali lebih mempesona.
Mandalika tak hanya memanjakan mata dan sukma oleh kemolekan alamnya, tapi juga memanjakan adrenalin melalui kegarangan sirkuit balapnya. Tak lagi bersuara pelan nyaris tak terdengar, gaungnya kini mendunia.
Bayangkan saja berapa banyak mereka yang berduyun-duyun datang baik sebagai peserta maupun penonton di event dunia sekelas Moto-GP dan World Superbike. Tidak hanya menggairahkan kembali dunia pariwisata  yang sempat mati suri akibat pandemi, tapi pada akhirnya juga memicu geliat di sektor ekonomi, baik secara lokal maupun nasional.
Belum lagi kalau kita bicara tentang jutaan bahkan milyaran mata didunia yang menyaksikan idolanya berlaga di Moto-GP maupun World Superbike. Mau tidak mau mereka diposisikan untuk juga mengagumi kemolekan alam Mandalika, dan di gelitik rasa ingin tahu-nya.
Coba bayangkan, berapa banyak dari mereka yang langsung mengetikkan kata Mandalika dan Lombok di search engine-nya, lalu mulai memasukannya dalam daftar destinasi liburannya.
Tapi sebenarnya bukan geliat di sektor pariwisata dan sektor ekonomi saja yang diharapkan, tapi geliat kebanggaan yang menginspirasi generasi mudanya.
Bayangkan anak-anak muda yang berjumpa idolanya ketika mereka sedang menjajakan gelang atau apa saja yang mereka jual di sepanjang pantai, lalu terinspirasi untuk lebih giat belajar bahasa Inggris supaya bisa berbincang lebih dari sekedar yes dan no.
Kalau beruntung, mungkin akan ada kesempatan untuk berbincang, mereka pun bisa terinspirasi oleh nilai-nilai yang dibagi oleh sang idola. Tentang keuletan, disiplin, kerja keras dan impian.
Apa yang sejatinya diharapkan dari anak-anak muda yang terinspirasi itu?
Salah satu harapannya adalah supaya tidak ada lagi nada sumbang tentang lombok seperti review yang pernah saya baca di salah satu platform wisata terbesar di dunia. Review itu menyoroti isu kebersihan, kenyamanan sampai keamanan. Banyak sampah tidak dibuang ditempatnya sampai para pengemis yang meminta-minta dengan memaksa membuat si penulis review merasa tidak nyaman dan tidak aman.
Tapi itu review tahun 2015, jadi seharusnya saat ini sudah banyak perbaikan, apalagi sekarang Mandalika sudah mendunia.
Masalah kebersihan memang masih menjadi pekerjaan rumah kita bersama. Negeri kita yamg kemolekan alamnya tidak kalah dengan tempat-tempat indah di belahan bumi yang lain ini, seringkali ternoda karena masalah kebersihan dan keamanan. Dua faktor utama penentu kenyamanan wisatawan, terutama wisatawan asing.
Semoga kemolekan dan ketenaran Mandalika yang sudah susah payah bersolek sedemikian rupa dengan menghabiskan dana yang jumlahnya menuai pro kontra, tidak ternoda hanya karena kurang bersih dan kurang aman.
Semoga pemuda-pemudanya, yang ironisnya hanya bisa menyaksikan pertandingan di layar kaca karena terhadang harga tiket yang tidak terjangkau meskipun letak sirkuit balap itu dalam jangkauan, tetap terinspirasi memiliki impian dan meraihnya walau banyak kelokan tajam, lalu mendunia seperti si Mandalika.
Semoga mereka terinspirasi untuk membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya sebagai langkah pertama dari perjalanan seribu mil menggapai impian, karena mereka yang setia dalam perkara kecil juga akan setia dalam perkara besar.
Selamat menjelang WSBK 2021, Mandalika!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H